Showing posts with label Persediaan. Show all posts
Showing posts with label Persediaan. Show all posts

Wednesday, May 28, 2008

Sekilas Audit Persediaan

Technorati Tags: ,,,

Persediaan adalah merupakan bagian dari aset perusahaan yang pada umumnya nilainya cukup material dan rawan oleh tindakan pencurian ataupun penyalahgunaan. Oleh karena itu, biasanya akun persediaan menjadi salah satu perhatian utama auditor dalam pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.

Adapun tujuan utama pemeriksaan persediaan adalah untuk menentukan bahwa :

· Persediaan secara fisik benar-benar ada

· Prosedur pisah batas (cut-off) persediaan telah dilakukan dengan memuaskan

· Persediaan telah dinilai sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PSAK) yang diterapkan secara konsisten

· Persediaan yang bergerak lambat (slow moving), usang, rusak, dapat diidentifikasika dengan tepat dan dicadangkan dalam jumlah yang memadai

· Penghitungan matematis dalam daftar persediaan telah dibuat dengan cermat

· Persediaan yang dijaminkan telah diidentifikasikan dan diungkapkan dengan jelas dalam catatan atas laporan keuangan

Walaupun tujuan-tujuan audit yang disebutkan di atas diarahkan terutama atas eksistensi dan valuasi persediaan dalam neraca, tetapi auditor harus selalu ingat bahwa audit terhadap akun persediaan yang dilakukannya harus berhubungan dengan harga pokok penjualan dan akun-akun terkait lainnya dalam laporan laba rugi.

Beberapa tahapan prosedur audit yang harus dilakukan auditor dalam melakukan pemeriksaan atas akun persediaan diantaranya adalah :

1. Pemahaman Bisnis Klien – kecukupan pemahaman atas bisnis perusahaan merupakan dasar terhadap audit persediaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh auditor melalui Kuesioner Pemahaman Bisnis dan Jenis Usaha Klien akan memberikan auditor pemahaman mengenai aspek-aspek unik dari bisnis dan jenis usaha, seperti faktor musiman dan siklus, sifat dari keuangan, metode dan kebijaksanaan penjualan, kondisi persaingan usaha, bahan baku dan sumbernya, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang berkaitan dengan kebijaksanaan operasi perusahaan serta karakteristik sistim informasi termasuk metode costing. Pemahaman ini memungkinkan auditor untuk mencapai kesimpulan mengenai aspek-aspek laporan keuangan sehubungan dengan persediaan.

2. Penilaian Pengendalian Intern – tujuan pengendalian intern atas persediaan adalah untuk meyakinkan bahwa (a) adanya pengendalian yang memadai terhadap mutasi persediaan, (b) semua transaksi persediaan telah dicatat dan diklasifikasikan dengan tepat, (c) penghitungan fisik persediaan telah dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, (d) harga perolehan persediaan telah ditentukan dengan tepat, (e) penyesuaian atas persediaan yang bergerak lambat (slow moving), usang dan rusak telah dilakukan dengan tepat.

3. Pengujian Substantif – tujuan utama pengujian substantif terhadap persediaan adalah untuk memberikan bukti nyata dari keberadaan dan penilaian persediaan. Pengujian ini meliputi observasi dan pengujian penghitungan fisik (stock taking), pengujian ringkasan dan pengujian harga.

Observasi dan Pengujian Fisik Persediaan

Observasi penghitungan fisik merupakan prosedur pemeriksaan umum. Keikutsertaan auditor pemeriksa dalam penghitungan fisik dan observasinya akan memberikan kepuasan dalam menilai metode penghitungan fisik yang dilakukan dan ketaatan perusahaan atas penyajian kuantitas serta kondisi fisik persediaan.

Apabila auditor tidak dapat melakukan observasi atsa penghitungan fisik persediaan karena adanya pembatasan pemeriksaan, maka auditor dapat memberikan pendapat dengan kualifikasi atau tidak memberikan pendapat sama sekali atas laporan keuangan perusahaan yang diperiksanya.

Ada beberapa metode penghitungan fisik persediaan, antara lain :

1. penghitungan fisik secara menyeluruh yang dilaksanakan setahun sekali pada tanggal neraca atau pada tanggal tertentu yang dihadiri auditor.

2. penghitungan yang kontinue yang dilakukan atas seluruh persediaan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun

3. penghitungan ulang atas semua seksi yang terbesar dengan menghitung sekurang-kurangnya sekali dalam setahun untuk seksi-seksi lainnya.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 331 mengenai “Sediaan” mengatur mengenai penghitungan fisik persediaan yang dilakukan oleh auditor.

