Showing posts with label Auditor. Show all posts
Showing posts with label Auditor. Show all posts

Tuesday, April 19, 2022

Konsep Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit (SA) 200 (Revisi 2021) tentang Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit dalam bagian Pendahuluan menjelaskan bahwa tujuan suatu audit adalah untuk meningkatkan tingkat keyakinan pengguna laporan keuangan yang dituju. Hal ini dicapai melalui pernyataan suatu opini oleh auditor tentang apakah laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan suatu kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Dalam hal kebanyakan kerangka bertujuan umum, opini tersebut adalah tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka tersebut. Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan SA dan ketentuan etika yang relevan memungkinkan auditor untuk merumuskan opini.

Paragraf 4 SA 200 menjelaskan bahwa laporan keuangan yang diaudit adalah milik entitas, yang disusun oleh manajemen entitas dengan pengawasan dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. SA tidak mengatur tanggung jawab manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, serta tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tanggung jawab mereka. Namun, suat audit berdasarkan SA dilaksanakan dengan premis bahwa manajemen dan, jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, mengakui tanggung jawab tertentu yang fundamental bagi pelaksanaan audit. Audit atas laporan keuangan tidak melepaskan manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dari tanggung jawab mereka.

Selanjutnya,  paragraf 5 mengatur bahwa sebagai basis untuk opini auditor, SA mengharuskan auditor untuk memeroleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan. Keyakinan memadai merupakan suatu tingkat keyakinan tinggi. Keyakinan tersebut diperoleh ketika auditor telah memeroleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menurunkan risiko audit (risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini yang tidak tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material) ke level rendah yang dapat diterima. Namun, keyakinan memadai bukan merupakan suatu tingkat keyakinan absolut, karena terdapat keterbatasan inheren dalam audit yang menghasilkan kebanyakan bukti audit, yang menjadi basis auditor dalam menarik kesimpulan dan merumuskan opini, bersifat persuasif daripada konklusif.

Seperti yang dijelaskan dalam paragraf 6 SA 200, konsep materialitas diterapkan oleh auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, serta dalam pengevaluasian dampak kesalahan penyajian dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, yang teridentifikasi terhadap laporan keuangan. Pada umumnya, kesalahan penyajian, termasuk penghilangan penyajian, dipandang material jika, baik secara individual maupun agregat, dapat diekspektasikan secara wajar akan memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil oleh pengguna berdasarkan laporan keuangan tersebut. Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya, dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan informasi keuangan pengguna laporan keuangan, serta oleh ukuran atau sifat suatu kesalahan penyajian, atau kombinasi dari keduanya. Oleh karena opini auditor berhubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan, auditor tidak bertanggung jawab untuk mendeteksi kesalahan penyajian yang tidak material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan.

Demikian sekilas gambaran konsep audit atas laporan keuangan perusahaan yang dilakukan auditor independen sesuai dengan pengaturan dalam SA 200 (Revisi 2021) yang perlu untuk dipahami oleh pengguna laporan keuangan maupun pihak manajemen perusahaan yang laporan keuangannya diaudit oleh auditor independen. Semoga bermanfaat (HRD) ***

Monday, April 4, 2022

Konsep Audit Berbasis Risiko (Risk-based Audit)

Seperti yang telah kita ketahui, sejak tanggal 1 Januari 2013 Indonesia secara resmi mengadopsi standar audit internasional yaitu ISA (International Standards on Auditing), sehingga dengan demikian audit atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen harus berpedoman kepada standar audit tersebut.

ISA adalah merupakan standar audit yang berbasis risiko. Teknik audit berbasis risiko (risk-based auditing) mendasarkan pelaksanaan prosedur audit sesuai dengan penilaian risiko (risk assessment) yang dilakukan oleh auditor untuk dapat mendeteksi apakah laporan keuangan yang disajikan oleh pihak manajemen perusahaan yang diaudit mengandung salah saji material atau tidak.

Theodorus M. Tuanakotta dalam bukunya "Audit Berbasis ISA" menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan risiko audit (audit risk) adalah risiko yang dihadapi oleh auditor karena memberikan opini audit yang tidak tepat atas laporan keuangan yang disalahsajikan secara material. Tujuan dilakukannya audit adalah untuk menekan risiko ini ke tingkat rendah yang dapat diterima oleh auditor.

Standar Audit (SA) 200 menjelaskan mengenai risiko audit sebagai risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini audit yang tidak tepat ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit merupakan suatu fungsi risiko kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.

Dari penjelasan di atas dapat diperoleh gambaran bahwa ada dua unsur utama dari risiko audit yang dihadapi auditor dalam pelaksanaan audit atas laporan keuangan perusahaan. Yang pertama berupa risiko kesalahan penyajian material yaitu risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material sebelum dilakukan audit. Risiko ini terdiri dari dua komponen, yaitu :

  1. risiko inheren (risiko bawaan)/ inherent risk
  2. risiko pengendalian/ control risk
SA 200 lebih lanjut menjelaskan bahwa risiko inheren adalah kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait. Sedangkan risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu kesalahan penyajian yang mungkin terjadi dalam suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya, tidak akan dapat dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi, secara tepat waktu oleh pengendalian internal perusahaan.

Jadi, risiko inheren dan risiko pengendalian berkaitan dengan perusahaan dan lingkungannya secara keseluruhan, dimana kedua risiko tersebut merupakan komponen dari risiko kesalahan penyajian yang material seperti yang dijelaskan di atas, yang sudah terkandung dalam laporan keuangan yang dipersiapkan oleh pihak manajemen perusahaan sebelum auditor independen melakukan prosedur auditnya.

