Thursday, November 8, 2012

Perkembangan TERKINI AKUNTANSI PERUSAHAAN DALAM TAHAP PENGEMBANGAN

Sebelumnya, akuntansi dan pelaporan bagi perusahaan dalam tahap pengembangan diatur dalam PSAK No.6 (1994) tentang Akuntansi dan Pelaporan bagi Perusahaan dalam Tahap Pengembangan.

PSAK tersebut mengatur antara lain persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengidentifikasi perusahaan sebagai perusahaan dalam tahap pengembangan. Selain itu, dalam paragraf 5 diatur bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum berlaku bagi setiap perusahaan dalam tahap pengembangan, baik dalam pengakuan pendapatan maupun dalam menentukan apakah biaya dibukukan sebagai beban pada periode berjalan, atau ditangguhkan pembebanannya (dikapitalisasi) untuk disusutkan/diamortisasi selama beberapa periode sesuai dengan pemulihan manfaatnya di masa depan. Penangguhan pembebanan tersebut hanya terbatas pada biaya-biaya yang memiliki manfaat di masa depan yang antara lain meliputi beban pendirian perusahaan.

Paragraf 6 PSAK No.6 mengatur mengenai format laporan keuangan pokok serta informasi lainnya yang harus disajikan bagi perusahaan dalam tahap pengembangan.

Jadi, berdasarkan PSAK No.6 (1994) tersebut, bagi perusahaan dalam tahap pengembangan boleh menangguhkan pembebanan atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk kemudian diamortisasi selama beberapa periode. Namun penangguhan tersebut hanya diperbolehkan untuk biaya-biaya yang memiliki manfaat di masa depan seperti beban pendirian perusahaan.

PSAK No.6 tidak mengatur dengan jelas pengertian dan jenis-jenis biaya yang dapat diklasifikasikan sebagai beban pendirian perusahaan tersebut sehingga dalam prakteknya sering terjadi perbedaan pendapat antara auditor dengan perusahaan yang diaudit yang disebabkan oleh perbedaan interpretasi atas definisi beban pendirian serta jenis-jenis biaya apa saja yang boleh ditangguhkan pembebanannya.

Kemudian, pada tanggal 15 Desember 2009 DSAK IAI telah mensahkan PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan yang menggantikan PSAK 1 (revisi 1998) serta PSAK 6. Dengan demikian sejak tanggal efektif berlakunya PSAK 1 (revisi 2009) yaitu 1 Januari 2011, PSAK 6 tidak berlaku lagi.

Jika ditelusuri lebih lanjut ke PSAK 1 (revisi 2009) tidak ditemukan adanya pengaturan khusus untuk perusahaan dalam tahap pengembangan. Hal ini karena PSAK 1 (revisi 2009) tersebut sudah mengadopsi standar akuntansi internasional IFRS dimana IFRS pada dasarnya cenderung “silent” dan tidak menyatakan apakah perusahaan dalam tahap pengembangan (pre-operating) boleh menangguhkan biaya-biaya yang terjadi.

Namun, jika kita menelusuri lebih lanjut ke PSAK lainnya yang juga telah mengadopsi IFRS yaitu PSAK No. 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud dalam paragraf 68 (a) diatur bahwa pengeluaran yang harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya diantaranya adalah pengeluaran untuk kegiatan perintisan (biaya perintisan), kecuali jika pengeluaran ini termasuk dalam biaya perolehan aset tetap sebagaimana diatur dalam PSAK 16 tentang Aset Tetap.

Biaya perintisan dapat mencakup biaya pendirian, seperti biaya hukum dan biaya kesekretariatan yang dikeluarkan dalam rangka mendirikan badan hukum, pengeluaran dalam rangka membuka usaha atau fasilitas baru (biaya prapembukaan) atau pengeluaran untuk memulai operasi baru atau meluncurkan produk atau proses baru (biaya praoperasi).

Jadi, dari pengaturan di paragraf 68 (a) PSAK 19 (revisi 2010) di atas serta pencabutan PSAK 6 melalui PSAK 1 (revisi 2009) dapat disimpulkan bahwa sejak tanggal 1 Januari 2011 untuk biaya-biaya yang terkait dengan pendirian perusahaan seluruhnya harus langsung dibukukan sebagai beban pada saat terjadinya (HRD).