Dalam paragraf 3 diatur bahwa jika kuantitas sediaan hanya ditentukan melalui penghitungan fisik, dan semua penghitungan dilakukan pada tanggal neraca atau pada suatu tanggal dalam periode yang tepat, baik sebelum maupun sesudah tanggal neraca, maka perlu bagi auditor untuk hadir pada saat penghitungan fisik sediaan dan, melalui pengamatan, pengujian dan permintaan keterangan memadai, untuk meyakinkan dirinya tentang efektivitas metode penghitungan fisik sediaan dan mengukur keandalan yang dapat diletakkan atas representasi klien tentang kuantitas dan kondisi fisik sediaan.

Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan auditor dalam penghitungan fisik persediaan, diantaranya adalah :

1. selama penghitungan fisik persediaan, auditor harus memastikan bahwa pengendalian atas prosedur pemasukan dan pengeluaran barang atau pergerakan intern barang selama penghitungan berlangsung telah diikuti sebagaimana mestinya, untuk menilai kecermatan pisah batas (cut-off) yang telah dilakukan. Jika memungkinkan, sebaiknya proses produksi dihentikan sementara selama berlangsungnya penghitungan fisik persediaan ataupun penghitungan fisik dilakukan pada saat tidak adanya kegiatan penerimaan maupun pengeluaran barang di gudang.

2. auditor harus memperhatikan kemungkinan adanya barang konsinyasi (titipan) yang bukan menjadi milik perusahaan, barang jaminan dan lainnya

3. kemungkinan adanya persediaan yang tidak berada dalam pengawasan perusahaan, misalnya barang yang berada di lokasi gudang umum, barang yang dipegang oleh penjual, barang konsinyasi dan lainnya. Untuk jenis persediaan ini, prosedur audit yang harus dilakukan adalah dengan melakukan konfirmasi langsung secara tertulis ataupun dengan penghitungan fisik.

4. auditor harus memastikan bahwa persediaan dalam perjalanan benar-benar belum diterima sampai pada saat penghitungan fisik persediaan berlangsung.

Jika penghitungan fisik persediaan dilakukan setelah tanggal neraca, auditor harus melakukan tarik mundur (draw back) hasil penghitungan fisik persediaan ke saldo tanggal neraca. Prosedur ini terutama diperlukan untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa pencatatan saldo persediaan pada tanggal neraca telah sesuai dengan fisik persediaan yang ada di gudang.

Pengujian atas Penentuan Harga Pokok Persediaan

Harga pokok persediaan umumnya ditentukan dengan metode rata-rata, FIFO ataupun LIFO.

Dalam meakukan pemeriksaan atas akun persediaan, auditor harus melakukan pengujian untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa metode yang digunakan dalam menilai persediaan telah sesuai dengan kebijakan akuntansi perusahaan.

Kuesioner Pengendalian Intern Persediaan

Kuesioner berkaitan dengan pengendalian intern persediaan di gudang yang biasanya ditanyakan oleh auditor selama berlangsungnya pemeriksaan diantaranya adalah :

· apakah persediaan dipisahkan secara memadai antara bahan baku, barang dalam proses, bahan pembantu maupun barang jadi

· apakah terdapat pengamanan yang cukup terhadap pencurian, kerusakan, kebakaran, banjir maupun risiko lainnya

· apakah persediaan berada di bawah pengawasan penjaga gudang

· apakah gudang tempat penyimpanan barang hanya dapat dimasuki oleh petugas gudang

· apakah barang dalam gudang hanya boleh dikeluarkan berdasarkan bukti permintaan dan bukti pengeluaran barang yang telah disetujui oleh pejabat berwenang

· apakah ada prosedur/pengawasan barang masuk atau keluar gudang, seperti penjaga pintu, pengecekan ulang antara barang di truk dengan dokumen bersangkutan dan lainnya

· jika perusahaan menggunakan sistim persediaan perpetual, apakah pencatatan di kartu persediaan dibuat terpisah untuk masing-masing kelompok persediaan

· apakah orang yang melaksanan pencatatan pada kartu persediaan bukan orang yang berfungsi sebagai penjaga gudang

· apakah secara periodik, jumah barang yang ada di kartu persediaan dicocokkan dengan buku besar

· apakah saldo persediaan dihitung secara fisik sekurang-kurangnya setahun sekali dan dicocokkan dengan kartu persediaan

Demikian sekilas gambaran audit atas persediaan. Semoga bermanfaat. (Hrd)

Thursday, April 10, 2008

ED PSAK 14 (Revisi 2008) vs PSAK 14 (1994) tentang Persediaan

Pada tanggal 26 Pebruari 2008, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah menyetujui Exposure Draft (ED) PSAK 14 (revisi 2008) tentang Persediaan untuk disebarluaskan dan ditanggapi oleh kalangan anggota IAI, Dewan Konsultatif SAK, Dewan Pengurus Nasional IAI, perguruan tinggi dan individu/organisasi/lembaga lain yang berminat.

ED PSAK 14 (revisi 2008) tentang Persediaan ini merupakan revisi atas PSAK 14 (1994) dan merupakan adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 2 : Inventories

Secara umum, perbedaan antara ED PSAK 14 (revisi 2008) dengan PSAK 14 (1994) diantaranya adalah :

· ED PSAK 14 (revisi 2008) Persediaan telah mengadopsi seluruh pengaturan dalam IAS 2 (2003) Inventories, kecuali untuk paragraf 3 (a), 4 dan 20 IAS 2 yang dihilangkan karena PSAK belum mengadopsi IAS 41 : Agriculture. Selain itu, IAS 2 paragraf 42 juga dihilangkan karena SIC-1 : Consistency Different Cost Formulas for Inventories belum diadopsi.

· ED PSAK 14 (revisi 2008) tidak diterapkan untuk pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar, sedangkan PSAK 14 (1994) tidak mengatur hal tersebut.

· Dalam PSAK 14 (1994) selisih valuta asing yang terkait pembelian persediaan dapat diakui sebagai biaya perolehan persediaan, tetapi hal tersebut tidak diatur lagi dalam ED PSAK 14 (revisi 2008).

· Biaya perolehan persediaan secara tangguh diatur dalam ED PSAK 14 (revisi 2008) yang dapat menimbulkan beban bunga, sedangkan PSAK 14 (1994) tidak mengatur hal tersebut.

· Rumus biaya yang digunakan dalam ED PSAK 14 (revisi 2008) adalah FIFO dan rata-rata tertimbang, sedangkan PSAK 14 (1994) adalah FIFO, LIFO dan rata-rata tertimbang.

Terdapat perbedaan ruang lingkup antara PSAK 14 (1994) dengan ED PSAK (revisi 2008) dimana dalam Ruang Lingkup PSAK 14 (1994) tidak meliputi penerapan untuk :

1. Pekerjaan dalam proses yang timbul dalam kontrak konstruksi

2. Instrumen keuangan; dan

3. Persediaan yang dimiliki oleh produsen peternakan, produk pertanian dan kehutanan, dan hasil tambang sepanjang persediaan tersebut dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih sesuai dengan kelajiman praktik yang berlaku dalam industri tertentu.

Sedangkan dalam ED PSAK 14 (revisi 2008) paragraf 2 Ruang Lingkup, diatur bahwa Pernyataan ini diterapkan untuk semua persediaan kecuali :

1. Pekerjaan dalam proses yang timbul dalam kontrak konstruksi

2. Persediaan yang terkait dengan real estat

3. Instrumen keuangan

4. Aset biolojik terkait dengan aktivitas agrikultur dan produk agrikultur pada saat panen

5. Aset biolojik terkait dengan hasil hutan

6. Hasil tambang umum dan hasil tambang minyak dan gas bumi.

ED PSAK 14 (revisi 2008) juga menambah satu paragraf yaitu paragraf 3 : Pernyataan ini tidak berlaku untuk pengukuran persediaan bagi pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan praktik yang berlaku pada industri. Ketika persediaan tersebut diukur pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, maka perubahan nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya.

Pada bagian Definisi paragraf 5 juga terdapat tambahan definisi mengenai Nilai Wajar, Komoditi dan Nilai Khusus Entitas.

Paragraf 8 PSAK 14 (1994) yang mengatur mengenai pengakuan selisih valuta asing yang terkait pembelian persediaan sebagai biaya perolehan persediaan dalam ED PSAK 14 (revisi 2008) dihilangkan.

Selanjutnya, terdapat tambahan paragraf 17 yang mengatur bahwa “Entitas mungkin membeli persediaan dengan persyaratan penyelesaian tangguhan (deferred settlement terms). Ketika perjanjian secara efektif mengandung elemen pembiayaan, maka elemen tersebut, misalnya perbedaan antara harga beli untuk persyaratan kredit normal dan jumlah yang dibayarkan diakui sebagai beban bunga selama periode pembayaran

Paragraf 23 ED PSAK 14 (revisi 2008) mengatur bahwa “Biaya persediaan, kecuali yang disebutkan dalam paragraf 21, harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang. Entitas harus menggunakan rumus biaya yang sama terhadap semua persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. Untuk persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda, rumusan biaya yang berbeda diperkenankan”. Sedangkan PSAK 14 (1994) mengakui penggunaan rumus biaya MPKP atau FIFO, rata-rata tertimbang dan MTKP atau LIFO.

Secara perpajakan, UU Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 dalam Pasal 10 ayat (6) juga mengatur bahwa rumus biaya persediaan yang diakui secara perpajakan hanya FIFO dan rata-rata.

Paragraf 38 ED PSAK 14 (revisi 2008) menyatakan bahwa “Entitas menerapkan Pernyataan ini untuk laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2009. Penerapan lebih dini dianjurkan”.

