Showing posts with label PSAK 16. Show all posts
Showing posts with label PSAK 16. Show all posts

Thursday, August 29, 2024

Menentukan Keandalan Biaya Perolehan Aset Tetap

PSAK 16 dalam paragraf 07 mengatur bahwa untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu pengeluaran yang dilakukan Perusahaan harus memenuhi dua kriteria berikut ini :

  1. kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan
  2. biaya perolehannya dapat diukur secara andal
Definisi Biaya Perolehan menurut PSAK 16 adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain, contohnya PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham.

Lantas, bagaimana kriterianya dalam menentukan keandalan biaya perolehan aset tetap agar dapat memenuhi persyaratan pengakuan sebagai aset tetap ?

Adapun biaya perolehan mencakup semua pengeluaran yang diperlukan untuk memperoleh aset tetap dan membawa aset tetap tersebut ke kondisi yang diinginkan untuk dapat digunakan sesuai tujuan manajemen. Para.16 PSAK 16 menjelaskan bahwa biaya perolehan aset tetap meliputi :

  1. harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak dapat dikreditkan setelah dikurangi diskon dan potongan lain
  2. setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan supaya aset tersebut siap digunakan sesuai dengan intensi manajemen seperti biaya imbalan kerja, biaya penyiapan lahan untuk pabrik, biaya penanganan dan penyerahan awal, biaya instalasi dan perakitan, biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, fee profesional.
  3. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset tetap, kewajiban tersebut timbul ketika aset tetap diperoleh atau sebagai konsekuensi penggunaan aset tetap selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk memproduksi persediaan selama periode tersebut 
Agar biaya perolehan aset tetap dapat diakui dalam laporan keuangan perusahaan sebagai aset tetap, maka biaya tersebut harus dapat diukur secara andal.

Dapat diukur secara andal, berarti bahwa biaya tersebut harus :
  1. dapat diverifikasi dimana biaya yang diukur harus didasarkan pada bukti-bukti yang dapat diverifikasi seperti faktur pembelian, kontrak, atau dokumen lain yang mendukung pengeluaran yang dilakukan perusahaan
  2. objektif, dimana dalam hal ini pengukuran harus dilakukan dengan metode yang konsisten dan tidak bias, sehingga hasilnya mencerminkan nilai sebenarnya dari biaya yang dikeluarkan
  3. pasti dan tidak spekulatif, dalam hal ini pengukuran biaya harus memberikan hasil yang pasti dan tidak berdasarkan estimasi yang terlalu spekulatif ataupun tidak berdasar. Estimasi yang dipergunakan harus didasarkan pada informasi yang tersedia dan masuk akal
Jika suatu pengeluaran untuk biaya perolehan aset tetap tidak dapat diukur secara andal sesuai ketentuan dalam para.07 PSAK 16, maka pengeluaran tersebut tidak dapat diakui sebagai biaya perolehan aset tetap dalam laporan keuangan. Dalam kasus ini, pengeluaran yang terjadi mungkin harus diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya, bukan dicatat sebagai aset tetap (HRD).  

Monday, August 26, 2024

Menetapkan nilai tertentu sebagai Capital Expenditure dan Revenue Expenditure, apakah boleh ?

 Tidak jarang ditemukan dalam kebijakan akuntansi sebuah Perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dengan penentuan pengeluaran nilai rupiah tertentu sebagai Capital Expenditure (Belanja Modal) dan sebaliknya pengeluaran di bawah nilai tersebut diperlakukan sebagai Revenue Expenditure (Belanja Operasional). Sebagai contoh, manajemen PT A menetapkan dalam kebijakan akuntansi terkait pengakuan aset tetap bahwa untuk pengeluaran pembelian barang minimal Rp 50 juta harus diperlakukan sebagai Capital Expenditure. Dengan demikian, untuk pengeluaran pembelian barang di bawah Rp 50 juta, tanpa memperhatikan sifat dan fungsi dari barang yang dibeli tersebut, bagian akuntansi akan langsung mencatat sebagai biaya operasional. Apakah perlakuan kebijakan akuntansi seperti ini sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, khususnya PSAK 16 tentang Aset Tetap ?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus merujuk ke persyaratan pengakuan sebagai aset tetap menurut ketentuan dalam PSAK 16.

