Showing posts with label PSAK. Show all posts
Showing posts with label PSAK. Show all posts

Wednesday, November 3, 2021

Standar Akuntansi yang berlaku pada tahun 2021

Berikut ini adalah Standar Akuntansi yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2021 dan 1 April 2021 berdasarkan update sampai dengan akhir Oktober 2021 :

  1. PSAK 112, "Akuntansi Wakaf" berlaku efektif 1 Januari 2021
  2. Amandemen PSAK 22, "Kombinasi Bisnis tentang Definisi Bisnis" berlaku efektif 1 Januari 2021
  3. Amandemen PSAK 71, Amandemen PSAK 55, Amandemen PSAK 60, Amandemen PSAK 62 dan Amandemen PSAK 73 tentang Reformasi Acuan Suku Bunga - Tahap 2" berlaku efektif 1 Januari 2021
  4. Penyesuaian Tahunan PSAK 110, "Akuntansi Sukuk" berlaku efektif 1 Januari 2021
  5. Penyesuaian Tahunan PSAK 111, "Akuntansi Wa'd" berlaku efektif 1 Januari 2021
  6. Amandemen PSAK 73, "Sewa tentang Konsesi Sewa Terkait Covid-19 Setelah 30 Juni 2021" berlaku efektif 1 April 2021
  7. PSAK 1 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Penyajian Laporan Keuangan" berlaku efektif 1 Januari 2021
  8. PSAK 13 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Properti Investasi" berlaku efektif 1 Januari 2021
  9. PSAK 48 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Penurunan Nilai Aset" berlaku efektif 1 Januari 2021
  10. PSAK 66 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Pengaturan Bersama" berlaku efektif 1 Januari 2021
  11. ISAK 16 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Perjanjian Konsesi Jasa" berlaku efektif 1 Januari 2021
Di samping itu, DSAK IAI juga telah mensahkan beberapa standar, amandemen dan penyesuaian tahunan tetapi baru akan berlaku setelah tahun 2021 :
  1. PSAK 74, "Kontrak Asuransi" berlaku efektif 1 Januari 2025
  2. Amandemen PSAK 1, "Penyajian Laporan Keuangan tentang Klasifikasi Liabilitas sebagai Jangka Pendek atau Jangka Panjang" berlaku efektif 1 Januari 2023
  3. Amandemen PSAK 1, "Penyajian Laporan Keuangan tentang Pengungkapan Kebijakan Akuntansi" berlaku efektif 1 Januari 2023
  4. Amandemen PSAK 16, "Aset Tetap tentang Hasil Sebelum Penggunaan yang Diintensikan" berlaku efektif 1 Januari 2023
  5. Amandemen PSAK 22, "Kombinasi Bisnis tentang Referensi ke Kerangka Konseptual" berlaku efektif 1 Januari 2022
  6. Amandemen PSAK 25, "Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan tentang Definisi Estimasi Akuntansi" berlaku efektif 1 Januari 2023
  7. Amandemen PSAK 57, "Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi tentang Kontrak Memberatkan - Biaya Memenuhi Kontrak" berlaku efektif 1 Januari 2022
  8. PSAK 69 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Agrikultur" berlaku efektif 1 Januari 2022
  9. PSAK 71 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Instrumen Keuangan" berlaku efektif 1 Januari 2022
  10. PSAK 73 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Sewa" berlaku efektif 1 Januari 2022
Demikian informasi Standar-Standar Akuntansi yang telah disahkan oleh DSAK IAI dan mulai berlaku efektif 1 Januari 2021 dan sesudahnya yang saya rangkum dari webpage Ikatan Akuntan Indonesia (iaiglobal.or.id) dengan update sampai dengan akhir Oktober 2021. Semoga bermanfaat (HRD) ***

Thursday, April 2, 2020

DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN

Sehubungan dengan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) secara global dan di Indonesia khususnya, dimana hal tersebut berdampak pada berbagai aspek kehidupan secara signifikan yaitu aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, maka pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Maret 2020 telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Sejalan dengan hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui DSAK IAI selaku badan penyusun standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia menyadari bahwa  akibat dari penyebaran COVID-19 tersebut dapat secara signifikan mempengaruhi pertimbangan (judgement) perusahaan dalam menyusun laporan keuangan. Untuk itu, DSAK IAI kemudian telah menerbitkan "Press Release - Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Penerapan PSAK 8 Peristiwa Setelah Periode Pelaporan dan PSAK 71 Instrumen Keuangan".

Dalam Press Release yang diterbitkan, DSAK IAI menjelaskan bahwa penerbitan Press Release tersebut ditujukan untuk sebagai petunjuk (guidance), khususnya bagi entitas bisnis dalam mengaplikasikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berbasis prinsip untuk penyusunan laporan keuangannya. SAK yang berbasis prinsip tersebut memberikan ruang bagi entitas dalam menggunakan pertimbangannya untuk menyelesaikan permasalahan akuntansi yang timbul akibat pandemi COVID-19.

Ada dua standar akuntansi (PSAK) yang menjadi perhatian DSAK IAI terkait pandemi COVID-19 seperti yang dipaparkan dalam Press Release-nya, yaitu PSAK 8 tentang Peristiwa Setelah Periode Pelaporan serta PSAK 71 tentang Instrumen Keuangan.

Terkait dengan PSAK 8, publikasi DSAK IAI ini bertujuan untuk memberikan petunjuk apakah pandemi COVID-19 merupakan peristiwa setelah tanggal periode pelaporan yang dapat mempengaruhi laporan keuangan tahun 2019.

Dengan memperhatikan fakta-fakta berdasarkan timeline yang telah terjadi, DSAK IAI memandang bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia bukanlah peristiwa penyesuai yang mempengaruhi penyajian jumlah yang diakui di laporan keuangan 2019. Uraian dan penjelasan lebih rinci atas hal ini dapat dibaca dalam Press Release yang diterbitkan oleh DSAK IAI.

Kemudian, terkait dengan PSAK 71, dalam Press Release yang diterbitkan DSAK IAI dijelaskan bahwa publikasi ini juga bertujuan memberikan klarifikasi dan panduan dalam mempertimbangkan apakah pandemi COVID-19 dapat mempengaruhi penghitungan kerugian kredit ekspektasian (KKE) atau expected credit loss (ECL) pada tanggal penerapan awal PSAK 71 pada 1 Januari 2020.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa mempertimbangkan fakta bahwa pengetahuan dan informasi mengenai pandemi COVID-19 di Indonesia tidak tersedia pada tanggal 31 Desember 2019, maka entitas tidak dapat menggunakan informasi ini dalam mengukur KKE, termasuk memasukkan informasi tersebut ke dalam skenario pemodelan sesuai estimasi probabilitas tertimbang pada tanggal penerapan awal PSAK 71 (yaitu 1 Januari 2020). Penjelasan lebih rinci atas hal ini dapat dibaca dalam Press Release yang diterbitkan oleh DSAK IAI.