Unsur kedua dari risiko audit berbasis ISA adalah berupa risiko deteksi, yaitu risiko bahwa prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor untuk menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang dapat diterima tidak akan mendeteksi suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian lainnya.

Jadi, risiko deteksi yang dihadapi auditor merupakan risiko yang timbul selama berlangsungnya pelaksanaan audit (dengan pelaksanaan prosedur-prosedur audit), dimana ada kemungkinan bahwa prosedur audit yang dirancang oleh auditor sendiri akan gagal untuk mendeteksi kesalahan penyajian material dari laporan keuangan yang diaudit.

Secara garis besar, ada 3 tahapan dalam melakukan audit berbasis risiko (risk-based audit) seperti yang dijabarkan dalam SA 200, sebagai berikut :
  1. mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, berdasarkan suatu pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal entitas/ risk assessment
  2. memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang apakah terdapat kesalahan penyajian material, melalui perancangan dan penerapan respons yang tepat terhadap risiko yang dinilai/ risk response
  3. merumuskan suatu opini atas laporan keuangan berdasarkan kesimpulan yang ditarik dari bukti audit yang diperoleh/ reporting
Opini audit yang diberikan oleh auditor independen adalah berdasarkan hasil evaluasi dari bukti audit yang cukup dan tepat yang diperoleh dari  hasil pelaksanaan risk assessment dan risk response. Demikian gambaran konsep audit berbasis risiko sesuai dengan ISA (HRD) **

Monday, August 20, 2018

Perikatan Audit Tahun Pertama, bagaimana prosedur auditnya ?

Jika sekiranya kita ditugaskan untuk mengaudit laporan keuangan sebuah perusahaan untuk tahun berjalan, sedangkan laporan keuangan tahun lalu sudah diaudit oleh auditor dari KAP Lain (auditor pendahulu), apakah ada prosedur audit tertentu yang harus kita lakukan selaku auditor pengganti berkaitan dengan laporan keuangan tahun lalu yang sudah diaudit tersebut ? Bagaimana pula jika sekiranya laporan keuangan tahun lalu tidak diaudit ? Apakah kita perlu untuk melakukan prosedur audit tertentu atas laporan keuangan yang tidak diaudit tersebut ?

Standar Audit (SA) 510, “Perikatan Audit Tahun Pertama – Saldo Awal” mengatur mengenai prosedur audit serta tanggung jawab auditor yang berhubungan dengan saldo awal dalam perikatan audit tahun pertama.

Pengertian Perikatan Audit Tahun Pertama berdasarkan SA 510 adalah :

  • Laporan keuangan utnuk periode lalu tidak diaudit, atau
  • Laporan keuangan untuk periode lalu diaudit oleh auditor pendahulu.

Berkaitan dengan Saldo Awal, SA 510 mengatur beberapa prosedur audit yang harus dilakukan oleh auditor pengganti. Yang pertama, auditor harus membaca laporan keuangan terkini, jika ada, dan laporan auditor pendahulu, jika ada, untuk informasi yang relevan dengan saldo awal, termasuk pengungkapan.

Kemudian, auditor juga diharuskan untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang apakah saldo awal mengandung kesalahan penyajian material dan berdampak terhadap laporan keuangan periode berjalan, dengan :

  1. Menentukan apakah saldo akhir periode lalu secara benar telah dipindahkan ke periode berjalan atau, jika tepat ,telah disajikan kembali;
  2. Menentukan apakah saldo awal telah mencerminkan penerapan kebijakan akuntansi yang semestinya; dan
  3. Melakukan satu atau lebih hal berikut :
    • Mereviu kertas kerja auditor pendahulu untuk memperoleh bukti yang terkait dengan saldo awal, jika laporan keuangan tahun lalu telah diaudit;
    • Mengevaluasi apakah prosedur audit yang dilakukan dalam periode berjalan menyediakan bukti yang relevan dengan saldo awal; atau
    • Melakukan prosedur audit spesifik untuk memperoleh bukti yang terkait dengan saldo awal

Jika auditor memperoleh bukti audit bahwa saldo awal mengandung kesalahan penyajian yang dapat secara material berdampak terhadap laporan keuangan periode berjalan, auditor harus melakukan prosedur audit tambahan yang diperlukan dalam kondisi tersebut untuk menentukan dampaknya terhadap laporan keuangan periode berjalan. Jika auditor menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian tersebut ada dalam laporan keuangan periode berjalan, auditor harus mengomunikasikan kesalahan penyajian tersebut kepada tingkat manajemen yang semestinya dan pihak yang bertangung jawab atas tata kelola berdasarkan SA 450, “Pengevaluasian atas Kesalahan Penyajian yang Diidentifikasi Selama Audit”.

Paragraf 8 SA 510 menyatakan bahwa auditor harus memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan tepat tentang apakah kebijakan akuntansi yang tercermin dalam saldo awal telah diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan periode berjalan, dan apakah perubahan kebijakan akuntansi telah dicatat dengan tepat serta disajikan dan diungkapkan secara memadai sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

Jika laporan keuangan periode lalu telah diaudit oleh auditor pendahulu dan terdapat modifikasi terhadap opini, auditor harus mengevaluasi dampak atas hal yang menyebabkan modifikasi tersebut terhadap penilaian risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan periode berjalan berdasarkan SA 315, “Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman Entitas dan Lingkungannya”.