Thursday, October 11, 2012

PENUNDAAN BERLAKUNYA ISAK 21

Pada tanggal 21 September 2012, DSAK IAI melalui surat edaran No.0643/DSAK/IAI/IX/2012 telah mengumumkan penundaan pemberlakuan ISAK 21 tentang Perjanjian Konstruksi Real Estat dan PPSAK 7 tentang Pencabutan PSAK 44 : Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat Paragraf 08(b).

Di dalam surat edaran tersebut diinformasikan bahwa DSAK IAI memutuskan untuk menunda pemberlakuan ISAK 21 dan PPSAK 7 yang semula berlaku efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2013. Penundaan tersebut dilakukan sampai tanggal yang akan ditentukan kemudian. Adapun keputusan tersebut diambil berdasarkan kesepakatan seluruh anggota DSAK IAI pada rapat pleno DSAK IAI tanggal 31 Juli 2012.

Alasan penundaan tersebut adalah berkaitan dengan perkembangan ED Revenue from Contracts with Customers yang apabila disahkan menjadi IFRS, berpotensi mengatur berbeda dengan ketentuan dalam ISAK 21 (Hrd).

Friday, October 5, 2012

PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI AKUNTAN PUBLIK

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 100.4 mengatur mengenai prinsip dasar etika profesi akuntan publik sebagai berikut :

  1. Prinsip INTEGRITAS. Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya
  2. Prinsip OBJEKTIVITAS. Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya
  3. Prinsip KOMPETENSI serta SIKAP KECERMATAN dan KEHATI-HATIAN PROFESIONAL (professional competence and due care). Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya
  4. Prinsip KERAHASIAAN. Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga
  5. Prinsip PERILAKU PROFESIONAL. Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Sumber : SPAP per 31 Maret 2011

Thursday, September 13, 2012

Penyesuaian atas EDISI CETAK STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

Pada tanggal 10 September 2012 kemarin, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui situsnya www.iaiglobal.or.id telah mempublikasikan informasi penyesuaian atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Adapun penyesuaian tersebut dilakukan melalui penerbitan buku Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012 yang merupakan kompilasi edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya. Dalam proses penerbitan buku SAK per 1 Juni 2012 tersebut telah dilakukan berbagai penyempurnaan atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya (SAK satuan) yang meliputi :

  1. Perbaikan redaksional; dan/atau
  2. Penyesuaian karena dampak perubahan, pencabutan dan/atau pengesahan beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang mengakibatkan perubahan Standar Akuntansi Keuangan yang lain.

Beberapa PSAK yang mengalami penyesuaian ataupun perbaikan redaksional diantaranya adalah PSAK No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, PSAK No. 2 tentang Laporan Arus Kas, PSAK No.3 tentang Laporan Keuangan Interim, PSAK No.10 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing serta PSAK lainnya.  Keterangan lebih rinci mengenai penyempurnaan sesuai buku SAK per 1 Juni 2012 dapat dibaca melalui situs IAI pada bagian Info IAI  di sini >>>

Selain itu, pada tanggal 11 September 2012, IAI juga menginformasikan adanya koreksi atas paragraf 07 ISAK 23 mengenai Sewa Operasi-Insentif yang terdapat dalam buku SAK per 1 Juni 2012 dimana sebelumnya tertulis dalam buku tersebut :

Entitas menerapkan Interpretasi ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperkenankan.”

DIKOREKSI MENJADI :

Interpretasi ini berlaku efektif untuk masa sewa yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperkenankan.”

Wednesday, September 12, 2012

DENGAN BERLAKUNYA PSAK No.4 (REVISI 2009), bagaimana dampaknya jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan melakukan pembagian DIVIDEN ?

Sehubungan dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2011, maka perusahaan yang dalam aktivitas bisnisnya memiliki anak perusahaan (subsidiary) harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam PSAK tersebut jika sekiranya perusahaan selaku entitas induk akan menyusun laporan keuangan tersendiri (bukan konsolidasian).

Jika sebelumnya, PSAK No.4 (1994) dalam paragraf 26 mengatur bahwa induk perusahaan (entitas induk) yang memilih untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan dalam laporan keuangan konsolidasi, maka penyertaan pada anak perusahaan dalam laporan keuangan tersendiri tersebut harus dicatat dengan menggunakan metode EKUITAS.

Sedangkan PSAK No.4 (Revisi 2009) yang berlaku saat ini mengatur dalam paragraf 35 bahwa jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan, maka entitas induk harus mencatat investasi pada entitas anak (anak perusahaan) dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN atau sesuai PSAK No.55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan, Pengakuan dan Pengukuran.

