Showing posts with label Leasing. Show all posts
Showing posts with label Leasing. Show all posts

Friday, September 3, 2021

Model Akuntansi SEWA sesuai PSAK 73

DSAK IAI mengesahkan berlakunya PSAK 73 mengenai Sewa pada tanggal 18 September 2017. PSAK 73 mengadopsi IFRS 16 Leases yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2019. PSAK 73 ditetapkan untuk berlaku efektif tanggal 1 Januari 2020 dengan penerapan dini diperkenankan untuk entitas yang menerapkan PSAK 72 mengenai Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan pada atau sebelum tanggal penerapan awal PSAK 73.

PSAK 73 mengenai Sewa menggantikan :

  1. PSAK 30 mengenai Sewa
  2. ISAK 8 mengenai Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandng Suatu Sewa
  3. ISAK 23 mengenai Sewa Operasi-Insentif
  4. ISAK 24 mengenai Evaluasi Substansi Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa, dan
  5. ISAK 25 mengenai Hak atas Tanah
Model akuntansi sewa sebelumnya mensyaratkan penyewa dan pesewa untuk mengklasifikasikan sewanya sebagai SEWA PEMBIAYAAN atau SEWA OPERASI dan mencatat kedua jenis sewa tersebut secara berbeda. Model akuntansi sewa ini tidak mensyaratkan penyewa untuk mengakui ASET dan LIABILITAS yang timbul dari SEWA OPERASI.

Jika kita simak kembali pengaturan dalam PSAK 30 yang berlaku sebelumnya, dalam paragraf 08 diatur bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Selanjutnya, paragraf 20 PSAK 30 tersebut mengatur bahwa pada awal masa sewa, lessee (penyewa) mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah daripada nilai wajar.

Paragraf 33 PSAK 30 menjelaskan bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa.

PSAK 73 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2020 memperkenalkan MODEL AKUNTANSI TUNGGAL untuk penyewa (lessee) dan mensyaratkan agar penyewa mengakui ASET dan LIABILITAS untuk SELURUH SEWA dengan masa sewa lebih dari 12 bulan, kecuali aset pendasarnya bernilai rendah. Penyewa disyaratkan untuk mengakui ASET HAK-GUNA yang merepresentasikan haknya untuk menggunakan aset pendasar sewaan dan LIABILITAS SEWA yang merepresentasikan kewajibannya untuk membayar sewa.

Sedangkan untuk model akuntansi pesewa (lessor), PSAK 73 secara substansial melanjutkan persyaratan akuntansi pesewa dalam PSAK 30 yang berlaku sebelumnya dimana pesewa tetap mengklasifikasikan sewanya sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan, dan mencatat kedua jenis sewa tersebut secara berbeda. (HRD) ***

Tuesday, September 28, 2010

Batasan kriteria No. 3 dan No. 4 PSAK No. 30 (Revisi 2007) berkaitan dengan pengklasifikasian transaksi Leasing

Seperti yang telah kita ketahui, para. 10 PSAK No. 30 (Revisi 2007) memberikan contoh dari situasi yang baik secara individual maupun gabungan dalam kondisi normal menunjukkan bahwa transaksi leasing yang terjadi diklasifikasikan sebagai Sewa Pembiayaan (Finance/Capital Lease), yaitu :

  1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
  2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;
  3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;
  4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan
  5. aset sewaan bersifat khusus dan di mana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Jika kita perhatikan kelima kriteria di atas, untuk kriteria ketiga dan keempat sepertinya PSAK No. 30 (Revisi 2007) tidak memberikan penjelasan memadai. Adapun masalah yang saya temukan sebagai berikut :

Untuk kriteria ketiga dimana dipersyaratkan bahwa masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset. Yang dimaksud dengan ‘untuk sebagian besar umur ekonomis aset’ itu bagaimana batasannya ?

Jika kita membaca dari PSAK No. 30 (Revisi 2007) maupun IFRS/IAS 17 (2003) tidak menjelaskan batasan dari kriteria tersebut. Namun, jika kita mengacu ke pengaturan menurut US GAAP yaitu SFAS No. 13 Accounting for Leases, dalam para. 7c dijelaskan bahwa : 

The lease term is equal to 75 percent or more of the estimated economic life of the leased property.

Jadi, kalau menurut US GAAP, yang dimaksud dengan sebagian besar umur ekonomis aset adalah meliputi minimal 75% dari umur ekonomis aset sewa.

Selanjutnya, untuk kriteria keempat yaitu pada awal sewa nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan, dimana PSAK No. 30 (Revisi 2007) maupun IAS 17 (2003) juga tidak menjelaskan batasan dari ‘secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan’ tersebut. Sedangkan, jika kita mengacu ke SFAS No. 13 dalam para. 7d dijelaskan bahwa :

The present value at the beginning of the lease term of the minimum lease payment, excluding that portion of the payments representing executory costs such as insurance, maintenance, and taxes to be paid by the lessor, including any profit thereon, equals or exceeds 90 percent of the excess of the fair value of the leased property to the lessor at the inception of the lease over any related investment tax credit retained by the lessor and expected to be realized by him.