JIka auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang berkaitan dengan saldo awal, auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak menyatakan pendapat. Jika auditor menyimpulkan bahwa saldo awal mengandung kesalahan penyajian yang material terhadap laporan keuangan periode berjalan, dan dampak kesalahan penyajian tersebut tidak dicatat dengan tepat, atau tidak disajikan atau diungkapkan dengan memadai, maka auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian atau opini tidak wajar (HRD).

Wednesday, April 29, 2015

Perubahan Aturan ROTASI Jasa Akuntan Publik

Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 5 Pebruari 2008 dalam Pasal 3 ayat (1) diatur bahwa :

Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut

Kemudian, dalam ayat (2) diatur bahwa :

Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut

Selanjutnya, dalam ayat (3) diatur bahwa :

Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut

Berdasarkan pengaturan dalam PMK No.17 tersebut di atas, sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya boleh mengaudit sebuah perusahaan paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut, sedangkan bagi Akuntan Publik (AP) di dalam KAP tersebut hanya diperbolehkan mengaudit paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Pada tanggal 6 April 2015, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik (PP 20/2015) yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-undang No.5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

Berkaitan dengan aturan rotasi jasa akuntan publik diatur dalam Pasal 11 PP 20/2015 tersebut, dimana dalam Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa :

Pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan Publik dibatasi paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut

Kemudian, dalam ayat (2) dijelaskan bahwa :

Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

  1. Industri di sektor Pasar Modal;
  2. Bank Umum;
  3. Dana Pensiun;
  4. Perusahaan Asuransi/Reasuransi; atau
  5. Badan Usaha Milik Negara

Selanjutnya, ayat (3) Pasal 11 PP 20/2015 tersebut menjelaskan bahwa :

Pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi

(PENJELASAN - Yang dimaksud dengan “Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi” adalah Akuntan Publik yang tidak menandatangani laporan auditor independen namun terlibat langsung dalam pemberian jasa, misal : Akuntan Publik yang merupakan partner in charge dalam suatu perikatan audit)

Lebih lanjut, ayat (4) menjelaskan bahwa :

Akuntan Publik dapat memberikan kembali jasa audit atas informasi keuangan historis terhadap entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 2 (dua) tahun buku berturut-turut tidak memberikan jasa tersebut

Pada bagian KETENTUAN PERALIHAN dalam Pasal 22 PP 20/2015 tersebut diatur bahwa :

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Akuntan Publik yang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas :

  1. untuk 1 (satu) tahun buku dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 4 (empat) tahun buku berikutnya
  2. untuk 2 (dua) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 3 (tiga) tahun buku berikutnya
  3. untuk 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 2 (dua) tahun buku berikutnya

PP 20/2015 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 6 April 2015.

Jika sebelumnya, berdasarkan PMK 17/2008 sebuah KAP dibatasi hanya boleh melakukan audit laporan keuangan historis perusahaan dalam 6 tahun berturut-turut dan AP dalam 3 tahun berturut-turut, maka berdasarkan PP 20/2015 ini tidak ada pembatasan lagi untuk KAP. Adapun pembatasan hanya berlaku untuk AP yaitu selama 5 tahun buku berturut-turut (HRD).

Friday, October 5, 2012

PRINSIP DASAR ETIKA PROFESI AKUNTAN PUBLIK

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 100.4 mengatur mengenai prinsip dasar etika profesi akuntan publik sebagai berikut :

  1. Prinsip INTEGRITAS. Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya
  2. Prinsip OBJEKTIVITAS. Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya
  3. Prinsip KOMPETENSI serta SIKAP KECERMATAN dan KEHATI-HATIAN PROFESIONAL (professional competence and due care). Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya
  4. Prinsip KERAHASIAAN. Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga
  5. Prinsip PERILAKU PROFESIONAL. Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Sumber : SPAP per 31 Maret 2011

Tuesday, April 5, 2011

Beberapa perubahan istilah yang perlu diperhatikan auditor berkaitan dengan penerbitan PSAK baru dan revisian yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2011

Sehubungan dengan telah diterbitkannya beberapa PSAK yang baru maupun yang direvisi sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, termasuk PSAK No. 1 (Revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan (PSAK No. 1R) serta PSAK No. 25 (Revisi 2009) tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan (PSAK No. 25R) oleh DSAK IAI yang berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, maka Dewan Standar Profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (DSP IAPI) melalui penerbitan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 77 tanggal 21 Maret 2011 telah melakukan beberapa penyesuaian sebagai berikut :

  1. mencabut Pernyataan Standar Auditing (PSA) tertentu yang sudah tidak relevan; serta
  2. melakukan pemuktahiran atas penggunaan frasa dan istilah tertentu yang terdapat dalam seluruh PSA, beserta interpretasi, lampiran dan contoh yang terdapat di dalamnya (secara kolektif disebut sebagai “Standar Auditing”).

Berkaitan dengan point 1 di atas, PSA yang dicabut berdasarkan PSA No. 77 adalah :

  • PSA No. 07 (SA Seksi 332), “Auditing Investasi”, karena sudah tidak relevan seiring dengan diterbitkannya PSAK No. 50 (Revisi 2006), “Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan” dan PSAK No. 55 (Revisi 2006), “Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran” oleh DSAK IAI; dan
  • PSA No. 72 (SA Seksi 411), “Makna Frasa Menyajikan Secara Wajar Sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia”, beserta Interpretasi Pernyataan Standar Auditing No. 72.01 terkait, karena sudah tidak relevan seiring dengan diterbitkannya PSAK No. 1R dan PSAK No. 25R oleh DSAK IAI.