Demikian informasi terkait Press Release Dampak Pandemi COVID-19 terhadap penerapan PSAK 8 dan PSAK 71 seperti yang telah dipublikasikan dalam official webpage Ikatan Akuntan Indonesia (HRD) **

Friday, February 28, 2020

STANDAR AKUNTANSI YANG DISAHKAN OLEH IAI PADA TAHUN 2019

Sepanjang tahun 2019, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan Standar-Standar Akuntansi yang ditetapkan berlaku pada tahun 2019, 2020 serta 2021. Adapun Standar-Standar Akuntansi tersebut adalah sebagai berikut :

Standar Akuntansi berupa Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) serta Interpretasi Standar Akuntansi (ISAK) yang ditetapkan untuk berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2019 dengan penerapan dini diperkenankan :
  • ISAK 33 : Transaksi Valuta Asing dan Imbalan di Muka
  • ISAK 34 : Ketidakpastian dalam Perlakuan Pajak Penghasilan
  • Amandemen PSAK 24 : Imbalan Kerja tentang Amandemen, Kurtailmen atau Penyelesaian Program
  • PSAK 22 : Kombinasi Bisnis (Penyesuaian 2018)
  • PSAK 26 : Biaya Pinjaman (Penyesuaian 2018)
  • PSAK 46 : Pajak Penghasilan (Penyesuaian 2018)
  • PSAK 66 : Pengaturan Bersama (Penyesuaian 2018)
PSAK dan ISAK yang ditetapkan untuk berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020 dengan penerapan dini diperkenankan adalah :
  • Amandemen PSAK 62 : Kontrak Asuransi – menerapkan PSAK 71 : Instrumen Keuangan dengan PSAK 62 : Kontrak Asuransi
  • Amandemen PSAK 71 : Instrumen Keuangan tentang Fitur Percepatan Pelunasan dengan Kompensasi Negatif
  • PSAK 71 : Instrumen Keuangan
  • PSAK 72 : Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan
  • PSAK 73 : Sewa
  • Amandemen PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan tentang Judul Laporan Keuangan
  • Amandemen PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan dan Amandemen PSAK 25 : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan tentang Definisi Material
  • PSAK 1 : Penyajian Laporan Keuangan (Penyesuaian Tahunan 2019)
  • Amandemen PSAK 15 : Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama tentang Kepentingan Jangka Panjang pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
  • ISAK 35 : Penyajian Laporan Keuangan Entitas Berorientasi Nonlaba
  • PSAK 102 : Akuntansi Murabahah (Revisi 2019)
  • ISAK 101 : Pengakuan Pendapatan Murabahah Tangguh Tanpa Risiko Signifikan Terkait Kepemilikan Persediaan
  • ISAK 102 : Penurunan Nilai Piutang Murabahah
PSAK yang ditetapkan untuk berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2021 dengan penerapan dini diperkenankan adalah :
  • Amandemen PSAK 22 : Kombinasi Bisnis tentang Definisi Bisnis
Selain PSAK dan ISAK yang telah disebutkan di atas, pada tahun 2019, tepatnya pada tanggal 11 April 2019, DSAK IAI juga telah mengesahkan PPSAK 13 : Pencabutan PSAK 45 : Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba yang disahkan pada tanggal 11 April 2019 dan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020. Pernyataan ini bertujuan untuk mencabut pemberlakuan PSAK 45 : Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba.

Kemudian, pada tanggal 11 Desember 2019 DSAK IAI mengesahkan revisi Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) yang merupakan adopsi dari Conceptual Framework for Financial Reporting. KKPK ini akan menggantikan KKPK yang telah berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2016. Sebelumnya Draft Eksposure (DE) KKPK tersebut telah diterbitkan pada tanggal 26 Juni 2019 dan public hearing telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2019. Tidak ada perbedaan antara DE KKPK dengan KKPK yang telah disahkan oleh DSAK IAI. KKPK revisi ini ditetapkan untuk berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2020 dengan penerapan dini diperkenankan.

Demikian informasi Standar-Standar Akuntansi yang disahkan oleh DSAK IAI selama tahun 2019 dan ditetapkan untuk berlaku efektif pada tahun 2019, 2020 dan tahun 2021 yang saya rangkum dari webpage Ikatan Akuntan Indonesia (iaiglobal.or.id). Semoga bermanfaat (HRD) **

Thursday, July 28, 2016

Perubahan Mata Uang Fungsional, bagaimana Standar Akuntansi Mengaturnya ?

Sebelum tanggal 1 Januari 2012, terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur mengenai pencatatan akuntansi serta pelaporan keuangan atas transaksi dalam mata uang asing. Salah satu standar akuntansi yang mengatur mengenai hal tersebut adalah PSAK 52 (1998) tentang Mata Uang Pelaporan.

Berkaitan dengan Mata Uang Fungsional (baca juga : Penentuan Mata Uang Fungsional dalam Pengukuran Transaksi Mata Uang Asing), PSAK 52 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 antara lain dalam paragraf 4 dan 5 mengatur bahwa :

Mata Uang Pelaporan yang digunakan oleh Perusahaan di Indonesia adalah mata uang Rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria Mata Uang Fungsional.

Mata Uang Pencatatan harus sama dengan Mata Uang Pelaporan.

Selanjutnya, dalam paragarf 17 diatur bahwa :

Perusahaan diharuskan untuk mengubah mata uang pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, apabila mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke Rupiah. Perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan harus dilakukan pada awal tahun buku, bukan di tengah tahun buku.

Berkaitan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan jika terjadi perubahan mata uang fungsional diatur dalam paragraf 14, 15 dan 16 yang antara lain menjelaskan bahwa :

  • Penentuan saldo awal untuk tujuan pencatatan akuntansi dilakukan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan seolah-olah mata uang fungsional tersebut telah digunakan sejak tanggal terjadinya transaksi
  • Pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan dilakukan surut hingga tahun di mana mata uang fungsional tersebut mulai berlaku

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa PSAK 52 mensyaratkan penerapan secara RETROSPEKTIF (berlaku surut) atas perubahan mata uang fungsional.

Sedangkan pengaturan sejak tanggal 1 Januari 2012, dengan berlakunya PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, atas perubahan mata uang fungsional, paragraf 36 PSAK 10 mengatur bahwa :

Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional, entitas menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara PROSPEKTIF sejak tanggal perubahan tersebut.

Lebih lanjut, paragraf 38 antara lain menjelaskan bahwa :

Pengaruh perubahan mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, entitas menjabarkan semua pos ke dalam mata uang fungsional yang baru menggunakan kurs pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang dijabarkan untuk pos non moneter dianggap sebagai biaya historisnya.