Berdasarkan pernyataan tersebut bisa diperoleh gambaran bahwa US GAAP memberikan batasan untuk kriteria nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan yang ditentukan pada awal sewa adalah minimial sama dengan 90% dari nilai wajar aset sewaan.

Demikian sedikit penjelasan berkaitan dengan kriteria No. 3 dan No. 4 dari para. 10 PSAK No. 30 (Revisi 2007) berkaitan dengan pengklasifikasian transaksi leasing sebagai Sewa Pembiayaan atau Sewa Operasi.

Thursday, September 2, 2010

Membukukan transaksi Operating Lease

Seperti yang sudah pernah saya posting dalam tulisan sebelumnya bahwa PSAK No. 30 (Revisi 2007) mengklasifikasikan suatu transaksi leasing (sewa) apakah sebagai sewa pembiayaan (finance leases) atau sewa operasi (operating leases) adalah berdasarkan terpenuhinya salah satu dari lima kriteria yang dipersyaratkan dalam paragraf 10 ataupun salah satu dari tiga kriteria dalam paragraf 11.

Menurut saya, kriteria yang diatur dalam para. 10 lebih bersifat mutlak dan penentu utama (determinative) sedangkan kriteria dalam para. 11 lebih bersifat usulan (suggestive) yang bisa mengindikasikan transaksi leasing yang terjadi sebagai sewa pembiayaan (finance leases).

Jika suatu perjanjian leasing memenuhi salah satu kriteria tersebut, misalnya transaksi leasing (sewa) yang terjadi mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa (kriteria pertama), maka sesuai para. 10, leasing diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan (finance lease). Sebaliknya, jika perjanjian leasing tidak memenuhi satupun dari delapan persyaratan dalam para. 10 dan para. 11, maka leasing diklasifikasikan sebagai sewa operasi (operating leases).

Lantas, bagaimana pencatatan transaksi sewa operasi (operating leases) dalam pembukuan lessee ?

Menurut PSAK No. 30 (Revisi 2007) para. 29 dan 30 bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi (tidak termasuk biaya jasa seperti asuransi dan pemeliharaan) diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistematis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna, walaupun pembayaran dilakukan tidak atas dasar tersebut.

Jadi, dalam hal ini pembayaran yang terjadi, yang meliputi pembayaran pokok dan bunga leasing seluruhnya dibukukan sebagai beban pada saat terjadinya pembayaran.

Penerapan metode garis lurus dalam hal ini misalnya untuk masa angsuran sewa operasi selama 5 tahun (60 bulan) terdapat masa tenggang selama 6 bulan pada tahun pertama, maka keadaan ini tidak mengakibatkan bahwa pada tahun pertama tersebut pembebanan angsuran sewa hanya untuk 6 bulan. Sebaliknya, masa sewa selama 4 ½ tahun tersebut harus dialokasikan untuk periode penuh selama 5 tahun, sehingga dengan demikian pembebanan sewa bulanan akan sama dengan 90% (=54 bulan pembayaran/60 bulan masa sewa) dari pembayaran sewa bulanan yang telah ditetapkan setelah berakhirnya masa tenggang (Hrd).

Baca juga posting saya sebelumnya sebagai referensi : Membukukan transaksi leasing, Akuntansi versus Pajak

Thursday, May 29, 2008

Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi (PSAK 30) versus Pajak

Dasar Pencatatan :

(1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa,

(2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991

Perlakuan Akuntansi

PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah :

1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;

2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan;

3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;

4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan; dan

5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.

Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.

Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat aset yang dinikmati pengguna.

Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut.

Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.

Perlakuan Perpajakan

Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30.

Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back dengan Hak Opsi.

Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3 tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan;

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi. Adapun perbedaannya sebagai berikut :

Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana :

1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya;

2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU

Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana :

1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut

2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing

Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.

Contoh illustrasi (Sale and Lease Back dengan Hak Opsi) :

PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut :

Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp 300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000.

Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007 (36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000

Jurnal Akuntansi (PSAK No. 30) :

  Aktiva Tetap - Mesin      1.144.800.000  
      K a s          300.000.000
      Hutang Supplier          844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

  Hutang Supplier           844.800.000  
      Hutang Leasing         844.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

  Hutang Leasing             26.144.498  
  Biaya Bunga Leasing             12.412.502  
     K a s           38.557.000

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Jurnal Perpajakan (KepMenKeu No. 1169)

  Aktiva Tetap - Mesin        1.144.800.000  
     K a s         300.000.000
     Hutang Supplier         844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

  Hutang Supplier           844.800.000  
  Jaminan Leasing           300.000.000  
      Aktiva Tetap Mesin       1.144.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

  Biaya Leasing              38.557.000  
      K a s            38.557.000

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000 yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva Lain-lain.

Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd).