Wednesday, November 3, 2021

Standar Akuntansi yang berlaku pada tahun 2021

Berikut ini adalah Standar Akuntansi yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2021 dan 1 April 2021 berdasarkan update sampai dengan akhir Oktober 2021 :

  1. PSAK 112, "Akuntansi Wakaf" berlaku efektif 1 Januari 2021
  2. Amandemen PSAK 22, "Kombinasi Bisnis tentang Definisi Bisnis" berlaku efektif 1 Januari 2021
  3. Amandemen PSAK 71, Amandemen PSAK 55, Amandemen PSAK 60, Amandemen PSAK 62 dan Amandemen PSAK 73 tentang Reformasi Acuan Suku Bunga - Tahap 2" berlaku efektif 1 Januari 2021
  4. Penyesuaian Tahunan PSAK 110, "Akuntansi Sukuk" berlaku efektif 1 Januari 2021
  5. Penyesuaian Tahunan PSAK 111, "Akuntansi Wa'd" berlaku efektif 1 Januari 2021
  6. Amandemen PSAK 73, "Sewa tentang Konsesi Sewa Terkait Covid-19 Setelah 30 Juni 2021" berlaku efektif 1 April 2021
  7. PSAK 1 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Penyajian Laporan Keuangan" berlaku efektif 1 Januari 2021
  8. PSAK 13 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Properti Investasi" berlaku efektif 1 Januari 2021
  9. PSAK 48 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Penurunan Nilai Aset" berlaku efektif 1 Januari 2021
  10. PSAK 66 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Pengaturan Bersama" berlaku efektif 1 Januari 2021
  11. ISAK 16 (Penyesuaian Tahunan 2021), "Perjanjian Konsesi Jasa" berlaku efektif 1 Januari 2021
Di samping itu, DSAK IAI juga telah mensahkan beberapa standar, amandemen dan penyesuaian tahunan tetapi baru akan berlaku setelah tahun 2021 :
  1. PSAK 74, "Kontrak Asuransi" berlaku efektif 1 Januari 2025
  2. Amandemen PSAK 1, "Penyajian Laporan Keuangan tentang Klasifikasi Liabilitas sebagai Jangka Pendek atau Jangka Panjang" berlaku efektif 1 Januari 2023
  3. Amandemen PSAK 1, "Penyajian Laporan Keuangan tentang Pengungkapan Kebijakan Akuntansi" berlaku efektif 1 Januari 2023
  4. Amandemen PSAK 16, "Aset Tetap tentang Hasil Sebelum Penggunaan yang Diintensikan" berlaku efektif 1 Januari 2023
  5. Amandemen PSAK 22, "Kombinasi Bisnis tentang Referensi ke Kerangka Konseptual" berlaku efektif 1 Januari 2022
  6. Amandemen PSAK 25, "Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan tentang Definisi Estimasi Akuntansi" berlaku efektif 1 Januari 2023
  7. Amandemen PSAK 57, "Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi tentang Kontrak Memberatkan - Biaya Memenuhi Kontrak" berlaku efektif 1 Januari 2022
  8. PSAK 69 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Agrikultur" berlaku efektif 1 Januari 2022
  9. PSAK 71 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Instrumen Keuangan" berlaku efektif 1 Januari 2022
  10. PSAK 73 (Penyesuaian Tahunan 2020), "Sewa" berlaku efektif 1 Januari 2022
Demikian informasi Standar-Standar Akuntansi yang telah disahkan oleh DSAK IAI dan mulai berlaku efektif 1 Januari 2021 dan sesudahnya yang saya rangkum dari webpage Ikatan Akuntan Indonesia (iaiglobal.or.id) dengan update sampai dengan akhir Oktober 2021. Semoga bermanfaat (HRD) ***

Thursday, September 23, 2021

Akuntansi Hak atas Tanah sesuai PSAK 73

PSAK 73 tentang Sewa yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2020 menggantikan PSAK 30 tentang Sewa dan beberapa interpretasi standar (ISAK) yang berlaku sebelumnya, dimana salah satunya adalah ISAK 25 tentang Hak atas Tanah.

Terkait dengan perlakuan akuntansi Hak atas Tanah, ISAK 25 mengatur bahwa :

  1. biaya perolehan hak atas tanah, termasuk biaya pengurusan legal hak atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali, diakui sebagai aset tetap jika memenuhi definisi aset tetap sesuai dengan PSAK 16 : Aset Tetap
  2. biaya perolehan hak atas tanah tidak didepresiasi dengan alasan umur ekonomik hak atas tanah yang tidak terbatas karena dapat terus diperpanjang dan diperbarui sesuai persyaratan peraturan perundang-undangan, kecuali terdapat bukti yang mengindikasikan umur ekonomik menjadi terbatas, dan
  3. biaya pengurusan perpanjangan atau pembaruan legal hak atas tanah diakui sebagai aset takberwujud dan diamortisasi sesuai PSAK 19 : Aset Takberwujud
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah dengan dicabutnya ISAK 25 bagaimana selanjutnya perlakuan akuntansi untuk biaya perolehan hak atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali serta biaya pengurusan perpanjangan atau pembaruan legal hak atas tanah ?

PSAK 73 dalam bagian Dasar Kesimpulan DK04 menjelaskan bahwa Basis for Conclusions IFRS 16 Leases paragraf BC139(b) mendeskripsikan dasar pemikiran IASB bahwa pencatatan suatu transaksi bergantung pada substansi dari transaksi tersebut, dan bukan pada bentuk legalnya. Konsekuensinya, jika suatu kontrak memberikan hak yang secara substansi merepresentasikan pembelian aset tetap, maka hak tersebut memenuhi definisi aset tetap dan dicatat sesuai dengan IAS 16 Property, Plant and Equipment (yang merupakan rujukan PSAK 16 : Aset Tetap), tanpa memperhatikan apakah hak kepemilikan legal aset tetap tersebut telah beralih. Selanjutnya, Basis for Conclusions IFRS 16 paragraf BC140 menegaskan bahwa IFRS 16 diterapkan untuk kontrak yang memberikan hak untuk menggunakan aset pendasar selama suatu jangka waktu tertentu, dan tidak diterapkan untuk transaksi yang mengalihkan pengendalian atas aset pendasar tersebut kepada entitas. Transaksi yang mengalihkan pengendalian atas aset pendasar tersebut merupakan penjualan atas pembelian aset yang masuk dalam ruang lingkup Pernyataan lain.

DSAK IAI mencermati bahwa beralihnya PENGENDALIAN atas aset pendasar menjadi pertimbangan utama dalam menentukan apakah transaksi tersebut merupakan pembelian aset tetap, atau merupakan transaksi sewa.

Dalam hal pola fakta untuk hak atas tanah yang bersifat sekunder, misalnya pada umumnya skema HGB di Indonesia, DSAK IAI mencermati indikasi yang kuat bahwa risiko dan manfaat secara substansi telah dialihkan kepada entitas yang memiliki hak tersebut. Sebagai contoh, pada umumnya HGB dapat dijual kembali oleh entitas dan entitas dapat menggunakan hak atas tanah tersebut sebagai jaminan atau kolateral. Selain itu, nilai kini dari hak residual tanah diperkirakan kecil karena hanya berupa biaya administrasi dan pajak terkait kepada pemerintah, dan bahwa biaya pengurusan perpanjangan HGB tidak substansial. Jika dianalisis secara menyeluruh menggunakan kriteria pengalihan pengendalian sebagaimana dibahas dalam paragraf DK05 PSAK 73, maka terdapat indikasi yang kuat bahwa dalam pola fakta tersebut pengendalian atas hak atas tanah telah beralih kepada entitas, karena entitas telah memperoleh kemampuan untuk mengarahkan penggunaan aset, dan memperoleh secara substansial seluruh sisa manfaat dari aset tersebut. Dalam pola fakta ini, entitas dapat menyimpulkan bahwa transaksi tersebut secara substansial menyerupai pembelian tanah, meskipun hak kepemilikan legal tidak berpindah kepada entitas, sehingga entitas menerapkan IAS 16 Property, Plant and Equipment.