Paragraf 07 PSAK 16 menjelaskan bahwa biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika :

(a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan

(b) biaya perolehannya dapat diukur secara andal

Selanjutnya dalam paragraf 08 dijelaskan bahwa suku cadang, peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diakui sesuai dengan PSAK 16 ketika memenuhi definisi dari aset tetap. Namun, jika tidak maka suku cadang peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diklasifikasikan sebagai persediaan.

PSAK 16 mendefinisikan Aset Tetap sebagai aset berwujud yang :

(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

(b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode

Dengan memperhatikan definisi dan syarat pengakuan Aset Tetap sesuai PSAK 16 seperti yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan manajemen Perusahaan dalam penentuan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure dengan semata-mata berdasarkan ukuran nilai rupiah dari pengeluaran yang dilakukan, tanpa memperhatikan sifat dan fungsi serta syarat pengakuan aset tetap sesuai para.07 PSAK 16 adalah tidak tepat. Jika kebijakan penentuan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure berdasarkan nilai rupiah pengeluaran diterapkan semata-mata untuk kemudahan pencatatan akuntansi secara internal tentu saja tidak menjadi masalah, namun jika pencatatan akuntansi merujuk pada ketentuan dalam PSAK 16 maka kebijakan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure mau tidak mau harus mengacu ke persyaratan dalam para.07 PSAK 16 seperti yang dijelaskan sebelumnya (HRD).   

Thursday, April 28, 2022

Apa Saja Elemen Biaya Perolehan Aset Tetap

PSAK 16 tentang Aset Tetap mengatur bahwa pada saat pengakuan awal, aset tetap yang memenuhi kwalifikasi pengakuan sebagai aset diukur pada BIAYA PEROLEHAN,

Definisi Aset Tetap menurut PSAK 16 adalah aset berwujud yang :
  1. dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
  2. diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Sedangkan Biaya Perolehan didefinisikan sebagai jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain, contohnya PSAK 53 : Pembayaran Berbasis Saham

Paragraf 07 PSAK 16 mengatur bahwa biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
  1. kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan
  2. biaya perolehannya dapat diukur secara andal
Adapun elemen biaya perolehan aset tetap meliputi : 
  1. harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak dapat dikreditkan setelah dikurangi diskon dan potongan lain
  2. setiap biaya yang dapat diatribuskan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diperlukan supaya aset siap digunakan sesuai dengan intensi manajemen
  3. estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset tetap, kewajiban tersebut timbul ketika aset tetap diperoleh atau sebagai konsekuensi penggunaan aset tetap selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk memproduksi persediaan selama periode tersebut
Paragraf 17 PSAK 16 memberikan contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung ke dalam biaya perolehan aset tetap yaitu :
  • (a) biaya imbalan kerja (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 24: Imbalan Kerja) yang timbul secara langsung dari konstruksi atau perolehan aset tetap;
  • (b) biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
  • (c) biaya penanganan dan penyerahan awal;
  • (d) biaya instalasi dan perakitan;
  • (e) biaya pengujian apakah aset berfungsi dengan baik (yaitu menilai apakah kinerja teknis dan kinerja fisik aset sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif); dan
  • (f) fee profesional
Contoh biaya yang bukan merupakan biaya perolehan aset tetap adalah :
  • (a) biaya pembukaan fasilitas baru;
  • (b) biaya pengenalan produk atau jasa baru (termasuk biaya iklan dan aktivitas promosi);
  • (c) biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelas pelanggan baru (termasuk biaya pelatihan staf); dan
  • (d) biaya administrasi dan biaya overhead umum lain
Pengakuan biaya dalam jumlah tercatat aset tetap dihentikan ketika aset tetap tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diperlukan supaya aset siap digunakan sesuai dengan intensi manajamen (HRD) ***

Thursday, September 23, 2021

Akuntansi Hak atas Tanah sesuai PSAK 73

PSAK 73 tentang Sewa yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020 menggantikan PSAK 30 tentang Sewa dan beberapa interpretasi standar (ISAK) yang berlaku sebelumnya, dimana salah satunya adalah ISAK 25 tentang Hak atas Tanah.