Jadi, kesimpulannya bahwa PSAK 10 (Revisi 2010) yang berlaku saat ini mensyaratkan penerapan secara PROSPEKTIF atas perubahan mata uang fungsional (HRD).

Thursday, January 15, 2015

PSAK yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2015

 Pada tanggal 19 Desember 2013 kemarin, DSAK IAI telah mengesahkan beberapa PSAK baru dan revisian. Adapun PSAK tersebut adalah sebagai berikut :

  1. PSAK 1 (2013) tentang Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 4 (2013) tentang Laporan Keuangan Tersendiri
  3. PSAK 15 (2013) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
  4. PSAK 24 (2013) tentang Imbalan Kerja
  5. PSAK 65 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
  6. PSAK 66 tentang Pengaturan Bersama
  7. PSAK 67 tentang Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain
  8. PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar

Kemudian, pada tanggal 29 April 2014, DSAK IAI kembali mengesahkan berlakunya 5 PSAK dan 1 ISAK revisian sebagai berikut :

  1. PSAK 46 (2014) tentang Pajak Penghasilan
  2. PSAK 48 (2014) tentang Penurunan Nilai Aset
  3. PSAK 50 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian
  4. PSAK 55 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran
  5. PSAK 60 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Pengungkapan
  6. ISAK 26 (2014) tentang Penilaian Kembali Derivatif Melekat

Seluruh PSAK/ISAK di atas mulai berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2015. Penerapan dini tidak diperkenankan (HRD).

Saturday, May 10, 2014

Beberapa Standar Akuntansi BARU dan REVISIAN yang berlaku efektif sejak 1 JANUARI 2015

Sebelumnya, pada tanggal 12 Juli 2013, DSAK IAI telah mengesahkan penerbitan empat Expsoure Draft (ED) Standar Akuntansi Keuangan yaitu ED PSAK 1, 4, 15, 24 yang merupakan revisi dari PSAK-PSAK yang berlaku sebelumnya. Selain itu, DSAK IAI juga mengesahkan empat ED PSAK yang baru yaitu ED PSAK 65, 66, 67 dan 68.

ED PSAK 65 adalah merupakan adopsi dari IFRS 10 : Consolidated Financial Statement per 1 Januari 2013. ED PSAK 65 ini mengatur mengenai laporan keuangan konsolidasian yang sebelumnya diatur dalam PSAK 4 (2009).

Kemudian, untuk ED PSAK 66 adalah merupakan adopsi dari IFRS 11 : Joint Arrangement per 1 Januari 2013, dimana ED PSAK 66 ini antara lain mengatur mengenai pengklasifikasian pengaturan bersama menjadi dua yaitu operasi bersama dan ventura bersama yang dilakukan berdasarkan pada hak dan kewajiban yang diperoleh para pihak dalam pengaturan bersama (joint arrangement).

Selanjutnya, ED PSAK 67 yang merupakan adopsi dari IFRS 12 : Disclosure of Interests in Other Entities per 1 Januari 2013 merupakan standar akuntansi baru yang menggabungkan persyaratan pengungkapan untuk entitas yng mempunyai kepentingan dalam entitas lain.

Dan yang terakhir ED PSAK 68 yang diadopsi dari IFRS 13 : Fair Value Measurement per 1 Januari 2013 memberikan definisi nilai wajar (fair value), menetapkan suatu kerangka pengukuran nilai wajar, dan mensyaratkan pengungkapan pengukuran nilai wajar. Entitas yang akan terkena dampak dari ED PSAK 68 ini adalah entitas yang mengukur aset tetap dengan metode revaluasi, entitas yang mengukur properti investasi dengan metode nilai wajar serta entitas yang mengukur aset takberwujud dengan metode revaluasi.

Kedelapan ED PSAK Baru dan Revisian tersebut telah disahkan oleh DSAK IAI menjadi PSAK pada tanggal 19 Desember 2013, dengan daftar selengkapnya sebagai berikut :

  1. PSAK 1 (Revisi 2013) : Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 4 (Revisi 2013) : Laporan Keuangan Tersendiri
  3. PSAK 15 (Revisi 2013) : Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
  4. PSAK 24 (Revisi 2013) : Imbalan Kerja
  5. PSAK 65 : Laporan Keuangan Konsolidasian
  6. PSAK 66 : Pengaturan Bersama
  7. PSAK 67 : Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain
  8. PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar

Seluruh PSAK tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2015. Penerapan dini tidak diperbolehkan.

Selain terhadap kedelapan PSAK Baru dan Revisian tersebut, pada tanggal 22 Nopember 2013 DSAK IAI juga telah mengesahkan lima ED PSAK Revisian serta satu ED ISAK Revisian yang kemudian telah disahkan menjadi PSAK dan ISAK pada tanggal 29 April 2014. Daftar selengkapnya dari lima PSAK dan satu ISAK yang telah disahkan tersebut adalah sebagai berikut :

  1. PSAK 46 (Revisi 2014) : Pajak Penghasilan
  2. PSAK 48 (Revisi 2014) : Penurunan Nilai Aset
  3. PSAK 50 (Revisi 2014) : Instrumen Keuangan : Penyajian
  4. PSAK 55 (Revisi 2014) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran
  5. PSAK 60 (Revisi 2014) : Instrumen Keuangan : Pengungkapan
  6. ISAK 26 (Revisi 2014) : Penilaian Kembali Derivatif Melekat.

Keseluruhan Standar Akuntansi tersebut juga berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2015, dan tidak diijinkan adanya penerapan dini.

Bagi yang sudah menjadi anggota IAI dapat mengakses seluruh Standar Akuntansi yang baru dan revisian tersebut di IAI Exchange (HRD).

Thursday, September 13, 2012

Penyesuaian atas EDISI CETAK STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN

Pada tanggal 10 September 2012 kemarin, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melalui situsnya www.iaiglobal.or.id telah mempublikasikan informasi penyesuaian atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

Adapun penyesuaian tersebut dilakukan melalui penerbitan buku Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juni 2012 yang merupakan kompilasi edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya. Dalam proses penerbitan buku SAK per 1 Juni 2012 tersebut telah dilakukan berbagai penyempurnaan atas edisi cetak Standar Akuntansi Keuangan yang telah diterbitkan sebelumnya (SAK satuan) yang meliputi :

  1. Perbaikan redaksional; dan/atau
  2. Penyesuaian karena dampak perubahan, pencabutan dan/atau pengesahan beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang mengakibatkan perubahan Standar Akuntansi Keuangan yang lain.