Jika pencatatan investasi pada entitas anak dilakukan dengan menggunakan metode EKUITAS maka jumlah ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan konsolidasi AKAN SAMA dengan ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan induk perusahaan. Sebaliknya jika menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN maka jumlah ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan konsolidasi TIDAK AKAN SAMA dengan ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan induk perusahaan.

Sebelum berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009), jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan melakukan pembagian dividen biasanya akan menggunakan laporan keuangan induk perusahaan sebagai dasar perhitungan dividen yang akan dibagi. Hal ini tidak akan menjadi masalah karena baik EKUITAS maupun LABA BERSIH tahun berjalan dalam laporan keuangan induk perusahaan sebagai dasar perhitungan dividen adalah sama dengan EKUITAS dan LABA BERSIH laporan konsolidasi. Jadi, baik menggunakan dasar perhitungan dari laporan keuangan tersendiri induk perusahaan maupun laporan keuangan konsolidasi akan tetap sama.

Dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) yang mengharuskan induk perusahaan untuk menghitung investasi saham pada entitas anak dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN sehingga mengakibatkan EKUITAS dan LABA BERSIH pada laporan keuangan tersendiri induk perusahaan menjadi tidak sama dengan laporan keuangan konsolidasi, maka jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan membagi dividen apakah harus menggunakan angka EKUITAS yang disajikan di laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan tersendiri induk perusahaan sebagai dasar perhitungan ?

Menurut pendapat saya pribadi, oleh karena jika sekiranya laporan keuangan tersendiri induk perusahaan disusun dengan menggunakan metode EKUITAS untuk mencatat investasi saham pada anak perusahaan maka jumlah EKUITAS dan LABA BERSIH dalam laporan keuangan tersendiri tersebut akan sama dengan laporan keuangan konsolidasi, maka dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) adalah lebih tepat jika dasar perhitungan dividen yang akan dibagikan dilakukan dengan menggunakan angka EKUITAS yang disajikan di laporan keuangan konsolidasi, bukan laporan keuangan tersendiri induk perusahaan yang disajikan dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN.

Bagaimana menurut Anda ? Jika sekiranya ada pendapat lain bisa di-share di sini ya (HRD) ***

Wednesday, August 22, 2012

Penentuan MATA UANG FUNGSIONAL dalam PENGUKURAN TRANSAKSI MATA UANG ASING

Sebelumnya, sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur mengenai pengukuran transaksi dalam mata uang asing serta mata uang pelaporan adalah :

  1. PSAK 10 (1994) : Transaksi Dalam Mata Uang Asing
  2. PSAK 11 (1994) : Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing
  3. PSAK 52 (1998) : Mata Uang Pelaporan
  4. ISAK 4 (1997) : Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10 tentang alternatif perlakuan yang diizinkan atas selisih kurs

Kemudian, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012, seluruh PSAK tersebut di atas dinyatakan tidak berlaku lagi dan digantikan dengan PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing. PSAK 10 (Revisi 2010) ini telah mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 21, The Effect of Changes in Foreign Exchange Rate per 1 Januari 2009, kecuali beberapa pengaturan yang tidak diadopsi ataupun dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi di Indonesia.

Salah satu perbedaan yang cukup signifikan antara PSAK 10 (Revisi 2010) dengan PSAK/ISAK yang berlaku sebelumnya adalah berkaitan dengan masalah penggunaan MATA UANG FUNGSIONAL.

Berdasarkan PSAK lama yaitu PSAK 52 (1998), mata uang pelaporan yang digunakan oleh perusahaan di Indonesia adalah mata uang Rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria mata uang fungsional. Mata uang pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan.

Dari pengaturan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut PSAK lama, pada umumnya perusahaan di Indonesia harus mencatat transaksi akuntansi dan menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan mata uang Rupiah. Penggunaan mata uang lain hanya diperbolehkan jika memenuhi persyaratan sebagai mata uang fungsional.

Sedangkan berdasarkan PSAK 10 (Revisi 2010), perusahaan harus menentukan mata uang fungsional sebagai mata uang pengukuran (pencatatan transaksi) serta mata uang pelaporan yaitu mata uang di mana laporan keuangan akan disusun. Mata uang pelaporan (penyajian) yang dipergunakan bisa berupa mata uang fungsional ataupun mata uang lain selain mata uang fungsional.

