Monday, August 20, 2018

Perikatan Audit Tahun Pertama, bagaimana prosedur auditnya ?

Jika sekiranya kita ditugaskan untuk mengaudit laporan keuangan sebuah perusahaan untuk tahun berjalan, sedangkan laporan keuangan tahun lalu sudah diaudit oleh auditor dari KAP Lain (auditor pendahulu), apakah ada prosedur audit tertentu yang harus kita lakukan selaku auditor pengganti berkaitan dengan laporan keuangan tahun lalu yang sudah diaudit tersebut ? Bagaimana pula jika sekiranya laporan keuangan tahun lalu tidak diaudit ? Apakah kita perlu untuk melakukan prosedur audit tertentu atas laporan keuangan yang tidak diaudit tersebut ?

Standar Audit (SA) 510, “Perikatan Audit Tahun Pertama – Saldo Awal” mengatur mengenai prosedur audit serta tanggung jawab auditor yang berhubungan dengan saldo awal dalam perikatan audit tahun pertama.

Pengertian Perikatan Audit Tahun Pertama berdasarkan SA 510 adalah :

  • Laporan keuangan utnuk periode lalu tidak diaudit, atau
  • Laporan keuangan untuk periode lalu diaudit oleh auditor pendahulu.

Berkaitan dengan Saldo Awal, SA 510 mengatur beberapa prosedur audit yang harus dilakukan oleh auditor pengganti. Yang pertama, auditor harus membaca laporan keuangan terkini, jika ada, dan laporan auditor pendahulu, jika ada, untuk informasi yang relevan dengan saldo awal, termasuk pengungkapan.

Kemudian, auditor juga diharuskan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang apakah saldo awal mengandung kesalahan penyajian material dan berdampak terhadap laporan keuangan periode berjalan, dengan :

  1. Menentukan apakah saldo akhir periode lalu secara benar telah dipindahkan ke periode berjalan atau, jika tepat ,telah disajikan kembali;
  2. Menentukan apakah saldo awal telah mencerminkan penerapan kebijakan akuntansi yang semestinya; dan
  3. Melakukan satu atau lebih hal berikut :
    • Mereviu kertas kerja auditor pendahulu untuk memperoleh bukti yang terkait dengan saldo awal, jika laporan keuangan tahun lalu telah diaudit;
    • Mengevaluasi apakah prosedur audit yang dilakukan dalam periode berjalan menyediakan bukti yang relevan dengan saldo awal; atau
    • Melakukan prosedur audit spesifik untuk memperoleh bukti yang terkait dengan saldo awal

Jika auditor memperoleh bukti audit bahwa saldo awal mengandung kesalahan penyajian yang dapat secara material berdampak terhadap laporan keuangan periode berjalan, auditor harus melakukan prosedur audit tambahan yang diperlukan dalam kondisi tersebut untuk menentukan dampaknya terhadap laporan keuangan periode berjalan. Jika auditor menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian tersebut ada dalam laporan keuangan periode berjalan, auditor harus mengomunikasikan kesalahan penyajian tersebut kepada tingkat manajemen yang semestinya dan pihak yang bertangung jawab atas tata kelola berdasarkan SA 450, “Pengevaluasian atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi Selama Audit”.

Paragraf 8 SA 510 menyatakan bahwa auditor harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan tepat tentang apakah kebijakan akuntansi yang tercermin dalam saldo awal telah diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan periode berjalan, dan apakah perubahan kebijakan akuntansi telah dicatat dengan tepat serta disajikan dan diungkapkan secara memadai sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Jika laporan keuangan periode lalu telah diaudit oleh auditor pendahulu dan terdapat modifikasi terhadap opini, auditor harus mengevaluasi dampak atas hal yang menyebabkan modifikasi tersebut terhadap penilaian risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan periode berjalan berdasarkan SA 315, “Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman Entitas dan Lingkungannya”.

JIka auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang berkaitan dengan saldo awal, auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak menyatakan pendapat. Jika auditor menyimpulkan bahwa saldo awal mengandung kesalahan penyajian yang material terhadap laporan keuangan periode berjalan, dan dampak kesalahan penyajian tersebut tidak dicatat dengan tepat, atau tidak disajikan atau diungkapkan dengan memadai, maka auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak wajar (HRD).

Tuesday, August 14, 2018

Perkebunan Kelapa Sawit, bagaimana pengaturannya di dalam PSAK 69 ?

Tanaman Kelapa Sawit merupakan tanaman tahunan (perennial crop) yang memiliki periode pertumbuhan vegetatif pada awal pertumbuhan. Periode ini dikenal dengan tanaman belum menghasilkan (TBM). Selama periode TBM, biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan tanaman bersifat investasi jangka panjang. Biaya investasi tersebut memerlukan waktu pengembalian yang cukup lama, umumnya mencapai titik impas pada tahun ke-9 sejak tanam. Hal tersebut diasumsikan dengan jangka waktu mulai menghasilkan TBS sekitar 30-36 bulan sejak tanam di lapangan dan produksi per satuan luasnya sesuai dengan standar rata-rata nasional. Adanya sifat usaha jangka panjang tersebut membutuhkan akumulasi modal dan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan usaha tanaman semusim (annual crop) maupun rata-rata tanaman perkebunan lainnya.