Sedangkan pemutakhiran frasa dan istilah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

  • Frasa “prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia” berubah menjadi “Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia”
  • Frasa “generally accepted accounting principles in Indonesia” berubah menjadi “Indonesian Financial Accounting Standards
  • Istilah “aktiva” berubah menjadi “aset”
  • Istilah “kewajiban” berubah menjadi “liabilitas”
  • Istilah “neraca” berubah menjadi “laporan posisi keuangan (neraca)”
  • Istilah “laporan laba rugi” berubah menjadi “laporan laba rugi komprehensif”

PSA No. 77 ini berlaku efektif untuk penugasan yang terkait dengan periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011.

Softcopy PSA No. 77 ini dapat didownload secara gratis melalui official website IAPI atau dengan mengklik link berikut ini : PSA No. 77 tanggal 21 Maret 2011

Thursday, October 16, 2008

Perubahan Peraturan Jasa Akuntan Publik, KAP Boleh Audit 6 Tahun Berturut-turut

Menteri Keuangan RI pada tanggal 5 Pebruari 2008 menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 dan No. 359/KMK.06/2003 yang dianggap sudah tidak memadai.

Siaran Pers Depkeu No. 26/HMS/2008 tanggal 15 Pebruari 2008

Beberapa perubahan mendasar yang menjadi latar belakang diterbitkannya peraturan tersebut diantaranya adalah :

1. Perubahan Asosiasi Profesi Akuntan Publik, yang sebelumnya setiap Akuntan Publik berhimpun dalam naungan Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) sekarang berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI);

2. Menegaskan kewajiban KAP menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan yang lebih terinci sehingga dapat menunjang system informasi akuntan, akuntan publik, dan kantor akuntan publik yang sedang disusun.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut terdapat pokok-pokok penyempurnaan peraturan mengenai pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan, laporan kegiatan, dan asosiasi profesi akuntan publik. Untuk pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan publik, sebelumnya KAP dapat memberikan jasa audit umum paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut kemudian dirubah menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut. Mengenai Laporan Kegiatan, telah ditetapkan formulir baku laporan kegiatan beserta lampirannya (termasuk di dalamnya laporan keuangan KAP) yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Selain itu laporan kegiatan yang sebelumnya hanya disampaikan KAP dalam bentuk hardcopy, saat ini laporan kegiatan yang akan disampaikan KAP harus dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

Untuk asosiasi profesi akuntan publik, seluruh akuntan publik yang sebelumnya diwajibkan menjadi anggota IAI dan IAI-KAP, kini diwajibkan menjadi anggota IAPI. Asosiasi akuntan publik yang diakui adalah IAPI yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik dilaksanakan oleh IAPI yang sebelumnya dilaksanakan oleh IAI. Sementara itu, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) juga ditetapkan oleh IAPI yang sebelumnya ditetapkan oleh IAI-KAP.

Dari perubahan peraturan tersebut di atas, mungkin yang cukup melegakan bagi KAP dan akuntan publik-nya adalah perubahan Pasal 3 mengenai Pembatasan Masa Pemberian Jasa.

Berikut ini isi Pasal 3 dari Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tersebut :

(1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut;

(2) Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut;

(3) Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut;

(4) Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(5) KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(6) Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pada awalnya, ketentuan mengenai praktek akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan R.I.

Sejak tahun 1986, praktik akuntan publik diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan selaku regulator bagi profesi akuntan publik melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang terus diperbaharui hingga saat ini.

Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 yang dirubah dengan KMK No. 359/KMK.06/2003 tentang Jasa Akuntan Publik merupakan KMK yang banyak mengundang perhatian dan pro-kontra dari para akuntan praktisi karena pada KMK tersebut pertama kali diperkenalkannya pengaturan rotasi bagi praktik Akuntan Publik di Indonesia.

Melihat perkembangan yang cukup pesat dari profesi akuntan publik, maka pemerintah selaku regulator memandang perlu melakukan pembaharuan peraturan yang berkaitan dengan praktik akuntan publik sehingga kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Pebruari 2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang diharapkan dengan terbitnya PMK ini dapat menciptakan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif dan berkesinambungan terhadap profesi akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP) serta melindungi kepentingan umum. (hrd)

Friday, September 26, 2008

Kebijakan Penentuan Fee Audit

Pada tanggal 2 Juli 2008 kemarin, Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP.024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Fee Audit.

Surat Keputusan ini diterbitkan dengan tujuan sebagai panduan bagi profesi Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik dalam menetapkan fee audit.

Dalam bagian Lampiran 1 dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (‘Anggota’) yang menjalankan praktek sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa professional yang diberikannya. Panduan ini harus dibaca dalam hubungannya dengan Kode Etik Profesi, khususnya yang berkaitan dengan Independensi dan Imbalan Jasa Profesional.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa panduan ini dimaksudkan untuk membantu Anggota dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau diajukan oleh auditor/akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan kompetensi Anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang berlaku.

Dalam menetapkan imbalan jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan tahapan-tahapan pekerjaan audit, sebagai berikut :

a. Tahap perencanaan audit antara lain : pendahuluan perencanaan, pemahaman bisnis klien, pemahaman proses akuntansi, pemahaman struktur pengendalian internal, penetapan risiko pengendalian, melakukan analisis awal, menentukan tingkat materialitas, membuat program audit, risk assessment atas akun, dan fraud discussion dengan management.

b. Tahap pelaksanaan audit antara lain : pengujian pengendalian internal, pengujian substantif transaksi, prosedur analitis, dan pengujian detail transaksi.

c. Tahap pelaporan antara lain : review kewajiban kontijensi, review atas kejadian setelah tanggal neraca, pengujian bukti final, evaluasi dan kesimpulan, komunikasi dengan klien, penerbitan laporan audit, dan capital commitment.