Contoh pencatatan hak atas tanah sebagai Aset Hak-Guna sesuai PSAK 73 adalah dalam kasus pemberian hak sekunder di atas hak primer, seperti misalnya HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa transaksi yang terjadi tidak mengalihkan pengendalian atas aset pendasar (yaitu HPL), melainkan semata mengalihkan hak untuk menggunakan aset pendasar, sehingga entitas menerapkan perlakuan akuntansi atas transaksi sewa yang diatur dalam PSAK 73.

Demikian penjelasan perlakuan akuntansi untuk hak atas tanah sesuai pengaturan dalam PSAK 73 (HRD) ***


Friday, September 3, 2021

Model Akuntansi SEWA sesuai PSAK 73

DSAK IAI mengesahkan berlakunya PSAK 73 mengenai Sewa pada tanggal 18 September 2017. PSAK 73 mengadopsi IFRS 16 Leases yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2019. PSAK 73 ditetapkan untuk berlaku efektif tanggal 1 Januari 2020 dengan penerapan dini diperkenankan untuk entitas yang menerapkan PSAK 72 mengenai Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan pada atau sebelum tanggal penerapan awal PSAK 73.

PSAK 73 mengenai Sewa menggantikan :

  1. PSAK 30 mengenai Sewa
  2. ISAK 8 mengenai Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandng Suatu Sewa
  3. ISAK 23 mengenai Sewa Operasi-Insentif
  4. ISAK 24 mengenai Evaluasi Substansi Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa, dan
  5. ISAK 25 mengenai Hak atas Tanah
Model akuntansi sewa sebelumnya mensyaratkan penyewa dan pesewa untuk mengklasifikasikan sewanya sebagai SEWA PEMBIAYAAN atau SEWA OPERASI dan mencatat kedua jenis sewa tersebut secara berbeda. Model akuntansi sewa ini tidak mensyaratkan penyewa untuk mengakui ASET dan LIABILITAS yang timbul dari SEWA OPERASI.

Jika kita simak kembali pengaturan dalam PSAK 30 yang berlaku sebelumnya, dalam paragraf 08 diatur bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.

Selanjutnya, paragraf 20 PSAK 30 tersebut mengatur bahwa pada awal masa sewa, lessee (penyewa) mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih rendah daripada nilai wajar.

Paragraf 33 PSAK 30 menjelaskan bahwa pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa.

PSAK 73 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2020 memperkenalkan MODEL AKUNTANSI TUNGGAL untuk penyewa (lessee) dan mensyaratkan agar penyewa mengakui ASET dan LIABILITAS untuk SELURUH SEWA dengan masa sewa lebih dari 12 bulan, kecuali aset pendasarnya bernilai rendah. Penyewa disyaratkan untuk mengakui ASET HAK-GUNA yang merepresentasikan haknya untuk menggunakan aset pendasar sewaan dan LIABILITAS SEWA yang merepresentasikan kewajibannya untuk membayar sewa.

Sedangkan untuk model akuntansi pesewa (lessor), PSAK 73 secara substansial melanjutkan persyaratan akuntansi pesewa dalam PSAK 30 yang berlaku sebelumnya dimana pesewa tetap mengklasifikasikan sewanya sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan, dan mencatat kedua jenis sewa tersebut secara berbeda. (HRD) ***

Monday, May 31, 2021

Kapan harus mengakui Pendapatan ? Kewajiban Pelaksanaan Dipenuhi Sepanjang Waktu

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya ("Mengidentifikasi Kewajiban Pelaksanaan, penerapan tahap 2 PSAK 72") bahwa sesuai dengan paragraf 31 PSAK 72, perusahaan baru boleh mengakui pendapatan jika perusahaan telah memenuhi KEWAJIBAN PELAKSANAAN (performance obligation) dengan mengalihkan barang atau jasa yang dijanjikan dalam kontrak dimana pengendalian atas barang atau jasa tersebut telah berpindah dari perusahaan ke pelanggan.