Adapun produk dari perkebunan kelapa sawit pada tingkat perkebunan adalah berupa buah berbentuk Tandan Buah Segar (TBS). TBS diolah di unit ekstraksi menjadi produk setengah jadi yang berbentuk minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan inti kelapa sawit (palm kernel). Selanjutnya, minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dapat diolah menjadi bermacam-macam produk lanjutan.

Kurva profil produksi kelapa sawit selama 1 siklus dimulai dari saat tanaman menghasilkan TBS sampai saat-saat akan diremajakan (replanting). Tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit akan meningkat secara tajam dari umur 3-7 tahun (periode tanaman muda), mencapai tingkat produksi maksimal pada umur sekitar 15 tahun (periode tanaman remaja), dan mulai menurun secara gradual pada periode tanaman tua sampai saat-saat menjelang peremajaan (replanting)

Demikian sekilas gambaran karakteristik tanaman kelapa sawit yang saya kutip dari buku “Panduan Lengkap Kelapa Sawit – Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir” karangan Iyung Pahan.

Berbicara standar akuntansi, terutama dengan berlakunya PSAK 69 tentang Agrikultur sejak 1 Januari 2018, perusahaan yang bidang usahanya terkait dengan aktivitas agrikultur dituntut untuk mereview kembali sejauh mana dampak dari PSAK 69 ini terhadap bidang usahanya. Terkait dengan judul tulisan ini, lebih lanjut saya akan membahas bagaimana dampak penerapan PSAK 69 terhadap perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan kelapa sawit.

PSAK 69 diterapkan atas pencatatan akuntansi yang terkait dengan aktivitas agrikultur untuk ASET BIOLOGIS, kecuali untuk TANAMAN PRODUKTIF (bearer plants) serta PRODUK AGRIKULTUR pada titik panen.

Aset Biologis didefinisikan dalam PSAK 69 sebagai hewan atau tanaman hidup. Contohnya adalah Domba, Pohon dalam Hutan Kayu, Sapi Perah, Tanaman Kapas, Tebu, Tanaman Tembakau, Tanaman Teh, Tanaman Buah-Buahan, Pohon Kelapa Sawit, Pohon Karet dan lainnya.

Produk Agrikultur adalah produk yang dipanen dari aset biologis milik perusahaan. Contoh produk agrikultur adalah Wol yang merupakan hasil produk dari Domba, Susu sebagai hasil produk dari Sapi Perah, Daun Tembakau sebagai hasil produk dari Tanaman Tembakau, Tandan Buah Segar sebagai hasil produk dari Pohon Kelapa Sawit.

Lebih lanjut, paragraf 4 PSAK 69 menjelaskan bahwa beberapa tanaman, sebagai contoh, tanaman teh, tanaman anggur, POHON KELAPA SAWIT, dan pohon karet, biasanya memenuhi definisi TANAMAN PRODUKTIF (bearer plants) dan termasuk dalam ruang lingkup Amandemen PSAK 16 : Aset Tetap tentang Agrikultur : Tanaman Produktif. Namun, produk yang tumbuh pada tanaman produktif, sebagai contoh, daun teh, buah anggur, TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT, dan getah karet termasuk dalam ruang lingkup PSAK 69 : Agrikultur.

Paragraf 5 PSAK 69 memberikan definisi TANAMAN PRODUKTIF sebagai tanaman hidup yang :

  1. digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur;
  2. diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode; dan
  3. memiliki kemungkinan yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultur, kecuali untuk penjualan sisa yang insidental

Seluruh kriteria di atas harus terpenuhi bagi suatu tanaman aset biologis untuk diklasifikasikan sebagai tanaman produktif. Dari penjelasan mengenai karakteristik Tanaman Kelapa Sawit di atas, maka Tanaman Kelapa Sawit memenuhi seluruh kriteria untuk diklasifikasikan sebagai TANAMAN PRODUKTIF. Dengan demikian, pencatatan akuntansi untuk Tanaman Kelapa Sawit harus mengacu ke pengaturan dalam Amandemen PSAK 16 : Aset Tetap tentang Agrikultur : Tanaman Produktif, bukan mengacu ke PSAK 69. Namun, produk yang tumbuh pada tanaman kelapa sawit berupa Tandan Buah Segar yang belum dipanen merupakan aset biologis yang diatur dalam PSAK 69. Begitu juga dengan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit yang dipanen pada titik panen merupakan PRODUK AGRIKULTUR yang juga pencatatan akuntansinya harus mengikuti ketentuan dalam PSAK 69 (HRD).