Tanggapan tertulis atas ED ini diharapkan diterima paling lambat pada 7 Mei 2008 dan dikirimkan ke :

Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia; Jl. Sindanglaya No.1, Menteng, Jakarta 10310; Fax No. 62-21 724 5078; E-mail : iai-info@iaiglobal.or.id.

Softcopy ED PSAK 14 (revisi 2008) ini dapat didownload melalui link berikut ini : ED PSAK 14 (revisi 2008)

Monday, March 17, 2008

Membukukan Persediaan Dalam Perjalanan

Bagaimana mekanisme pencatatan dan pengakuan Persediaan Dalam Perjalanan dalam laporan keuangan sebuah perusahaan ? Jika sekiranya kita melakukan pemesanan barang untuk Persediaan/Stock di gudang, apakah kalau sampai dengan tanggal tutup buku (tanggal neraca) barang tersebut belum diterima, harus dibukukan sebagai Persediaan Dalam Perjalanan ? Bagaimana cara membedakan Persediaan dan Persediaan Dalam Perjalanan.

Untuk mengetahui apakah suatu transaksi pemesanan/pembelian barang dapat diklasifikasikan sebagai Persediaan atau Persediaan Dalam Perjalanan, kita harus memperhatikan hal berikut :

Persediaan dibukukan jika telah terjadi penerimaan barang (oleh bagian gudang misalnya) yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen/bukti penerimaan barang, sedangkan Persediaan Dalam Perjalanan diakui dan dibukukan jika barang telah dikirim oleh penjual tetapi belum diterima oleh pembeli.

Dalam mempertimbangkan apakah suatu transaksi pembelian harus dibukukan sebagai Persediaan Dalam Perjalanan, menurut saya, kita harus memperhatikan syarat penjualan yang tercantum di kontrak jual beli. Jika syarat penjualan adalah franco gudang penjual  (transaksi jual beli telah dianggap terjadi begitu barang dikeluarkan dari gudang penjual) berarti jika barang belum kita terima tetapi sudah dikirim dari gudang penjual, maka bagian pembukuan berdasarkan bukti ataupun pemberitahuan pengiriman barang dari penjual harus membukukan transaksi tersebut sebagai Persediaan Dalam Perjalanan dalam kelompok Aset Lancar di Neraca.

Kenapa harus dibukukan sebagai Aset ? Bukankah barang yang dibeli belum kita terima ?

Ya, karena sesuai dengan syarat penjualan di atas yaitu franco gudang penjual berarti risiko dan manfaat kepemilikan barang sudah berpindah ke tangan pembeli begitu barang dikeluarkan dari gudang penjual. Atau dengan bahasa awamnya, barang yang dibeli sudah sah menjadi milik pembeli begitu keluar dari gudang penjual walupun fisik barang belum diterima.

Lantas, kalau sekiranya syarat penjualan franco gudang pembeli, kapan pengakuan Persediaan Dalam Perjalanan-nya ?

Kalau syarat penjualan adalah franco gudang pembeli dengan sendirinya tidak akan ada pencatatan/pengakuan Persediaan Dalam Perjalanan.

Kenapa demikian ? Karena kalau franco gudang pembeli berarti sebelum barang diterima oleh pembeli (walaupun barang sudah keluar dari gudang penjual) risiko dan manfaat kepemilikan barang belum berpindah ke tangan pembeli sehingga transaksi jual beli sama sekali belum dianggap terjadi.

PROSEDUR PEMERIKSAAN PERSEDIAAN DALAM PERJALANAN

Kalau kita sebagai pemeriksa (auditor), prosedur apa yang harus kita laksanakan untuk mengidentifikasi kebenaran pencatatan Persediaan Dalam Perjalanan di Neraca ?

Dengan asumsi syarat transaksi jual beli adalah franco gudang penjual, menurut saya, pertama kita harus perhatikan apakah barang sudah benar-benar dikirim dari gudang penjual. Kita bisa memperoleh informasi tersebut berdasarkan bukti pengiriman barang ataupun bukti lainnya yang dapat menginformasikan bahwa barang tersebut sudah benar-benar dikirim oleh penjual.

Jika syarat pertama sudah terpenuhi, setelah itu, kita harus perhatikan juga apakah barang tersebut benar-benar belum diterima sampai dengan tanggal neraca, misalnya dengan menelusuri ke bukti penerimaan barang di gudang ataupun bukti pendukung lainnya yang relevan.

Atau singkatnya, jika bukti pengiriman barang dari penjual ada (diterbitkan sebelum tanggal neraca) dan bukti penerimaan barang di gudang diterbitkan setelah tanggal neraca berarti pencatatan Persediaan Dalam Perjalanan benar.

Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka pencatatan Persediaan Dalam Perjalanan harus dipertanyakan kebenarannya (Hrd).