Beberapa PSAK yang mengalami penyesuaian ataupun perbaikan redaksional diantaranya adalah PSAK No.1 tentang Penyajian Laporan Keuangan, PSAK No. 2 tentang Laporan Arus Kas, PSAK No.3 tentang Laporan Keuangan Interim, PSAK No.10 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing serta PSAK lainnya.  Keterangan lebih rinci mengenai penyempurnaan sesuai buku SAK per 1 Juni 2012 dapat dibaca melalui situs IAI pada bagian Info IAI  di sini >>>

Selain itu, pada tanggal 11 September 2012, IAI juga menginformasikan adanya koreksi atas paragraf 07 ISAK 23 mengenai Sewa Operasi-Insentif yang terdapat dalam buku SAK per 1 Juni 2012 dimana sebelumnya tertulis dalam buku tersebut :

Entitas menerapkan Interpretasi ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperkenankan.”

DIKOREKSI MENJADI :

Interpretasi ini berlaku efektif untuk masa sewa yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Penerapan dini diperkenankan.”

Monday, March 21, 2011

PSAK yang telah diterbitkan oleh DSAK-IAI dan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2011

Terdapat beberapa standar akuntansi yang sudah diterbitkan oleh DSAK-IAI dan akan berlaku efektif untuk penyajian laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, yaitu :

- PSAK No. 1 (Revisi 2009) : Penyajian Laporan Keuangan

- PSAK No. 2 (Revisi 2009) : Laporan Arus Kas

- PSAK No. 3 (Revisi 2010) : Laporan Keuangan Interim

- PSAK No. 4 (Revisi 2009) : Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri

- PSAK No. 5 (Revisi 2009) : Segmen Operasi

- PSAK No. 7 (Revisi 2010) : Pihak-pihak Berelasi

- PSAK No. 8 (Revisi 2010) : Peristiwa Setelah Periode Pelaporan

- PSAK No. 12 (Revisi 2009) : Bagian Partisipasi Dalam Ventura Bersama

- PSAK No. 15 (Revisi 2009) : Investasi pada Entitas Asosiasi

- PSAK No. 19 (Revisi 2010) : Aset Takberwujud

- PSAK No. 22 (Revisi 2010) : Kombinasi Bisnis

- PSAK No. 23 (Revisi 2010) : Pendapatan

- PSAK No. 25 (Revisi 2009) : Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan.

- PSAK No. 48 (Revisi 2009) : Penurunan Nilai Aset

- PSAK No. 57 (Revisi 2009) : Provisi, Liabilitas Kontijensi dan Aset Kontijensi

- PSAK No. 58 (Revisi 2009) : Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

- ISAK No. 7 (Revisi 2009) : Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusu

- ISAK No. 9 : Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Restorasi dan Kewajiban Serupa

- ISAK No. 10 : Program Loyalitas Pelanggan

- ISAK No. 11 : Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik

- ISAK No. 12 : Pengendalian Bersama Entitas : Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

- ISAK No. 13 : Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

- ISAK No. 14 (Revisi 2010) : Aset Tidak Berwujud – Biaya Situs Web

- ISAK No. 17 : Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Saturday, May 1, 2010

DSAK Kembali Mengesahkan ED SAK menjadi SAK

Pada tanggal 29 April 2010 kemarin, IAI menyampaikan informasi mengenai pengesahan atas beberapa PSAK dan ISAK yang sebelumnya telah diterbitkan ED nya. Berikut ini isi berita yang saya kutip dari situs IAI tersebut :

Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) kembali mengesahkan Eksposure draft Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menjadi SAK.

Standar Akuntansi Keuangan yang telah disahkan tersebut terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Pengesahan SAK merupakan salah satu proses konvergensi IFRS yang sedang dilaksanakan DSAK IAI.

PSAK dan ISAK yang disahkan pada tanggal 19 Pebruari 2010 adalah :

1. PSAK 7 (revisi 2010): Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

2. PSAK 23 (revisi 2010): Pendapatan

3. PSAK 19 (revisi 2010): Aset Takberwujud

4. ISAK 14: Aset TakBerwujud – Biaya Situs Web

PSAK yang disahkan pada tanggal 3 Maret 2010 adalah PSAK 22 (revisi 2010): Kombinasi Bisnis

Sedangkan PSAK dan ISAK yang disahkan pada tanggal 23 Maret 2010 adalah :

1. PSAK 10 (revisi 2010): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing

2. ISAK 13: Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

PSAK dan ISAK yang telah disahkan tersebut merupakan adopsi atas IFRSs per 1 Januari 2009.

Sumber : Situs IAI

Thursday, February 11, 2010

PSAK Terbaru 2010 (edisi satuan)

Berikut adalah daftar sembilan belas produk DSAK IAI terbitan IAI Terbaru tahun 2010 (edisi satuan) yang telah tersedia untuk dipesan yaitu: 10 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), 5 Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), dan 4 Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) yang telah disahkan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 23 Desember 2009 lalu.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) : 

  1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
  3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
  4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
  5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
  6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
  7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
  8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
  9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
  10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) :

  1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
  2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
  3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
  4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
  5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) :

  1. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
  2. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
  3. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
  4. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

Untuk pembelian dapat menghubungi IAI Pusat, Grha Akuntan, Jl. Sindanglaya No. 1, Menteng: Telp. 021 31904232 ext. 145/136.

Form pemesanan dapat didownload dari  website IAI

Thursday, January 21, 2010

Sembilan Belas Produk Baru DSAK IAI

Berikut adalah daftar sembilan belas produk DSAK yang telah disahkan DSAK pada tanggal 23 Desember 2009 lalu, yaitu 10 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), 5 Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), dan 4 Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).

PSAK yang telah disahkan DSAK IAI adalah:

  1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
  3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
  4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
  5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
  6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entoitas Asosiasi
  7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
  8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
  9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
  10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
ISAK yang telah disahkan DSAK IAI:
  1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
  2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
  3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
  4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
  5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PPSAK yang telah disahkan DSAK IAI:

  1. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
  2. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
  3. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
  4. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

Edisi Satuan PSAK baru ini akan segera diterbitkan oleh IAI.
Untuk pemesanan dapat menghubungi IAI: Telp. 021 31904232 ext. 145.

Source : Ikatan Akuntan Indonesia (www.iaiglobal.or.id)

Monday, November 9, 2009

DSAK IAI kembali menerbitkan delapan ED produk DSAK berupa PSAK, PPSAK dan ISAK

Informasi yang saya peroleh melalui milis Forkap beberapa saat yang lalu, bahwa sejak 3 Nopember 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK IAI) kembali mengesahkan 8 Exposure Draft (ED) produk DSAK.

Sebelumnya DSAK IAI telah mengesahkan dan melaksanakan public hearing atas 12 ED produk DSAK pada tanggal 13 Oktober 2009 lalu.

Banyaknya ED yang disahkan ini merupakan pelaksanaan program konvergensi IFRS 2012 yang sedang dilaksanakan IAI.