Selain itu, dalam menetapkan fee audit, Akuntan Publik harus juga mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. Kebutuhan klien

b. Tugas dan tanggung jawab menurut hukum (statutory duties)

c. Independensi

d. Tingkat keahlian (levels of expertise) dan tanggung jawab yang melekat pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan

e. Banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh Akuntan Publik dan stafnya untuk menyelesaikan pekerjaan, dan

f. Basis penetapan fee yang disepakati.

Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan.

Dalam hal imbalan jasa tidak dikaitkan dengan banyaknya waktu pengerjaan, Anggota harus menyampaikan Surat Perikatan (Engagement Letter) yang setidaknya memuat : (1) tujuan, lingkup pekerjaan serta pendekatan dan metodologinya; dan (2) basis penetapan dan besaran imbalan jasa (atau estimasi besaran imbalan jasa) serta cara dan/atau termin pembayarannya.

Anggota diharuskan agar selalu : (1) memelihara dokumentasi lengkap mengenai basis pengenaan imbalan jasa yang disepakati; dan (2) menjaga agar basis pengenaan imbal jasa yang disepakati konsisten dengan praktek yang lazim berlaku.

Untuk mempertahankan independensinya, Anggota sudah harus menerima imbal jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya sebelum memulai pekerjaan untuk periode berikutnya.

Anggota tidak diperkenankan menerima perikatan apabila klien belum membayar lunas kewajiban kepada auditor terdahulu.

Praktek yang baik mengharuskan dilakukannya penagihan secara bertahap atas pekerjaan yang diselesaikan untuk periode lebih dari satu bulan. Penagihan harus segera dilakukan begitu termin yang disepakati telah jatuh waktu.

Setiap Kantor Akuntan Publik wajib menerapkan ketentuan mengenai panduan penetapan imbalan jasa (fee) audit sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 Surat Keputusan ini.

Kebijakan penentuan fee audit oleh Kantor Akuntan Publik menjadi salah satu aspek dalam hal dilakukannya review mutu terhadap Kantor Akuntan Publik tersebut.

Demikian beberapa pengaturan penting berdasakan SK Ketua Umum IAPI tersebut. Untuk pengaturan teknis perhitungan fee audit serta ilustrasi penetapan imbalan jasa (fee) audit dapat dilihat pada SK tersebut (Hrd) ***

Monday, August 18, 2008

Apa saja yang harus diperhatikan auditor sebelum menerima suatu perikatan audit ?

Tulisan berikut ini memaparkan hal-hal yang harus menjadi perhatian auditor sebelum menerima suatu perikatan audit agar tidak timbul kesalahan interpretasi akan pekerjaan audit baik dari pihak auditor, klien maupun pihak lain yang berkepentingan, seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 310 (PSA No. 05) mengenai Penunjukan Auditor Independen.

Penunjukan auditor independen secara dini akan memberikan banyak manfaat bagi auditor maupun klien, diantaranya adalah lebih banyak waktu bagi auditor untuk merencanakan pekerjaannya sedemikian rupa sehingga pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan efisien serta dapat menentukan seberapa jauh pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sebelum tanggal neraca.

Walaupun penunjukan dini lebih baik, auditor independen dapat menerima perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca. Dalam hal ini, sebelum menerima perikatan, auditor harus yakin apakah kondisi seperti itu memungkinkan ia melaksanakan audit secara memadai dan memberikan pendapatan wajar tanpa pengecualian.

Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara memadai dan untuk memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian, ia harus membahas dengan klien tentang kemungkinan ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau tidak memberikan pendapat.

Dalam paragraf 05 diatur bahwa auditor harus membangun pemahaman dengan klien tentang jasa yang akan dilaksanakan untuk setiap perikatan. Pemahaman tersebut mengurangi risiko terjadinya salah interpretasi kebutuhan atau harapan pihak lain, baik di pihak auditor maupun klien.

Adapun pemahaman yang harus dibangun auditor harus mencakup tujuan perikatan, tanggung jawab manajemen, tanggung jawab auditor dan batasan perikatan.

Auditor harus mendokumentasikan pemahaman tersebut dalam kertas kerjanya, lebih baik dalam bentuk komunikasi tertulis dengan klien.

Jika auditor yakin bahwa pemahaman dengan klien belum terbentuk, ia harus menolak untuk menerima atau menolak untuk melaksanakan perikatan.

Paragraf 06 mengatur mengenai hal-hal yang secara umum harus tercakup dalam proses pemahaman dengan klien tentang audit atas laporan keuangan :

1. Tujuan audit adalah untuk menyatakan suatu pendapat atas laporan keuangan

2. Manajemen bertanggung jawab untuk membangun dan mempertahankan pengendalian intern yang efektif terhadap pelaporan keuangan

3. Manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi dan menjamin bahwa entitas mematuhi peraturan perundangan yang berlaku terhadap aktivitasnya

4. Manajemen bertanggung jawab untuk membuat semua catatan keuangan dan informasi yang berkaitan tersedia bagi auditor

5. Pada akhir perikatan, manajemen akan menyediakan suatu surat bagi auditor (surat representasi kien) yang menegaskan representasi tertentu yang dibuat selama audit berlangsung.

6. Auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia (sekarang Institut Akuntan Publik Indonesia).

7. Suatu audit mencakup pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dan untuk menentukan sifat, saat, dan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan.