Jadi, berdasarkan PSAK 10 (Revisi 2010), perusahaan tidak bisa menggunakan mata uang Rupiah sebagai mata uang pengukuran (pencatatan transaksi) jika mata uang Rupiah tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai mata uang fungsional. Sedangkan untuk penyajian laporan keuangan bisa tetap menggunakan mata uang Rupiah walaupun bukan merupakan mata uang fungsional.

PSAK 10 (Revisi 2010) mendefinisikan mata uang fungsional sebagai mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi yaitu lingkungan entitas yang utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas.

Untuk menentukan apakah suatu mata uang yang akan dipergunakan dalam pencatatan transaksi memenuhi persyaratan sebagai mata uang fungsional atau tidak, maka harus diperhatikan persyaratan yang diatur dalam paragraf 09 – 11 PSAK 10 (Revisi 2010).

Paragraf 09 mengatur bahwa entitas harus memperhatikan faktor-faktor berikut dalam menentukan mata uang fungsionalnya :

(a) mata uang :

  • yang paling mempengaruhi harga jual barang dan jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang harga jual barang dan jasa didenominasikan dan diselesaikan); dan
  • dari negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas

(b) mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang biaya tersebut didenominasikan dan diselesaikan)

Paragraf 10 mengatur bahwa faktor-faktor berikut juga dapat memberikan bukti mengenai mata uang fungsional :

  1. mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan (antara lain penerbitan instrument utang dan instrument ekuitas)
  2. mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan

Paragraf 11 menjelaskan bahwa faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan dalam menentukan mata uang fungsional dari kegiatan usaha luar negeri, serta apakah mata uang fungsionalnya sama dengan mata uang entitas pelapor :

  1. apakah aktivitas kegiatan usaha luar negeri dilaksanakan sebagai perpanjangan dari entitas pelapor, bukan dilaksanakan dengan tingkat otonomi signifikan
  2. apakah transaksi dengan entitas pelapor memiliki proporsi yang tinggi atau rendah dari kegiatan usaha luar negeri
  3. apakah arus kas dari kegiatan usaha luar negeri secara langsung mempengaruhi arus kas entitas pelapor dan siap tersedia untuk dikirimkan ke entitas pelapor
  4. apakah arus kas dari aktivitas kegiatan usaha luar negeri cukup untuk membayar kewajiban utang yang ada ataupun yang diperkirakan dapat terjadi tanpa adanya dana yang disediakan oleh entitas pelapor

Apabila indikator-indikator yang telah disebutkan sebelumnya bercampur dan mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen menggunakan pertimbangannya untuk menentukan mata uang fungsional yang paling tepat menggambarkan pengaruh ekonomi dari transaksi, kejadian, dan kondisi yang mendasari. Sebagai bagian dari pendekatan yang dipergunakan manajemen, indikator yang ditentukan dalam paragraf 09 harus diprioritaskan sebagai indikator utama sebelum mempertimbangkan indikator di paragraf 10 dan 11 (HRD).

Monday, May 7, 2012

Boleh nggak entitas induk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian ?

PSAK No. 4 (Revisi 2009) mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2011 adalah merupakan adopsi dari IFRS yaitu IAS 27 – Consolidated and Separate Financial Statements per 1 Januari 2009.

Dalam pengaturannya, IAS 27 memperbolehkan entitas induk (induk perusahaan/parent company) untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian apabila entitas induk tersebut memenuhi persyaratan dalam paragraf 10.

A parent need not present consolidated financial statements if and only if :

  1. the parent is itself a wholly-owned subsidiary, or is a partially-owned subsidiary of another entity and its other owners, including those not otherwise entitled to vote, have been informed about, and do not objet to, the parent not presenting consolidated financial statements;
  2. the parent’s debt or equity instruments are not traded in a public market (a domestic or foreign stock exchange or an over-the-counter market, including local and regional markets);
  3. the parent did not file, nor is it in the process of filing, its financial statements with a securities commission or other regulatory organisation for the purpose of issuing any class of instruments in a public market; and
  4. the ultimate or any intermediate parent of the parent produces consolidated financial statements available for public use that comply with International Financial Reporting Standards.

Sedangkan dalam paragraf 8 IAS 27 tersebut mengatur bahwa :

A parent that is exempted in accordance with paragraph 10 from presenting consolidated financial statements may present separate financial statements as its only financial statements.