Delapan ED yang baru disahkan oleh DSAK IAI adalah sebagai berikut:

  1. ED PSAK 10 (revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing
  2. ED ISAK 13: Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
  3. ED PPSAK No. 4: Pencabutan PSAK 31 (2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
  4. ED PPSAK No. 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16
    PSAK NO. 55 (1999) Tentang Instrumen Derivatif Melekat Pada Kontrak Dalam Mata Uang Asing
  5. ED PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset.
  6. ED PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
  7. ED PSAK 2: Laporan Arus Kas
  8. ED ISAK 7: Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus

File ED tersebut dapat didownload di website IAI pada menu Prinsip Akuntansi atau silakan klik link berikut http://www.iaigloba l.or.id/prinsip_ akuntansi/ exposure. php

Penyebaran ED ini merupakan bagian dari due process procedure penyusunan PSAK yang berujuan untuk mendapatkan masukan dari publik sebelum menjadi PSAK. Saran dan masukkan dari publik terkait dengan penerbitan eksposure draft diharapkan dapat disampaikan kepada DSAK IAI sesuai batas waktu yang tercantum dalam ED, yaitu bervariasi pada bulan Desember 2009 serta Januari 2010.

Selanjutnya DSAK IAI akan melaksanakan Public Hearing untuk menyampaikan materi ED kepada seluruh stakeholders IAI serta mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
Public Hearing Eksposure Draft PSAK, ISAK dan PPSAK akan diadakan pada hari Selasa, 24 Nopember 2009, Pukul 14.00-17.00. bertempat di Financial Hall, Graha Niaga, Jakarta.

Bagi publik yang berminat menghadiri public hearing dapat mengisi file undangan yang bisa didownload pada file dibawah ini, dan menyampaikan konfirmasinya kepada IAI.

Wednesday, September 30, 2009

DSAK mengeluarkan ED 6 PSAK, 4 ISAK, dan 2 PPSAK

Dipublikasikan di website IAI pada tanggal 15 September 2009 kemarin.

DSAK IAI telah mengesahkan 6 Eksposure Draft PSAK:

1. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi

2. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi pada Entitas Asosiasi

3. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama

4. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

5. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

6. PSAK 57 (revisi 2009): Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi dan Aset Kontinjensi

Sedangkan 4 (empat) Eksposure Draft ISAK yang disahkan sebagai berikut:

1. ISAK 09: Perubahan atas Kewajiban Aktivitas Purna Operasi, Restorasi dan Kewajiban Serupa

2. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan

3. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik

4. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

Selain itu, juga disahkan 2 (dua) Eksposure Draft PPSAK:

1. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 41 : Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang

2. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah

Disahkannya 6 ED PSAK, 4 ED ISAK, dan 2 ED PPSAK merupakan program konvergensi IFRS yang sedang dilaksanakan DSAK saat ini.

Untuk mendownload file-file Eksposure Draft PSAK, ISAK, dan PPSAK silakan klik link berikut : http://www.iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/exposure.php

Undangan Public Hearing akan dilaksanakan pada hari Selasa, 13 Oktober 2009 mulai pukul 09.00 – 15.00 WIB bertempat di Financial Hall, Lt. 2, Graha Niaga.

Tanggapana tertulis atas draft ini paling lambat diterima tanggal 30 Nopember 2009.

Sumber : Website IAI.

Wednesday, July 22, 2009

Penerbitan PPSAK No. 1 tentang Pencabutan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37

Pada tanggal 31 Maret 2009 kemarin (baca posting saya sebelumnya : Rencana Penarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37), DSAK-IAI telah mengumumkan rencana penarikan atas PSAK 32 : Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 : Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 : Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol.

Selanjutnya, pada tanggal 16 Juni 2009, DSAK-IAI telah menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) No. 1 tentang Pencabutan PSAK 32 : Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 : Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi dan PSAK 37 : Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol.

Adapun dasar pertimbangan pencabutan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 seperti yang dijelaskan dalam paragraf 05 PPSAK No. 1 tersebut adalah :

(1) Dampak dari konvergensi ke standar akuntansi internasional (International Reporting Standard atau IFRS) yang mengakibatkan perlunya pencabutan PSAK untuk suatu industri tertentu yang sudah ada pengaturannya dalam PSAK lain yang mengacu ke IFRS.

(2) Adanya inkonsistensi antara pengaturan dalam PSAK 32, 35 dan 37 dengan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan PSAK lain.

(3) Adanya tumpang tindih pengaturan dalam PSAK 32, 35 dan 37 dengan PSAK lain untuk suatu transaksi dan peristiwa lainnya.

(4) Adanya perubahan konsep atau peraturan yang menjadi dasar penyusunan PSAK untuk suatu industri tertentu sehingga pengaturan dalam PSAK tersebut tidak sesuai dengan konsep atau peraturan yang ada sekarang.

Dalam Paragraf 06 PPSAK No. 1 tersebut diatur bahwa PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal efektif Pernyataan ini.

Pernyataan ini berlaku untuk semua entitas yang menerapkan PSAK 32, PSAK 35 atau PSAK 37 (par. 07).

Pengaturan untuk transaksi dan peristiwa lainnya yang ada dalam PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 mengacu ke PSAK lain yang relevan (par. 08).

Lebih lanjut dalam Paragraf 09 diatur bahwa Pernyataan ini diterapkan secara prospektif untuk transaksi dan peristiwa lainnya yang terjadi setelah tanggal efektif.

Untuk meningkatkan daya banding, maka entitas dianjurkan untuk menyajikan kembali laporan keuangan sajian untuk periode yang berakhir sebelum tanggal efektif. Dampak penerapan Pernyataan untuk periode sebelum periode sajian diakui dalam saldo laba awal periode sajian paling awal (par. 10).

Pencabutan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 berlaku efektif untuk periode pelaporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2010. Penerapan dini diperkenankan (Par. 11).

Adapun PPSAK No. 1 tersebut dapat didownload di situs IAI di sini >>

Friday, May 8, 2009

ED PSAK No. 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan

Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 21 April 2009 kemarin telah menyetujui Exposure Draft (ED) PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat.

ED PSAK 1 (Revisi 2009) : Penyajian Laporan Keuangan ini yang merupakan adopsi dari IAS 1 : Presentation of Financial Statements merevisi PSAK 1 (1998) : Penyajian Laporan Keuangan.

Secara umum perbedaan ED PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998) diantaranya adalah sebagai berikut :

1. ED PSAK 1 (Revisi 2009) mengadopsi IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009) sedangkan PSAK 1 (Revisi 1998) mengadopsi IAS 1 Disclosure of Accounting Policies (1997).

2. Penggantian istilah “Kewajiban” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “Liabilitas” pada ED PSAK 1 (Revisi 2009).

3. Pada ED PSAK 1 (revisi 2009) terdapat definisi istilah yang digunakan, yaitu laporan keuangan untuk tujuan umum, tidak praktis, standar akuntansi keuangan, material, catatan atas laporan keuangan, penghasilan komprehensif lain, pemilik, laba atau rugi sedangkan pada PSAK 1 (1998) tidak terdapat definisi istilah yang digunakan.