Terkait dengan perlakuan akuntansi Hak atas Tanah, ISAK 25 mengatur bahwa :

  1. biaya perolehan hak atas tanah, termasuk biaya pengurusan legal hak atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali, diakui sebagai aset tetap jika memenuhi definisi aset tetap sesuai dengan PSAK 16 : Aset Tetap
  2. biaya perolehan hak atas tanah tidak didepresiasi dengan alasan umur ekonomik hak atas tanah yang tidak terbatas karena dapat terus diperpanjang dan diperbarui sesuai persyaratan peraturan perundang-undangan, kecuali terdapat bukti yang mengindikasikan umur ekonomik menjadi terbatas, dan
  3. biaya pengurusan perpanjangan atau pembaruan legal hak atas tanah diakui sebagai aset takberwujud dan diamortisasi sesuai PSAK 19 : Aset Takberwujud
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah dengan dicabutnya ISAK 25 bagaimana selanjutnya perlakuan akuntansi untuk biaya perolehan hak atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali serta biaya pengurusan perpanjangan atau pembaruan legal hak atas tanah ?

PSAK 73 dalam bagian Dasar Kesimpulan DK04 menjelaskan bahwa Basis for Conclusions IFRS 16 Leases paragraf BC139(b) mendeskripsikan dasar pemikiran IASB bahwa pencatatan suatu transaksi bergantung pada substansi dari transaksi tersebut, dan bukan pada bentuk legalnya. Konsekuensinya, jika suatu kontrak memberikan hak yang secara substansi merepresentasikan pembelian aset tetap, maka hak tersebut memenuhi definisi aset tetap dan dicatat sesuai dengan IAS 16 Property, Plant and Equipment (yang merupakan rujukan PSAK 16 : Aset Tetap), tanpa memperhatikan apakah hak kepemilikan legal aset tetap tersebut telah beralih. Selanjutnya, Basis for Conclusions IFRS 16 paragraf BC140 menegaskan bahwa IFRS 16 diterapkan untuk kontrak yang memberikan hak untuk menggunakan aset pendasar selama suatu jangka waktu tertentu, dan tidak diterapkan untuk transaksi yang mengalihkan pengendalian atas aset pendasar tersebut kepada entitas. Transaksi yang mengalihkan pengendalian atas aset pendasar tersebut merupakan penjualan atas pembelian aset yang masuk dalam ruang lingkup Pernyataan lain.

DSAK IAI mencermati bahwa beralihnya PENGENDALIAN atas aset pendasar menjadi pertimbangan utama dalam menentukan apakah transaksi tersebut merupakan pembelian aset tetap, atau merupakan transaksi sewa.

Dalam hal pola fakta untuk hak atas tanah yang bersifat sekunder, misalnya pada umumnya skema HGB di Indonesia, DSAK IAI mencermati indikasi yang kuat bahwa risiko dan manfaat secara substansi telah dialihkan kepada entitas yang memiliki hak tersebut. Sebagai contoh, pada umumnya HGB dapat dijual kembali oleh entitas dan entitas dapat menggunakan hak atas tanah tersebut sebagai jaminan atau kolateral. Selain itu, nilai kini dari hak residual tanah diperkirakan kecil karena hanya berupa biaya administrasi dan pajak terkait kepada pemerintah, dan bahwa biaya pengurusan perpanjangan HGB tidak substansial. Jika dianalisis secara menyeluruh menggunakan kriteria pengalihan pengendalian sebagaimana dibahas dalam paragraf DK05 PSAK 73, maka terdapat indikasi yang kuat bahwa dalam pola fakta tersebut pengendalian atas hak atas tanah telah beralih kepada entitas, karena entitas telah memperoleh kemampuan untuk mengarahkan penggunaan aset, dan memperoleh secara substansial seluruh sisa manfaat dari aset tersebut. Dalam pola fakta ini, entitas dapat menyimpulkan bahwa transaksi tersebut secara substansial menyerupai pembelian tanah, meskipun hak kepemilikan legal tidak berpindah kepada entitas, sehingga entitas menerapkan IAS 16 Property, Plant and Equipment.

Contoh pencatatan hak atas tanah sebagai Aset Hak-Guna sesuai PSAK 73 adalah dalam kasus pemberian hak sekunder di atas hak primer, seperti misalnya HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa transaksi yang terjadi tidak mengalihkan pengendalian atas aset pendasar (yaitu HPL), melainkan semata mengalihkan hak untuk menggunakan aset pendasar, sehingga entitas menerapkan perlakuan akuntansi atas transaksi sewa yang diatur dalam PSAK 73.

Demikian penjelasan perlakuan akuntansi untuk hak atas tanah sesuai pengaturan dalam PSAK 73 (HRD) ***