Oleh karena PSAK 4 (Revisi 2009) seperti yang disebutkan sebelumnya adalah merupakan adopsi dari IAS 27, apakah dalam hal ini berarti PSAK 4 (Revisi 2009) juga mengijinkan entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian ?

Jawabannya adalah tidak. Karena walaupun PSAK 4 (Revisi 2009) merupakan adopsi dari IAS 27, terdapat beberapa perbedaan pengaturan antara PSAK 4 (Revisi 2009) dengan IAS 27. Salah satunya adalah pengaturan berdasarkan paragraf 08 IAS 27 yang tidak diadopsi dalam PSAK 4 (Revisi 2009).

Seperti yang dijelaskan dalam bagian “Perbedaan Dengan IFRS’s” PSAK No. 4 (Revisi 2009), IAS 27 paragraf 08 tentang pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, tidak diadopsi karena :

  1. pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian merupakan suatu pilihan, bukan keharusan
  2. pengecualian tersebut tidak relevan dengan konteks di Indonesia karena manfaatnya lebih sedikit dibandingkan biayanya (cost and benefit consideration) (Hrd) ***

Metode Penyajian Laporan Keuangan Induk Perusahaan menurut PSAK No. 4 versi Lama dan versi Revisi 2009

PSAK No.4 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasi versi tahun 1994 dalam paragraf 16 mengatur bahwa apabila dipenuhi kriteria konsolidasi, maka laporan keuangan konsolidasi wajib disusun. Untuk tujuan pelaporan keuangan, induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan bertujuan umum  (general purpose financial statement), yaitu laporan keuangan konsolidasi. Akan tetapi, laporan keuangan tersendiri boleh disajikan apabila bertujuan untuk memberikan informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi. Dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut, penyertaan pada anak perusahaan harus dipertanggungjawabkan dengan menggunakan metode EKUITAS.

Sedangkan berdasarkan PSAK No. 4 versi Revisi 2009 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku efektif untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011 dan menggantikan PSAK 4 (1994) di atas, mengenai penyajian laporan keuangan induk perusahaan (entitas induk) diatur dalam paragraf 35-41.

Paragraf 35 PSAK No.4 (Revisi 2009) mengatur bahwa jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan, maka entitas induk tersebut mencatat investasi pada entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi pada :

  1. biaya perolehan; atau
  2. sesuai PSAK 55 (revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PSAK 4 (1994) mensyaratkan bagi induk perusahaan yang akan menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi, maka investasi (penyertaan) pada anak perusahaan dalam laporan keuangan tersendiri tersebut harus dibukukan dengan menggunakan metode ekuitas. Sedangkan PSAK 4 (Revisi 2009) mensyaratkan penggunaan metode biaya perolehan untuk membukukan investasi saham anak perusahaan dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut (Hrd) ***

Friday, April 20, 2012

Beda Pengaturan Akuntansi Investasi Saham antara SAK ETAP dengan PSAK non-ETAP

Berkaitan dengan pencatatan akuntansi atas transaksi Investasi Saham, terdapat perbedaan pengaturan antara SAK ETAP dengan PSAK non-ETAP.

Paragraf 12.8 SAK ETAP (dibaca : bab 12 paragraf 8) mengenai Investasi pada Entitas Asosiasi dan Entitas Anak mengatur bahwa investor harus mengukur investasi pada ENTITAS ASOSIASI dengan menggunakan metode biaya (cost method). Sedangkan PSAK non-ETAP yaitu PSAK 15 (Revisi 2009) mensyaratkan investasi pada entitas asosiasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas dan sejak tanggal investor tidak lagi memiliki pengaruh signfikan atas entitas asosiasi, maka investasi dicatat sesuai PSAK 55 (revisi 2006).

Adapun pengertian Entitas Asosiasi adalah suatu entitas dimana investor mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan entitas anak ataupun bagian dalam joint venture. Jika dilihat dari segi persentase pemilikan saham, pengaruh signifikan diwakili oleh pemilikan langsung ataupun tidak langsung 20% atau lebih hak suara investee. Namun pemilikan tersebut tidak lebih dari 50%.