4. Menurut ED PSAK 1 (revisi 2009), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Liabilitas, Ekuitas, Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik serta Arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi : Aset, Kewajiban, Ekuitas, Pendapatan dan beban serta Arus Kas.

5. Mengenai tanggung jawab atas laporan keuangan, ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai pihak yang bertanggung jawab atas laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa manajemen bertanggung jawab atas laporan keuangan.

6. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap yaitu : (a) Laporan posisi keuangan (neraca), (b) Laporan laba rugi komprehensif, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas, (e) Catatan atas laporan keuangan, (f) Laporan posisi keuangan awal periode komparatif sajian akibat penerapan retrospektif, penyajian kembali, atau reklasifikasi pos-pos laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur mengenai komponen laporan keuangan yang lengkap meliputi : (a) Neraca, (b) Laporan laba rugi, (c) Laporan perubahan ekuitas, (d) Laporan arus kas serta (e) Catatan atas laporan keuangan.

7. Mengenai Kepatuhan terhadap SAK, ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa entitas membuat pernyataan kepatuhan atas SAK dalam laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai laporan keuangan yang harus memuat pernyataan kepatuhan entitas atas SAK.

8. ED PSAK 1 (revisi 2009) mengatur bahwa penyimpangan dari suatu PSAK diijinkan jika kepatuhan atas PSAK tersebut bertentangan dengan tujuan laporan keuangan dalam KDPPLK, sedangkan PSAK 1 (1998) tidak mengatur mengenai penyimpangan dari suatu PSAK.

9. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur mengenai bagaiman memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK. Hal tersebut akan diatur dalam PSAK 25, jika PSAK 25 sudah mengadopsi IAS 8 terkini. Sedangkan PSAK 1 (1998) mencantumkan pengaturan bagaimana memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi ketika tidak diatur dalam suatu PSAK.

10. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.

11. ED PSAK 1 (revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah “Pos Luar Biasa”, sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut.

Perbedaan ED PSAK 1 (revisi 2009) dengan PSAK 1 (revisi 1998) selengkapnya dapat dibaca pada ED PSAK 1 (revisi 2009) yang telah diterbitkan IAI dan dapat di-download melalui website resmi IAI di sini >>

Tanggapan tertulis atas ED PSAK 1 (revisi 2009) ini paling lambat diterima pada tanggal 30 September 2009. Tanggapan dapat dikirimkan ke : Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia, Jl. Sindanglaya No. 1, Menteng, Jakarta 10310, Fax : 62-21 724-5078, Email : iai-info@iaiglobal.or.id.

Wednesday, April 1, 2009

Rencana penarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37

Selain pengumuman penerbitan PSAK 26 (Revisi 2008) Biaya Pinjaman yang menggantikan PSAK 26 (1997) Biaya Pinjaman, DSAK-IAI pada tanggal 31 Maret 2009 kemarin juga mengumumkan "Rencana penarikan atas PSAK 32 : Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 : Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 : Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol".

Adapun alasan DSAK-IAI berkaitan dengan rencana penarikan beberapa PSAK tersebut adalah :

1)  Program konvergensi ke IFRS yang akan diterapkan secara penuh pada tahun 2012;

2)  Pengaturan akuntansi dalam PSAK 32, PSAK 35, dan PSAK 37 telah diatur dalam PSAK-PSAK lain;

3)  PSAK akan mengatur perlakuan akuntansi atas transaksi bukan didasarkan pada jenis industri dan bersifat principle-based.

Ketentuan Transisi

Penarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 diterapkan secara prospektif. Penerapan retrospektif diperkenankan.

Tanggal Efektif

Penarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 berlaku untuk laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010. Penerapan lebih dini diperkenankan.

Public Hearing

Public Hearing atas rencana penarikan PSAK 32, PSAK 35 dan PSAK 37 akan dilakukan pada :

Hari/tanggal : Selasa/28 April 2009, Pukul : 14.00 s.d 17.00 WIB bertempat di Auditorium Binakarna Lt. 1, Hotel Bumi Karsa Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 71-73 Jakarta Selatan.

Adapun formulir pendaftaran public hearing tersebut dapat diunduh di website IAI di sini >>

Saturday, January 17, 2009

Perubahan tarif pajak berdasarkan UU No. 36 tahun 2008, perhitungan pajak tangguhan harus disesuaikan ?

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak baik untuk WP Perseorangan (WP Orang Pribadi) maupun WP Badan telah terjadi perubahan.

Khusus untuk WP Badan sebelumnya berlaku tarif progresif yaitu 10%, 15% dan 30% [UU No. 17 tahun 2000 pasal 17 ayat (1b)], sedangkan berdasarkan Pasal 17 ayat (1b) UU No. 36 tahun 2008 dikenakan tarif tunggal sebesar 28%. Kemudian, dalam ayat 2a diatur lebih lanjut bahwa mulai tahun pajak 2010 tarif yang berlaku diturunkan lagi menjadi 25%.

UU No. 36 tahun 2008 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Lantas, apakah perubahan tarif tersebut akan mempengaruhi perhitungan pajak tangguhan (deferred tax) ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita simak kembali pengaturan dalam PSAK terkait yaitu PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan.

PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan (Reformat 2007) dalam paragraf 29 mengatur bahwa kewajiban (aset) pajak kini untuk periode berjalan dan periode sebelumnya diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak), yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak (peraturan pajak) yang berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

Selanjutnya, dalam paragraf 30 dijelaskan bahwa aset dan kewajiban pajak tangguhan harus diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak (peraturan pajak) yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

Kemudian, dalam paragaraf 31 dijelaskan juga bahwa aset dan kewajiban pajak, baik yang bersifat kini maupun tangguhan, dihitung dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku. Apabila tarif pajak (dan peraturan pajak) baru telah diumumkan oleh pemerintah, maka dapat dianggap bahwa tarif (dan peraturan) tersebut telah secara substantif berlaku [walaupun berlakunya tarif (dan peraturan) tersebut secara efektif mungkin saja masih beberapa bulan sesudah pengumumannya]. Dalam hal tersebut aset dan kewajiban pajak harus dihitung dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) baru yang telah dinyatakan berlaku.

Paragraf 32 menjelaskan bahwa apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba fiskal yang berbeda, maka aset dan kewajiban pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang akan dikenakan terhadap laba fiskal (rugi pajak) pada saat perbedaan temporer membalik (reverse).

Sedangkan paragraf selanjutnya yaitu par. 33 mengatur bahwa aset dan kewajiban pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aset atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan perusahaan pada tanggal neraca.

