Showing posts with label GAAP. Show all posts
Showing posts with label GAAP. Show all posts

Monday, June 9, 2008

Sekilas Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU)

Technorati Tags: ,,

Laporan keuangan adalah suatu asersi yang disusun berdasarkan suatu standar atau kriteria yang diterima secara umum dalam praktek bisnis (generally accepted). Suatu pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) diterima secara umum apabila telah melalui suatu mekanisme yang disebut public hearing untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat.

Draft PSAK harus dapat diterima oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan dikeluarkan oleh suatu lembaga atau institusi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan dari masyarakat. Di Indonesia, institusi tersebut adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Komponen-komponen masyarakat yang berkepentingan atas prinsip akuntansi tersebut terdiri dari banyak pihak, yakni kalangan akademis, analis pasar modal, pemerintah, pengusaha, karyawan dan lain-lain. Otoritas atau lembaga pemerintah yang paling berkepentingan adalah pihak BAPEPAM, Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan Dirjen Pajak.

Apa-apa saja yang dapat dianggap sebagai bagian dari Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) ? Banyak praktisi dan akademis memandang sempit prinsip akuntansi dengan menganggap bahwa SAK adalah satu-satunya PABU. Perlu diketahui bahwa SAK adalah bagian kecil dari PABU.

SAK yang ada sekarang dikeluarkan oleh IAI melalui suatu organ yang kita kenal dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK). Dewan ini bertugas untuk menyusun draft standar akuntansi keuangan yang akan diberlakukan. Draft tersebut terlebih dahulu didiskusikan dengan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK) untuk kemudian dikeluarkan draft-nya. Bila telah diperoleh masukan, dilakukan sosialisasi (public hearing) untuk memperoleh masukan lebih banyak lagi dari masyarakat luas (pemakai laporan keuangan). Selanjutnya, bila tidak ada masalah lagi, maka IAI akan mengesahkan standar tersebut dan diberlakukan secara efektif.

Berbeda dengan di Indonesia, Amerika Serikat mendirikan badan penyusun standar akuntansi yang berada di luar asosiasi profesi. Badan ini adalah Financial Accounting Standards Board (FASB) yang tidak berada di bawah AICPA melainkan di bawah Financial Accounting Foundation (FAF). Badan ini berwenang penuh dalam menentukan standar akuntansi yang akan ditetapkan.

Sejak dilakukan pengadopsian IAS/IFRS menjadi SAK terjadi perubahan yang signifikan terhadap praktek pelaporan keuangan di Indonesia. Perubahan itu menuntut para praktisi akuntansi untuk selalu mempelajari perkembangan dan perubahan-perubahan standar akuntansi keuangan yang berkembang sangat cepat.

Sampai dengan saat ini, DSAK-IAI sedang dalam proses konvergensi (full adoption) PSAK dengan IFRS dengan rencana-rencana ke depan sebagai berikut :

· Pada akhir 2010 diharapkan seluruh IFRS sudah diadopsi dalam PSAK;

· Tahun 2011 merupakan tahun penyiapan seluruh infrastruktur pendukung untuk implementasi PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS;

· Tahun 2012 merupakan tahun implementasi dimana PSAK yang berbasis IFRS wajib diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik.

Penyajian Laporan Keuangan berdasarkan PSAK No.1 (Revisi 1998)

Laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponen-komponen berikut ini : Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas serta Catatan Atas Laporan Keuangan.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan adalah :

1. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan asumsi kelangsungan usaha (going concern)

2. Perusahaan harus menyusun laporan keuangan atas dasar akrual, kecuali laporan arus kas

3. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam laporan keuangan antar periode harus konsisten kecuali (a) terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat operasi perusahaan atau perubahan penyajian akan menghasilkan penyajian yang lebih tepat atas suatu transaksi atau peristiwa, atau (b) perubahan tersebut diperkenankan oleh PSAK

4. Pos-pos yang material disajikan terpisah dalam laporan keuangan, sedangkan yang tidak material digabungkan dengan jumlah yang memiliki sifat atau fungsi sejenis

5. Aset, kewajiban, pos-pos penghasilan dan beban disajikan secara terpisah kecuali saling hapus diperkenankan dalam PSAK

6. Informasi kuantitatif harus diungkapkan secara komparatif dengan periode sebelumnya, kecuali dinyatakan lain oleh PSAK.

Dalam paragraf 6 PSAK No. 1 dijelaskan bahwa manajemen perusahaan bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan perusahaan.