Selanjutnya dalam Paragraf 12.11 SAK ETAP diatur bahwa investor harus mencatat investasi pada ENTITAS ANAK dengan menggunakan metode ekuitas (equity method). Kemudian paragraf 12.3 mengatur bahwa entitas anak tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan investor (sebagai entitas induk). Dalam hal ini berarti kalau perusahaan menerapkan SAK ETAP dalam penyajian laporan keuangannya maka untuk investasi saham dalam anak perusahaan tidak perlu disusun laporan konsolidasi.

Sedangkan PSAK non-ETAP yaitu PSAK 4 (Revisi 2009) mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri mensyaratkan bahwa entitas induk harus menyajikan laporan keuangan konsolidasian yang mengonsolidasikan investasinya dalam entitas anak, sedangkan laporan keuangan tersendiri induk perusahaan hanya dapat disajikan sebagai informasi tambahan.

Pengertian Entitas Anak adalah suatu entitas yang dikendalikan oleh entitas induk dimana pengendalian dianggap ada jika entitas induk memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung melalui entitas anak lebih dari setengah hak suara dari suatu entitas (pemilikan saham lebih dari 50%) (Hrd) ***

Tuesday, April 10, 2012

Tahun 2011, Penentuan Pakai SAK ETAP atau TIDAK!

Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) harus diterapkan untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Penerapan dini diperkenankan. Jika SAK ETAP diterapkan dini, maka entitas harus menerapkan SAK ETAP untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010.

Berkaitan dengan penerapan SAK ETAP tersebut berlaku masa transisi dengan beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.

Entitas menerapkan SAK ETAP secara retrospektif, namun jika tidak praktis, maka entitas diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP secara prospektif.

Pada tahun awal penerapan SAK ETAP, entitas yang memenuhi persyaratan untuk menerapkan SAK ETAP dapat menyusun laporan keuangan tidak berdasarkan SAK ETAP, tetapi berdasarkan PSAK non-ETAP sepanjang diterapkan secara konsisten. Entitas tersebut tidak diperkenankan untuk kemudian menerapkan SAK ETAP ini untuk penyusunan laporan keuangan berikutnya. Misalnya, pada tahun 2011 perusahaan memenuhi ketentuan/persyaratan yang diatur dalam bagian Ruang Lingkup SAK ETAP sehingga dengan sendirinya perusahaan boleh menerapkan SAK ETAP untuk tahun buku 2011. Namun ternyata perusahaan memilih untuk menggunakan SAK non-ETAP dalam laporan keuangan tahun 2011 tersebut. Dengan demikian, untuk tahun 2012 dan selanjutnya perusahaan harus tetap menggunakan SAK non-ETAP dan tidak diperbolehkan lagi untuk memilih menggunakan SAK ETAP walaupun perusahaan memenuhi persyaratan untuk menggunakannya.

Selanjutnya, dalam ketentuan masa transisi diatur juga bahwa entitas yang menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP kemudian tidak memenuhi persyaratan entitas yang boleh menggunakan SAK ETAP, maka entitas tersebut tidak diperkenankan untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan SAK ETAP. Entitas tersebut wajib menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK non-ETAP dan tidak diperkenankan untuk menerapkan SAK ETAP ini kembali. Misalnya perusahaan pada tahun 2010 telah memilih untuk menggunakan SAK ETAP (penerapan dini), kemudian pada tahun 2011 perusahaan telah mengajukan pernyataan pendaftaran pada otoritas pasar modal berkaitan dengan proses go public, maka pada tahun 2011 tersebut perusahaan tidak boleh lagi menggunakan SAK ETAP dan harus menggunakan PSAK non-ETAP dalam penyusunan laporan keuangannya. Untuk tahun-tahun selanjutnya perusahaan tidak diperbolehkan lagi menggunakan SAK ETAP walaupun perusahaan memenuhi persyaratan untuk menggunakannya.

Berdasarkan ketentuan dan pengaturan tanggal efektif berlakunya SAK ETAP serta ketentuan transisi seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memenuhi persyaratan untuk dapat menggunakan SAK ETAP, pada saat penyusunan laporan keuangan tahun 2011 sudah harus memilih apakah akan menggunakan SAK ETAP atau PSAK non-ETAP. Jika perusahaan memilih untuk menggunakan PSAK non-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan 2011 maka untuk selanjutnya harus menggunakan PSAK non-ETAP (tidak boleh lagi memilih untuk menggunakan SAK ETAP). Penentuan untuk menggunakan SAK ETAP atau PSAK non-ETAP harus dilakukan pada saat penyusunan laporan keuangan tahun 2011. (Hrd) ***