Dalam praktek, hal-hal tersebut biasanya tercakup dalam surat perikatan (engagement letter) yang diberikan oleh auditor kepada klien.

Selain hal-hal tersebut diatas, pemahaman pekerjaan audit dengan klien juga mencakup hal-hal lain seperti berikut ini :

1. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan (contohnya waktu, bantuan klien berkaitan dengan pembuatan jadwal pelaksanaan pekerjaan audit, dan penyediaan dokumen)

2. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika diperlukan

3. Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu

4. Pengaturan tentang fee dan penagihan

5. Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor atau klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor

6. Kondisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk melakukan akses ke kertas kerja auditor

7. Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan persyaratan badan pengatur

8. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam hubungannya dengan perikatan.

(Sumber tulisan : SPAP SA Seksi 310 (PSA No. 05) tentang Penunjukan Auditor Independen)

Sunday, August 3, 2008

Hubungan Standar Auditing dengan Standar Pengendalian Mutu KAP

Beberapa waktu yang lalu saya sudah pernah memposting tulisan berkaitan dengan Standar Pengendalian Mutu KAP (lihat Mengenal Sistem Pengendalian Mutu KAP ).

Antara Standar Pengendalian Mutu KAP dan Standar Auditing yang harus dipatuhi auditor independen dan Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam pelaksanaan audit terdapat saling keterkaitan seperti yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 161 (PSA NO. 01) mengenai Hubungan Standar Auditing dengan Standar Pengendalian Mutu.

Dalam paragraf 1 SPAP SA Seksi 161 dijelaskan bahwa dalam penugasan audit, auditor independen bertanggung jawab untuk mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Seksi 202 Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik mengharuskan anggota Ikatan Akuntan Indonesia yang berpraktik sebagai auditor independen mematuhi standar auditing jika berkaitan dengan audit atas laporan keuangan.

Kantor akuntan publik juga harus mematuhi standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dalam pelaksanaan audit. Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus membuat kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian penugasan audit dengan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.

Sifat dan luasnya kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik tergantung pada faktor-faktor tertentu, seperti ukuran kantor akuntan publik, tingkat otonomi yang diberikan kepada karyawan dan kantor-kantor cabangnya, sifat praktik, organisasi kantornya, serta pertimbangan biaya manfaat (lihat Mengenal Sistem Pengendalian Mutu KAP).

Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan penugasan audit secara individual; standar pengendalian mutu berkaitan dengan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik secara keseluruhan.

Oleh karena itu, standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia dan standar pengendalian mutu berhubungan satu sama lain, dan kebijakan serta prosedur pengendalian mutu yang diterapkan oleh kantor akuntan publik berpengaruh terhadap pelaksanaan penugasan audit secara individual dan pelaksanaan praktik audit kantor akuntan publik secara keseluruhan (Hrd).

Monday, April 21, 2008

Framework of Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), an introduction

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan. Standar yang dihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis.

Perubahan pesat yang terjadi di lingkungan bisnis di awal dekade tahun sembilan puluhan kemudian menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan mutu jasa audit atas laporan keuangan historis, jasa atestasi, dan jasa akuntansi dan review. Di samping itu, tuntutan kebutuhan untuk menjadikan organisasi profesi akuntan publik lebih mandiri dalam mengelola mutu jasa yang dihasilkan bagi masyarakat juga terus meningkat. Respon profesi akuntan publik terhadap berbagai tuntutan tersebut diwujudkan dalam dua keputusan penting yang dibuat oleh IAI pada pertengahan tahun 1994 : (1) perubahan nama dari Komite Norma Pemeriksaan Akuntan ke Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan (2) perubahan nama standar yang dihasilkan dari Norma Pemeriksaan Akuntan ke Standar Profesional Akuntan Publik.

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam buku SPAP ini terdiri dari :

  1. Pernyataan Standar Auditing
  2. Pernyataan Standar Atestasi
  3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
  4. Pernyataan Jasa Konsultansi
  5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu

Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.

Standar Auditing

Standar auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian, PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Termasuk dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSA.

Standar Atestasi

Standar atestasi memberikan rerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan, dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi (PSAT). PSAT merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang terdapat dalam standar atestasi. Termasuk dalam PSAT adalah Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAT.

Standar Jasa Akuntansi dan Review

Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review adalah Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAR.

Standar Jasa Konsultansi

Standar jasa konsultansi memberikan panduan bagi praktisi yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultansi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi (asserter). Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.

Standar Pengendalian Mutu

Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam perikatan jasa profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan Publik. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, kantor akuntan publik wajib mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya; bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik dan bahwa staf kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistim pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesionalnya dengan berbagai standar dan aturan relevan yang berlaku.

Sumber : Standar Profesional Akuntan Publik

Sunday, April 20, 2008

Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen

Technorati Tags: ,,

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110 (PSA No. 02) mengatur mengenai tanggung jawab dan fungsi auditor independen berkaitan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan.

Dalam paragraf 01 diatur bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Selanjutnya, dalam paragraf 02 diatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.

Jadi, menurut saya, makna dari paragaraf ini adalah bahwa auditor dalam pelaksanaan audit harus merancang dan menerapkan prosedur audit yang memadai untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang diperiksanya bebas dari salah saji material. Namun, auditor tidak bisa dipersalahkan jika sekiranya dalam pelaksanaan audit terdapat salah saji material ataupun manipulasi laporan keuangan yang tidak terdeteksi oleh auditor, jika auditor bersangkutan telah melaksanakan dan menerapkan prosedur audit sebagaimana mestinya.

Paragraf 03 menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, di antaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Transaksi entitas dan aktiva, utang, dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian langsung manajemen. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern tersebut terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen. Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan keuangan, seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam pelaksanaan audit. Namun, tanggung jawab auditor atas laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut.

Dalam praktek sehari-hari, tidak jarang ditemukan kesalahpahaman klien yang menganggap bahwa laporan keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor sepenuhnya karena merupakan produk dari hasil pekerjaan auditor. Dalam proses penerbitan audit report, auditor memang sering membantu klien mempersiapkan draft laporan keuangan, sebagian ataupun seluruhnya, sehingga klien menganggap bahwa laporan keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor. Jika kita perhatikan paragraf 03 di atas, jelas-jelas mengatur mengenai tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan, walaupun dalam prakteknya auditor sering membantu mempersiapkan draft laporan keuangan.

Disamping itu, dengan jangka waktu pelaksanaan audit yang biasanya terbatas, adalah tidak memungkinkan bagi auditor untuk dapat menguasai sepenuhnya masalah operasional, administrasi dan akuntansi ataupun masalah pengendalian intern klien sehingga dengan demikian pihak manajemen yang diharuskan untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat, membangun serta memelihara pengendalian intern dengan baik serta bertanggung jawab terhadap asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.

Paragraf 04 mengatur bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan, auditor tidak bertindak sebagai seorang ahli penilai, penaksir atau pengenal barang. Begitu pula, meskipun auditor mengetahui hukum komersial secara garis besar, ia tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai seorang penasihat hukum dan ia semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari penasihat hukum dalam semua hal yang berkaitan dengan hukum.

Selanjutnya, dalam paragraf 05 diatur bahwa dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya. Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi dari seorang profesional yang ahli.

Paragraf 06 mengatur bahwa auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah menerapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat basis penegakan kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang mencakup Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik.

Sebagai penutup, saya informasikan kembali sebagaimana diatur dalam PMK No. 17/PMK.01/2008 bahwa sehubungan dengan berdirinya Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) maka untuk selanjutnya SPAP ditetapkan oleh IPAI (tidak lagi ditetapkan oleh IAI). Selain itu, pada tanggal 20 Pebruari 2008 Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) – IAPI juga telah mengeluarkan 4 pernyataan standar baru yang mengatur perubahan istilah yang terdapat dalam SPAP, salah satu diantaranya adalah perubahan istilah Ikatan Akuntan Indonesia dirubah menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia. Untuk lebih jelasnya silahkan klik posting saya sebelumnya dengan judul “DSPAP mengeluarkan 4 PS baru ....... “. Jadi, untuk setiap istilah Ikatan Akuntan Indonesia dan Kompartemen Akuntan Publik dalam tulisan di atas harus dibaca sebagai Institut Akuntan Publik Indonesia.

Friday, April 11, 2008

Beberapa Perubahan Mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik

Berikut ini beberapa point perubahan mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik dibandingkan dengan KMK No. 423/KMK.06/2002 dan KMK No. 359/KMK.06/2003

1. Pembatasan Masa Pemberian Jasa KAP dari sebelumnya 5 (lima) tahun buku berturut-turut menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut

2. Akuntan Publik yang telah selesai dikenakan sanksi pembekuan izin dan akan memberikan jasa kembali, wajib mengajukan permohonan kepada Sekretaris Jenderal u/p Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan diantaranya : (1) menyerahkan bukti mengikuti PPL paling sedikit 30 SKP, (2) berdomisili di wilayah Indonesia, (3) tidak pernah mengundurkan diri dari keanggotaan IAPI. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

3. Persyaratan ijin usaha KAP ditambah memiliki auditor yang paling sedikit 1 (satu) diantaranya beregister negara untuk akuntan. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

4. Persyaratan ijin pembukaan cabang KAP ditambah : (1) memiliki NPWP cabang, (2) memiliki auditor tetap yang salah satunya memiliki register negara untuk akuntan. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

5. Ketentuan lainnya mengenai pembukaan cabang KAP yang sebelumnya tidak diatur adalah : Cabang KAP yang tidak mempunyai Pemimpin Cabang selama 6 (enam) bulan dicabut ijin pembukaan cabangnya. Selain itu, Penggantian Pemimpin Cabang wajib dilaporkan.

6. Beberapa ketentuan berkaitan dengan kerjasaman KAP dengan KAPA/OAA yang sebelumnya tidak diatur antara lain : (1) Perjanjian kerjasama KAP dengan KAPA/OAA harus disahkan oleh notaries, (2) OAA yang diperbolehkan melakukan kerjasama dengan KAP paling sedikit harus memiliki keanggotaan di 20 (dua puluh) negara, (3) Penulisan huruf nama KAPA/OAA yang melakukan kerjasama dengan KAP dilarang melebihi besarnya huruf nama KAP, (4) KAP yang tidak melaporkan bubarnya dan/atau putusnya hubungan dengan KAPA/OAA dalam jangka waktu paling lama 6 bulan, dikenakan sanksi pembekuan ijin.

7. Laporan Auditor Independen (LAI) harus diberi nomor secara urut berdasarkan tanggal penerbitannya. Hal ini terutama untuk tujuan tertib administrasi LAI. Selain itu, juga sebagai control terhadap LAI dan membantu untuk mendeteksi adanya LAI yang dipalsukan. Ketentuan mengenai hal ini sebelumnya tidak diatur.

8. Akuntan Publik harus menjadi anggota IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia), sebelumnya Akuntan Publik harus menjadi anggota IA dan IAI-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Dalam peraturan baru ini juga diatur bahwa Asosiasi Akuntan Publik yang diakui adalah IAPI.

9. Mengenai Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) diatur bahwa USAP diselenggarakan oleh IAPI, sebelumnya USAP diselenggarakan oleh IAI. Berkaitan dengan pengalihan ini, diberikan masa transisi selama 6 bulan bagi IAI untuk tetap dapat melaksanakan USAP sebelum dialihkan sepenuhnya kepada IAPI. Selain itu, juga diatur bahwa Menteri Keuangan dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan USAP (sebelumnya tidak diatur).

10. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) ditetapkan oleh IAPI, sebelumnya SPAP ditetapkan oleh IAI-KAP. Disamping itu, juga diatur bahwa Menteri Keuangan memantau dan mengevaluasi SPAP (sebelumnya tidak diatur).

11. Berkaitan dengan pembekuan ijin KAP/AP terdapat beberapa tambahan pengaturan diantaranya : (1) AP/KAP/Cabang KAP yang memberikan jasa ketika belum mendapatkan persetujuan pengaktifan ijin kembali setelah dikenakan sanksi pembekuan ijin, dikenakan Sanksi Pembekuan Ijin, (2) KAP berbentuk usaha persekutuan dibekukan ijin usahanya ketika seluruh rekan AP-nya dikenakan sanksi pembekuan ijin, (3) Setelah sanksi pembekuan ijin berakhir, AP, KAP, dan Cabang KAP jika masih ingin memberikan jasa wajib mengajukan permohonan pengaktifan ijin kembali, (4) Sanksi pembekuan ijin diberikan paling banyak 2 kali (dalam peraturan sebelumnya sanksi pembekuan ijin diberikan paling banyak 1 kali)

Demikian beberapa perubahan mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 yang menurut saya merupakan perubahan dan penambahan yang cukup signifikan berkaitan dengan praktek jasa profesional akuntan publik di Indonesia.

Berikut saya lampirkan file PMK No. 17/PMK.01/2008 (download di sini : PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik). Jika terdapat keraguan ataupun hal yang kurang jelas silahkan merujuk ke PMK dimaksud (Hrd).

Tuesday, March 11, 2008

Perubahan Peraturan Jasa Akuntan Publik, KAP Boleh Audit 6 Tahun Berturut-turut

Menteri Keuangan RI pada tanggal 5 Pebruari 2008 menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 dan No. 359/KMK.06/2003 yang dianggap sudah tidak memadai.

Siaran Pers Depkeu No. 26/HMS/2008 tanggal 15 Pebruari 2008

Beberapa perubahan mendasar yang menjadi latar belakang diterbitkannya peraturan tersebut diantaranya adalah :

1.    Perubahan Asosiasi Profesi Akuntan Publik, yang sebelumnya setiap Akuntan Publik berhimpun dalam naungan Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) sekarang berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI);

2.    Menegaskan kewajiban KAP menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan yang lebih terinci sehingga dapat menunjang system informasi akuntan, akuntan publik, dan kantor akuntan publik yang sedang disusun.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut terdapat pokok-pokok penyempurnaan peraturan mengenai pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan, laporan kegiatan, dan asosiasi profesi akuntan publik. Untuk pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan publik, sebelumnya KAP dapat memberikan jasa audit umum paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut kemudian dirubah menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut. Mengenai Laporan Kegiatan, telah ditetapkan formulir baku laporan kegiatan beserta lampirannya (termasuk di dalamnya laporan keuangan KAP) yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Selain itu laporan kegiatan yang sebelumnya hanya disampaikan KAP dalam bentuk hardcopy, saat ini laporan kegiatan yang akan disampaikan KAP harus dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

Untuk asosiasi profesi akuntan publik, seluruh akuntan publik yang sebelumnya diwajibkan menjadi anggota IAI dan IAI-KAP, kini diwajibkan menjadi anggota IAPI. Asosiasi akuntan publik yang diakui adalah IAPI yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik dilaksanakan oleh IAPI yang sebelumnya dilaksanakan oleh IAI. Sementara itu, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) juga ditetapkan oleh IAPI yang sebelumnya ditetapkan oleh IAI-KAP.

Dari perubahan peraturan tersebut di atas, mungkin yang cukup melegakan bagi KAP dan akuntan publik-nya adalah perubahan Pasal 3 mengenai Pembatasan Masa Pemberian Jasa.

Berikut ini isi Pasal 3 dari Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tersebut :

(1)    Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut;

(2)    Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut;

(3)    Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut;

(4)    Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(5)    KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(6)    Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pada awalnya, ketentuan mengenai praktek akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan R.I.

Sejak tahun 1986, praktik akuntan publik diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan selaku regulator bagi profesi akuntan publik melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang terus diperbaharui hingga saat ini.

Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 yang dirubah dengan KMK No. 359/KMK.06/2003 tentang Jasa Akuntan Publik merupakan KMK yang banyak mengundang perhatian dan pro-kontra dari para akuntan praktisi karena pada KMK tersebut pertama kali diperkenalkannya pengaturan rotasi bagi praktik Akuntan Publik di Indonesia.

Melihat perkembangan yang cukup pesat dari profesi akuntan publik, maka pemerintah selaku regulator memandang perlu melakukan pembaharuan peraturan yang berkaitan dengan praktik akuntan publik sehingga kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Pebruari 2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang diharapkan dengan terbitnya PMK ini dapat menciptakan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif dan berkesinambungan terhadap profesi akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP) serta melindungi kepentingan umum. (hrd)