Pemenuhan kewajiban pelaksanaan dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

  1. pemenuhan kewajiban pelaksanaan SEPANJANG WAKTU
  2. pemenuhan kewajiban pelaksanaan PADA SUATU WAKTU TERTENTU
Penentuan secara tepat apakah kewajiban pelaksanaan terpenuhi "sepanjang waktu" atau "pada suatu waktu tertentu" sangat penting karena faktor ini menentukan kapan pendapatan harus dicatat/diakui dalam laporan keuangan perusahaan.

Dalam posting ini saya akan membahas mengenai pemenuhan kewajiban pelaksanaan SEPANJANG WAKTU seperti yang diatur dalam paragraf 35-37 PSAK 72.

Para.35 PSAK 72 menjelaskan bahwa perusahaan mengalihkan pengendalian atas barang atau jasa sepanjang waktu dan, oleh karena itu memenuhi kewajiban pelaksanaan dan mengakui pendapatan sepanjang waktu, jika satu dari kriteria berikut terpenuhi :
  1. pelanggan secara simultan menerima dan mengonsumsi manfaat yang disediakan dari pelaksanaan perusahaan selama perusahaan melaksanakan kewajiban pelaksanaannya
  2. pelaksanaan perusahaan menimbulkan atau meningkatkan aset (sebagai contoh pekerjaan dalam proses) yang dikendalikan pelanggan selama aset tersebut ditimbulkan atau ditingkatkan
  3. pelaksanaan perusahaan tidak menimbulkan suatu aset dengan penggunaan alternatif bagi perusahaan  dan perusahaan memiliki hak atas pembayaran yang dapat dipaksakan atas pelaksanaan  yang telah diselesaikan sampai saat ini.
Para. PP03 PSAK 72 selanjutnya menjelaskan bahwa contoh manfaat yang diterima dan dikonsumsi secara simultan (kriteria pertama) mencakup jasa rutin atau berulang seperti jasa kebersihan. Jika perusahaan sulit untuk mengidentifikasi dengan segera apakah pelanggan secara simultan menerima dan mengonsumsi manfaat dari pelaksanaan kewajiban pelaksanaannya, maka dalam keadaan tersebut kewajiban pelaksanaan merupakan kewajiban pelaksanaan sepanjang waktu jika perusahaan menentukan bahwa perusahaan lain tidak perlu secara substansial melaksanakan kembali pekerjaan yang telah diselesaikan sampai saat ini jika perusahaan lain tersebut diharuskan untuk memenuhi sisa kewajiban pelaksanaan kepada pelanggan.

Kemudian, para.PP06-PP08 memberikan pedoman untuk menilai apakah suatu aset memiliki penggunaan alternatif bagi perusahaan (kriteria ketiga). Aset yang tidak memiliki penggunaan alternatif merupakan pengerjaan aset yang spesifik sehingga menimbulkan keterbatasan atas kemampuan perusahaan untuk mengarahkan aset dengan segera untuk penggunaan lain, seperti aset yang dikerjakan tersebut tidak dengan mudah dapat dijual atau dialihkan ke pelanggan lain karena aset tersebut bersifat spesifik (pemesanan khusus oleh pelanggan). Selain itu, perusahaan akan mengalami kerugian ekonomik yang signifikan untuk mengarahkan aset untuk penggunaan lain karena perusahaan harus mengerjakan kembali aset tersebut agar dapat sesuai dengan permintaan pelanggan yang berbeda (karena aset yang bersifat spesifik).

Untuk penerapan pengakuan pendapatan berdasarkan pelaksanaan Kewajiban Pelaksanaan yang Dipenuhi Sepanjang Waktu, ada dua metode pengukuran kemajuan pekerjaan yang bisa dipergunakan perusahaan dalam mengukur kemajuan penyelesaian pekerjaan/penyelesaian kewajiban pelaksanaan, yaitu menggunakan :
  1. metode OUTPUT
  2. metode INPUT
Bagaimana mekanisme penggunaan kedua metode tersebut dalam pengakuan pendapatan perusahaan jika transaksi penjualan barang atau jasa yang terjadi memenuhi kondisi pemenuhan kewajiban pelaksanaan sepanjang waktu akan dibahas dalam posting saya selanjutnya. HRD ***

Tuesday, May 25, 2021

Mengidentifikasi KEWAJIBAN PELAKSANAAN, penerapan tahap 2 PSAK 72

Jika kita membaca standar akuntansi terkini yang mengatur mengenai pengakuan PENDAPATAN, yaitu PSAK 72, kita akan menemukan adanya satu istilah baru yang tidak ada dalam PSAK sebelumnya, yaitu istilah "Kewajiban Pelaksanaan". Apa yang dimaksud dengan Kewajiban Pelaksanaan tersebut ?

PSAK 72 mendefinisikan Kewajiban Pelaksanaan (Performance Obligation) sebagai janji dalam kontrak dengan pelanggan untuk mengalihkan kepada pelanggan baik :

  1. barang atau jasa (atau sepaket barang atau jasa) yang bersifat dapat dibedakan; atau
  2. serangkaian barang atau jasa yang bersifat dapat dibedakan yang secara substansial sama dan memiliki pola pengalihan yang sama kepada pelanggan
Pemahaman kita terhadap istilah "Kewajiban Pelaksanaan" ini cukup penting karena di dalam PSAK 72 akan sering kita temukan penggunaan istilah tersebut. Sebagai ilustrasi sederhana, misalnya sebuah perusahaan dagang PT A menjual barang X kepada pelanggan PT B. Dalam transaksi penjualan yang terjadi, PT A akan mengakui pendapatan atas penjualan barang X kepada PT B pada saat KEWAJIBAN PELAKSANAAN terpenuhi, yaitu pada saat PT A telah mengalihkan atau menyerahkan barang X kepada PT B sesuai dengan syarat penjualan dalam kontrak.

Paragraf 31 PSAK 72 mengatur bahwa entitas mengakui pendapatan ketika (atau selama) entitas memenuhi kewajiban pelaksanaan dengan mengalihkan barang atau jasa yang dijanjikan (yaitu aset) kepada pelanggan. Aset dialihkan ketika (atau selama) pelanggan memperoleh PENGENDALIAN atas aset tersebut.

Identifikasi Kewajiban Pelaksanaan dilakukan pada awal (insepsi) kontrak. Paragraf 22 PSAK 72 menjelaskan bahwa pada insepsi kontrak, entitas menilai barang atau jasa yang dijanjikan dalam kontrak dengan pelanggan dan mengidentifikasi sebagai kewajiban pelaksanaan setiap janji untuk mengalihkan kepada pelanggan baik :
  1. suatu barang atau jasa (atau sepaket barang atau jasa) yang bersifat dapat dibedakan; atau
  2. serangkaian barang atau jasa yang bersifat dapat dibedakan yang secara substansial sama dan memiliki pola pengalihan yang sama kepada pelanggan.
Kemudian, paragraf 23 menjelaskan bahwa serangkaian barang atau jasa yang bersifat dapat dibedakan memiliki pola pengalihan yang sama kepada pelanggan jika kedua kriteria berikut terpenuhi :
  1. setiap barang atau jasa yang bersifat dapat dibedakan dalam suatu rangkaian di mana entitas berjanji untuk mengalihkan kepada pelanggan akan memenuhi kriteria dalam paragraf 35 sebagai kewajiban pelaksanaan yang dipenuhi sepanjang waktu; dan
  2. sesuai dengan paragraf 39-40, metode yang sama akan digunakan untuk mengukur kemajuan entitas terhadap penyelesaian penuh atas kewajiban pelaksanaan untuk mengalihkan setiap barang atau jasa yang bersifat dapat dibedakan dalam suatu rangkaian kepada pelanggan.
Terpenuhinya KEWAJIBAN PELAKSANAAN sebagai dasar PENGAKUAN PENDAPATAN sesuai PSAK 72 dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
  1. Kewajiban Pelaksanaan yang dipenuhi SEPANJANG WAKTU (Over Time)
  2. Kewajiban Pelaksanaan yang dipenuhi PADA WAKTU TERTENTU (At a Point in Time)
Paragraf 35 PSAK 72 menjelaskan bahwa entitas mengalihkan pengendalian barang atau jasa sepanjang waktu dan, oleh karena itu, memenuhi kewajiban pelaksanaan dan mengakui pendapatan sepanjang waktu, jika satu dari kriteria berikut terpenuhi :
  1. pelanggan secara simultan menerima dan mengonsumsi manfaat yang disediakan dari pelaksanaan entitas selama entitas melaksanakan kewajiban pelaksanaannya
  2. pelaksanaan entitas menimbulkan atau meningkatkan aset (sebagai contoh, pekerjaan dalam proses) yang dikendalikan pelanggan selama aset tersebut ditimbulkan atau ditingkatkan; atau
  3. pelaksanaan entitas tidak menimbulkan suatu aset dengan penggunaan alternatif bagi entitas dan entitas memiliki hak atas pembayaran yang dapat dipaksakan atas pelaksanaan yang telah diselesaikan sampai saat ini
Dari penjelasan-penjelasan di atas, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan sehubungan dengan pengakuan Pendapatan sesuai PSAK 72 :
  1. yang pertama, adanya perpindahan PENGENDALIAN, yaitu perusahaan mengakui Pendapatan jika sekiranya Pengendalian atas barang atau jasa yang dijanjikan telah beralih ke pelanggan (lihat paragraf 31 PSAK 72)
  2. yang kedua, perusahaan mengakui Pendapatan ketika (atau selama) perusahaan memenuhi KEWAJIBAN PELAKSANAAN dengan mengalihkan barang atau jasa yang dijanjikan kepada pelanggan. Pemenuhan Kewajiban Pelaksanaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : (1) Kewajiban Pelaksanaan yang Dipenuhi Sepanjang Waktu, (2) Kewajiban Pelaksanaan yang Dipenuhi Pada Waktu Tertentu.
Untuk dapat mencatat dan mengakui Pendapatan dengan tepat sesuai PSAK 72, akuntan perusahaan perlu memahami dengan benar hal-hal yang telah dijelaskan tersebut di atas. Mudah-mudahan tulisan ini sedikit banyak bisa membantu (HRD) ***

Monday, May 24, 2021

Penerapan Tahap 1 PSAK 72, "Mengidentifikasi Kontrak dengan Pelanggan"

Prinsip utama PSAK 72 adalah bahwa perusahaan mengakui pendapatan untuk menggambarkan pengalihan barang atau jasa yang dijanjikan kepada pelanggan dalam jumlah yang mencerminkan imbalan yang diperkirakan menjadi hak perusahaan dalam pertukaran dengan barang atau jasa tersebut.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam posting saya sebelumnya ("PSAK 72, Model baru pengakuan Pendapatan"), PSAK 72 memperkenalkan model baru terkait dengan pengakuan Pendapatan dalam laporan keuangan Perusahaan melalui pelaksanaan 5 tahapan berikut :

  1. Mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan;
  2. Mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan dalam kontrak;
  3. Menentukan harga transaksi;
  4. Mengalokasikan harga transaksi ke kewajiban pelaksanaan dalam kontrak;
  5. Mengakui pendapatan ketika (atau selama) perusahaan menyelesaikan kewajiban pelaksanaan
Dalam pelaksanaan tahap pertama pengakuan pendapatan sesuai PSAK 72, paragraf 09 PSAK 72 mensyaratkan 5 kriteria yang harus terpenuhi sebelum perusahaan mencatat kontrak dengan pelanggan, yaitu :
  1. para pihak dalam kontrak telah menyetujui kontrak (secara tertulis, lisan atau sesuai dengan praktik bisnis pada umumnya) dan berkomitmen untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing;
  2. perusahaan dapat mengidentifikasi hak setiap pihak mengenai barang atau jasa yang akan dialihkan;
  3. perusahaan dapat mengidentifikasi jangka waktu pembayaran barang atau jasa yang akan dialihkan;
  4. kontrak memiliki substansi komersial (yaitu risiko, waktu atau jumlah arus kas masa depan perusahaan diperkirakan berubah sebagai akibat dari kontrak); dan
  5. kemungkinan besar (probable) perusahaan akan menagih imbalan yang akan menjadi haknya dalam pertukaran barang atau jasa yang akan dialihkan ke pelanggan. Dalam mengevaluasi apakah kolektibilitas dari jumlah imbalan kemungkinan besar terjadi, perusahaan hanya mempertimbangkan kemampuan dan intensi pelanggan untuk membayar jumlah imbalan ketika jatuh tempo. Jumlah imbalan yang akan menjadi hak perusahaan  mungkin lebih kecil dari harga yang tercatat dalam kontrak jika imbalan bersifat variabel karena perusahaan dapat menawarkan suatu konsesi harga kepada pelanggan.
PSAK 72 mendefinisikan KONTRAK sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat dipaksakan. Kemampuan memaksakan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak adalah permasalahan hukum. Kontrak dapat tertulis, lisan atau tersirat dalam praktik bisnis umum perusahaan. Praktik dan proses untuk menetapkan kontrak dengan pelanggan sangat bervariasi antar yurisdiksi hukum, industri, dan antar perusahaan. Sebagai tambahan, hal tersebut dapat bervariasi dalam suatu perusahaan (sebagai contoh, dapat bergantung pada kelas pelanggan atau sifat dari barang atau jasa yang dijanjikan). Perusahaan mempertimbangkan praktik dan proses tersebut dalam menentukan apakah dan kapan suatu perjanjian dengan pelanggan dapat menimbulkan hak dan kewajiban yang dapat dipaksakan.

Terkait dengan penerapan PSAK 72, kontrak tidak terjadi jika setiap pihak dalam kontrak memiliki hak yang dapat dipaksakan secara sepihak untuk mengakhiri kontrak takterlaksana penuh (wholly unperformed contract) tanpa adanya kompensasi kepada pihak (atau beberapa pihak) lain. Sebuah kontrak merupakan tak terlaksana  penuh jika kedua kriteria berikut ini terpenuhi :
  1. perusahaan belum mengalihkan barang atau jasa yang dijanjikan kepada pelanggan; dan
  2. perusahaan belum menerima, dan belum berhak menerima, imbalan apapun dalam pertukaran dengan barang atau jasa yang dijanjikan.
Jika kontrak dengan pelanggan memenuhi kriteria dalam paragraf 09 pada insepsi kontrak, maka perusahaan tidak menilai kembali kriteria tersebut kecuali terdapat indikasi perubahan yang signifikan dalam fakta dan keadaan. Sebaliknya, jika kontrak dengan pelanggan tidak memenuhi kriteria dalam paragraf 09, maka perusahaan melanjutkan menilai kontrak untuk menentukan apakah kriteria dalam paragraf 09 selanjutnya dapat terpenuhi.

Paragraf 15 PSAK 72 menjelaskan bahw ketika kontrak dengan pelanggan tidak memenuhi kriteria dalam paragraf 09 dan perusahaan menerima imbalan dari pelanggan, maka perusahaan mengakui imbalan yang diterima sebagai pendapatan hanya jika salah satu peristiwa berikut telah terjadi :
  1. perusahaan tidak memiliki sisa kewajiban untuk mengalihkan barang atau jasa kepada pelanggan dan seluruh, atau secara substansial seluruh, imbalan yang dijanjikan pelanggan telah diterima perusahaan dan tidak dapat dikembalikan, atau
  2. kontrak telah diakhiri dan imbalan yang diterima dari pelanggan tidak dapat dikembalikan.
Perusahaan mengakui imbalan yang diterima dari pelanggan sebagai LIABILITAS sampai salah satu dari peristiwa dalam paragraf 15 di atas terjadi atau sampai kriteria dalam paragraf 09 selanjutnya  terpenuhi. Bergantung pada fakta dan keadaan yang terkait dengan kontrak, liabilitas yang diakui mencerminkan kewajiban perusahaan untuk mengalihkan barang atau jasa di masa depan atau mengembalikan imbalan yang diterima. Dalam kedua kasus tersebut, liabilitas diukur pada jumlah imbalan yang diterima dari pelanggan (HRD) *** 

Wednesday, May 19, 2021

PSAK 72, Model baru pengakuan PENDAPATAN

 Pada tanggal 26 Juli 2017, DSAK IAI telah mengesahkan berlakunya standar akuntansi yang mengatur mengenai pengakuan pendapatan yaitu PSAK 72 tentang "Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan". PSAK 72 ini merupakan adopsi dari IFRS 15, Revenue from Contracts with Customers yang berlaku efektif per 1 Januari 2018. Sedangkan PSAK 72 sendiri mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2020. Perusahaan diperkenankan untuk melakukan penerapan dini atas PSAK 72 ini. Jika Perusahaan melakukan penerapan dini maka hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

PSAK 72 menggantikan beberapa standar akuntansi yang berlaku sebelumnya, yaitu :

  • PSAK 23 : Pendapatan
  • PSAK 34 : Kontrak Konstruksi
  • ISAK 10 : Program Loyalitas Pelanggan
  • ISAK 21 : Perjanjian Konstruksi Real Estate
  • ISAK 27 : Pengalihan Aset dari Pelanggan
  • PSAK 44 : Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat
  • PPSAK 7 : Pencabutan PSAK 44 : Akuntansi Aktivitas Pengembagan Real Estat
PSAK 72 memperkenalkan model baru terkait dengan pengakuan Pendapatan dalam laporan keuangan Perusahaan. Untuk dapat mengakui PENDAPATAN, PSAK 72 mensyaratkan perusahaan untuk melakukan analisa transaksi berdasarkan kontrak terlebih dahulu melalui lima tahapan berikut :
  1. Mengidentifikasi kontrak dengan pelanggan;
  2. Mengidentifikasi kewajiban pelaksanaan dalam kontrak;
  3. Menentukan harga transaksi;
  4. Mengalokasikan harga transaksi ke kewajiban pelaksanaan dalam kontrak;
  5. Mengakui pendapatan ketika (atau selama) perusahaan menyelesaikan kewajiban pelaksanaan
Bandingkan pengaturan syarat pengakuan pendapatan sesuai PSAK 72 di atas dengan pengaturan dalam PSAK 23 tentang Pendapatan yang berlaku sebelumnya.

Berdasarkan PSAK 23, pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut terpenuhi :
  1. Entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli;
  2. Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
  3. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
  4. Kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas; dan
  5. Biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan tersebut dapat diukur secara andal
Sedangkan pendapatan dari penjualan jasa berdasarkan PSAK 23diakui jika seluruh kondisi berikut terpenuhi :
  1. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal;
  2. Kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas;
  3. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur secara andal; dan
  4. Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur secara andal
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya sesuai PSAK 23, pendapatan baru diakui jika sekiranya risiko dan manfaat ekonomi telah berpindah kepada pelanggan. Sedangkan berdasarkan PSAK 72, pendapatan diakui jika sekiranya pelanggan telah memperoleh pengendalian atas barang atau jasa yang dijanjikan (HRD) **