Dari uraian di atas, jelas bahwa atas perubahan tarif pajak untuk WP Badan dari sebelumnya dikenakan tarif progresif menjadi tarif tunggal yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, maka atas penyajian Pajak Tangguhan tahun 2008 harus dilakukan penyesuaian sesuai dengan pengaturan dalam PSAK No. 46 (Hrd). ***

Wednesday, December 3, 2008

Pokok-pokok perubahan PSAK 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap

PSAK 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap yang telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 29 Mei 2007 menggantikan PSAK No. 16 (1994) tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain serta PSAK No. 17 (1994) tentang Akuntansi Penyusutan.

Pada dasarnya PSAK 16 (Revisi 2007) telah mengadopsi IAS 16 (2003) Property, Plant and Equipment.

Beberapa perubahan mendasar dari PSAK 16 (2007) dibandingkan dengan PSAK 16 (1994) diantaranya adalah :

1. PSAK No. 17 (1994) tentang Akuntansi Penyusutan dihilangkan dan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap.

2. Penggantian penggunaan istilah “Aktiva” menjadi Aset dalam seluruh PSAK

3. Komponen Biaya Perolehan Aset Tetap - Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung sebagai komponen biaya perolehan aset tetap termasuk (a) biaya imbalan kerja (seperti yang didefinisikan dalam PSAK No. 24 tentang Imbalan Kerja) yang timbul secara langsung dari pembangunan atau akuisisi aset tetap, serta (b) biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil bersih penjualan produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian tersebut (PSAK 16 (2007) Par. 17). Kedua point tersebut tidak termasuk dalam PSAK 16 sebelumnya (lihat PSAK 16 (1994) Par. 14)

4. Bukan Komponen Biaya Perolehan Aset Tetap - Sebagian kegiatan terjadi sehubungan dengan pembangunan atau pengembangan suatu aset tetap, tetapi tidak dimaksudkan untuk membawa aset tersebut ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Kegiatan insidental ini mungkin terjadi sebelum atau selama konstruksi atau aktivitas pengembangan. Contoh, penghasilan yang diperoleh dari penggunaan lahan lokasi bangunan sebagai tempat parkir mobil sampai pembangunan dimulai. Karena kegiatan insidental ini tidak dimaksudkan untuk membawa aset tersebut ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen, penghasilan dan beban yang terkait dari kegiatan insidental diakui dalam laporan laba rugi dan diklasifikasikan dalam penghasilan dan beban (Par. 21). PSAK No. 16 (1994) sebelumnya tidak mengatur mengenai hal ini.

5. Pertukaran Aset Tetap – PSAK No. 16 (1994) sebelumnya membedakan perlakuan pencatatan atas pertukaran aktiva tetap yang sejenis/serupa (Par.21) serta pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis/tidak serupa (Par. 20), sedangkan PSAK 16 (revisi 2007) tidak membedakannya.

Par. 24 PSAK 16 (revisi 2007) mengatur bahwa untuk pertukaran aset tetap, biaya perolehan diukur pada nilai wajar kecuali (a) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau (b) nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara andal.

6. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal – PSAK 16 (revisi 2007) Par. 15 maupun PSAK 16 (1994) sebelumnya (Par. 13) mengatur bahwa suatu aset tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset (aktiva) pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.

PSAK 16 (revisi 2007) dalam Par. 29 mengatur mengenai Pengukuran Setelah Pengakuan Awal Aset Tetap, “Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) dalam par. 30 atau model revaluasi (revaluation model) dalam par. 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.”

Jadi, berdasarkan PSAK 16 (revisi 2007), entitas mempunyai 2 pilihan pencatatan akuntansi untuk pengukuran aset tetap setelah pengakuan awal, yaitu (a) model biaya atau (b) model revaluasi.

Sedangkan PSAK 16 (1994) sebelumnya pada dasarnya tidak memperbolehkan penggunaan model revaluasi dalam pengukuran aktiva tetap.

“Penilaian kembali atau revaluasi aktiva tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aktiva tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai buku (nilai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama “Selisih penilaian kembali aktiva tetap.”

7. Telaah Ulang Nilai Residu, Umur Manfaat dan Metode Penyusutan – PSAK 16 (revisi 2007) Par. 54 mengatur bahwa “nilai residu dan umur manfaat setiap aset tetap harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila ternyata hasil review berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi.”

Kemudian Par. 64 mengatur bahwa “metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan, apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai dengan PSAK No. 25

Sedangkan PSAK 16 (1994) sebelumnya dalam Par. 39 mengatur bahwa “masa manfaat suatu aktiva tetap harus ditelaah ulang secara periodik dan, jika harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.”

Par. 42 PSAK 16 (1994) mengatur bahwa “metode penyusutan yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik dan jika terdapat suatu perubahan signifikan dalam pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu perubahan kebijakan akuntansi dan dilaporkan sesuai dengan PSAK No. 25, dan beban penyusutan untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.”

8. PSAK 16 (Revisi 2007) Par. 45 mengatur bahwa : Jika dalam suatu entitas terdapat aset tetap yang tersedia untuk dijual, maka perlakuan akuntansi untuk aset tersebut adalah sebagai berikut :

a) Diakui pada saat dilakukan penghentian operasi;

b) Diukur sebesar nilai yang lebih rendah dari jumlah tercatatnya dibandingkan dengan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya-biaya penjualan aset tersebut;

c) Disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya akan dipulihkan melalui transaksi penjualan dari penggunaan lebih lanjut; dan

d) Diungkapkan dalam laporan keuangan dalam rangka evaluasi dampak penghentian operasi dan pelepasan aset (aset tidak lancar)

Par. 45 yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi untuk aset tetap yang tersedia untuk dijual ini mengacu ke paragraph 6, 15 dan 30 dari IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations).

9. Penyusutan – PSAK 16 (Revisi 2007) par. 46 mengatur bahwa “setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah.” Sedangkan dalam PSAK 16 (1994) sebelumnya tidak diatur.

10. Aktiva Lain-lain – PSAK 16 (1994) sebelumnya mengatur mengenai Aktiva Lain-lain sedangkan dalam PSAK 16 (revisi 2007) tidak diatur.

11. PSAK 16 (Revisi 2007) ini berlaku efektif untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.

Tuesday, September 16, 2008

PMK No. 79 tahun 2008 (versus PSAK 16 revisi 2007), apakah memang perlu direvisi ? (bagian 2 dari 2 tulisan)

Perbedaan lainnya yang menjadi permasalahan adalah pengaturan menurut Pasal 9 ayat (1) PMK 79/2008 yang menyatakan bahwa selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal …….. “ (lihat point 7). Sedangkan PSAK 16/2007 mengatur pencatatan selisih revaluasi aset terutama dalam par. 39 dan par. 40.

Dalam par. 39 PSAK 16/2007 diatur bahwa jika jumlah tercatat aset meningkat akibat revaluasi, kenaikan tersebut langsung dikredit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam laporan laba rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aset akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam laporan laba rugi.

Selanjutnya, par. 40 mengatur bahwa jika jumlah tercatat aset turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam laporan laba rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi untuk aset tersebut.

Dari pengaturan kedua paragraf PSAK 16/2007 tersebut, jelas akan terjadi perbedaan pengakuan saldo selisih revaluasi aktiva tetap dengan pengaturan menurut PMK 79/2008.

Selain itu, perlu diperhatikan juga pengaturan masa transisi penerapan PSAK 16/2007 dalam par. 84 yang menggariskan bahwa perusahaan yang sebelumnya pernah melakukan revaluasi aset tetap dan masih memiliki saldo selisih nilai revaluasi aset tetap, maka pada saat penerapan pertama kali PSAK 16/2007 ini harus mereklasifikasi seluruh saldo selisih nilai revaluasi aset tetap tersebut ke saldo laba. (lihat tulisan saya sebelumnya : Masa transisi PSAK 16/2007, bagaimana penerapannya ?). Sedangkan PMK 79/2008 tidak mengatur mengenai hal ini.

PMK 79/2008 perlu (atau harus) direvisi ?

Ketidak-sinkronan antara pengaturan menurut PMK 79/2008 dengan PSAK 16/2007 seperti yang saya paparkan sebelumnya merupakan permasalahan yang banyak diprotes habis-habisan oleh para praktisi akuntansi di Indonesia.

Bapak Tarkosunaryo, partner KAP Syarief Basir & Rekan (a member of Russell Bedford International) dalam milis FORKAP beberapa waktu yang lalu mengusulkan agar PMK 79/2008 tersebut direvisi, terutama untuk pasal 9 yang menurut beliau sebaiknya dihapus atau direvisi karena kontradiktif dengan PSAK.

Dalam tulisannya yang dimuat majalah Akuntan Indonesia terbitan IAI Wilayah Jakarta dengan judul “Revaluasi Aset Tetap : Suatu Tinjauan dari Aspek Akuntansi dan Aspek Peraturan Perpajakan”, beliau memaparkan antara lain bahwa revisi pasal 9 PMK 79 tahun 2008 merupakan salah satu penyelesaian yang bijaksana agar perusahaan yang memilih model biaya atau yang mencatat properti investasi dengan menggunakan model revaluasian dapat melakukan penilaian kembali untuk tujuan perpajakan.”

Lebih lanjut, dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa “Bagaimana mencatat suatu transaksi dalam laporan keuangan akan lebih tepat bila diserahkan sepenuhnya dengan mengikuti standar akuntansi yang berlaku umum. Ini adalah domainnya akuntansi. Standar akuntansi telah disusun melalui proses yang cermat, mempertimbangkan berbagai macam aspek dan frame work yang jelas serta melibatkan semua stakeholdernya.”

Ika Fransisca, dosen luar biasa pada Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala Surabaya serta Wan Juli, tax manager pada Purwantono, Sarwoko, Sandjaja Consult dalam tulisannya berjudul “PMK No. 79/2008, Tidak Sejalan dengan PSAK ?” yang dimuat dalam Indonesian Tax Review Volume I/Edisi 09/2008 memaparkan antara lain bahwa ketidaksejalanan antara PSAK 16/2007 dengan PMK 79/2008 hampir pasti berujung pada banyaknya kesulitan, terutama yang terkait dengan penerapan dampak pajak tangguhan seperti yang diatur dalam PSAK 46 Akuntansi Pajak Tangguhan.

Dalam rezim yang lama, yaitu PSAK 16 sebelum revisi dan KMK No. 486/KMK.03/2002, hampir pasti kedua ketentuan itu sejalan sehingga koreksi atas aktiva tetap dan penyusutannya (perbedaan penyusutan fiskal dan komersial) umumnya hanya menimbulkan beda waktu saja, dan tentu saja, aktiva dan kewajiban pajak tangguhan. Namun berdasarkan rezim baru ini, PSAK revisi dan PMK No. 79/PMK.03/2008, hampir bisa dipastikan bahwa atas koreksi di aktiva tetap dan penyusutan, sebagai akibat adanya revaluasi itu, akan mengakibatkan beda waktu sekaligus beda tetap. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan komersial melakukan revaluasi, sekalipun fiskal tidak, ataupun sebaliknya (fiskal melakukan revaluasi tetapi komersial tidak).

Lebih lanjut, dalam tulisan tersebut juga dijelaskan bahwa revaluasi juga mengakibatkan adanya risiko lain yaitu timbulnya salah interpretasi dari pihak fiskus setelah melihat neraca Wajib Pajak. Kesalahan interpretasi ini muncul akibat adanya selisih revaluasi yang tidak didukung dengan pembayaran PPh Final, karena mungkin WP tersebut tidak mengajukan permohonan revaluasi ke DJP.

Jadi, sebagai penutup, menurut saya, sudah saatnya pihak IAI dan Dirjen Pajak duduk bersama membahas kembali masalah ini. Kalau tidak, buntutnya para praktisi akuntansi di Indonesia bakalan pusing tujuh keliling terutama dalam menghitung dan membukukan efek pajak tangguhan atas revaluasi aset tersebut. Cape deh. (Hrd) ***

Catatan kaki : berdasarkan polling yang saya lakukan, 100 % persen responden (walaupun hanya 9 partisipan sampai dengan saat ini) menyatakan bahwa PMK 79/2008 perlu direvisi

Friday, September 12, 2008

Pengakuan Unsur-unsur Laporan Keuangan menurut PSAK

Asumsi Dasar Penyusunan Laporan Keuangan

Dasar Akrual

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar)) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.

Penyusunan laporan keuangan dengan dasar akrual akan memberikan informasi yang lebih akurat kepada pengguna laporan keuangan karena tidak hanya memberikan informasi atas transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan.

Kelangsungan Usaha (Going Concern)

Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha perusahaan dan akan melanjutkan usahanya di masa depan.

Karena itu, perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya.

Jika maksud atau keinginan tersebut timbul, laporan keuangan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

Unsur-unsur Laporan Keuangan

Unsur laporan keuangan yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset, kewajiban dan ekuitas. Sedangkan unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan laba rugi adalah penghasilan dan beban.

Definisi dari setiap unsur laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan

2. Kewajiban adalah hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi.

3. Ekuitas adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban

4. Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal

5. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

Pengakuan Aset

Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

Aset tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam perusahaan setelah periode akuntansi berjalan.

Sebagai alternatif, transaksi semacam ini menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi.

Pengakuan Kewajiban

Kewajiban diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

Pengakuan Penghasilan

Penghasilan diakui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan kenaikan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.

Ini berarti, pengakuan penghasilan terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan kewajiban.

Pengakuan Beban

Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.

Ini berarti, pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset.

Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh (matching of costs with revenues).