Di Indonesia terjadi kerancuan dalam praktek penyusunan laporan keuangan dimana laporan keuangan yang diserahkan kepada auditor eksternal biasanya tidak disajikan secara lengkap. Yang diserahkan kepada auditor eksternal adalah neraca dan laporan laba rugi. Laporan arus kas, perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan biasanya disusun oleh auditor eksternal, sehingga orang awam memandang penyusunan laporan keuangan adalah tanggung jawab auditor eksternal.

Hal tersebut dapat dilihat dari keseragaman penyajian laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan yang sama. Praktek ini merupakan penyimpangan yang telah lama ditoleransi.

Tulisan ini merupakan kutipan dari artikel berjudul “Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum” oleh Marisi P. Purba (Anggota Tim DRM-IAI KAP) serta PSAK No. 1 mengenai Penyajian Laporan Keuangan (Hrd).

Friday, April 11, 2008

3 PSAK revisian DSAK-IAI berlaku efektif sejak 1 Januari 2008. Sudah siapkah Anda ?

Sekedar mengingatkan kembali bahwa 3 PSAK revisian DSAK-IAI sudah berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu PSAK 13, PSAK 16 dan PSAK 30.

Sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Revisi tersebut dilakukan dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International Financial Reporting Standards (IFRS).

Tiga dari revisi PSAK tersebut berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 13 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994), PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain dan PSAK 17 (1994) : Akuntansi Penyusutan serta PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 30 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.

Sementara dua standar lainnya yaitu PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu serta PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2009. Pihak Bank Indonesia sendiri sejak dini sudah mewanti-wanti agar perbankan nasional menerapkan kedua PSAK tersebut untuk pelaporan keuangan sejak 2009 nanti.

Kelima PSAK tersebut dalam revisi terakhirnya sebagian besar sudah mengacu ke IAS/IFRS, walaupun terdapat sedikit perbedaan terkait dengan belum diadopsinya PSAK lain yang terkait dengan kelima PSAK tersebut.

Seperti yang sudah kita ketahui, saat ini standar akuntansi keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB. Oleh karena itu, arah penyusunan dan pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Dengan adanya penyempurnaan dan pengembangan PSAK secara berkelanjutan dari tahun ke tahun, saat ini terdapat tiga PSAK yang pengaturannya sudah disatukan dengan PSAK terkait yang terbaru sehingga nomor PSAK tersebut tidak berlaku lagi, yaitu :

  1. PSAK No. 9 (Revisi 1994) tentang Penyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 1 (Revisi 1998) tentang Penyajian Laporan Keuangan;
  2. PSAK No. 17 (Revisi 1994) tentang Akuntansi Penyusutan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap;
  3. PSAK No. 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan (1994) pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 19 (Revisi 2000) tentang Aset Tidak Berwujud.

Berikut kutipan dari Deloitte News Letter : The Standards Update Vol.1/24-Sep-2007

IFRS Convergence Planning

IAI is in the plan to convergence the PSAK with IFRS by the year 2012. In accordance with the plan, currently, DSAK is in the process to revise 3 (three) PSAKs as follows :

· PSAK 22 : Accounting for Business Combination, which is revised by reference to IFRS 3 : Business Combination;

· PSAK 58 : Discontinued Operations, which is revised by reference to IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; and

· PSAK 48 : Impairment of Assets, which is revised by reference to IAS 36 : Impairment of Assets

DSAK-IAI is also in process to develop the Standard for SME, and planning to issue the Standard by July 2008.

Footnote : Awal April kemarin, DSAK-IAI telah mempublikasikan beberapa perubahan Exposure Draft PSAK, diantaranya PSAK No. 58 di atas. Untuk lebih jelasnya silahkan klik posting saya berikut ini : DSAK-IAI menyetujui 3 ED PSAK Konvensional dan ....

Friday, April 4, 2008

Akuntansi Biaya Riset dan Pengembangan

Sebelumnya, Akuntansi Biaya Riset dan Pengembangan diatur tersendiri dalam PSAK No. 20, kemudian digabung ke dalam PSAK No. 19 (revisi 2000) mengenai Aktiva Tidak Berwujud tanggal 13 Oktober 2000. Perubahan tersebut sejalan dengan perubahan International Accounting Standard (IAS), dimana sebelumnya Biaya Riset dan Pengembangan diatur dalam IAS 9 yang efektif berlaku sejak 1 Januari 1995. Kemudian pada bulan September 1998 digabung ke dalam IAS 38 Intangible Assets yang efektif berlaku sejak 1 Juli 1999.

PSAK 19 mendefinisikan Riset sebagai penelitian orisinal dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru. (Research is original and planned investigation undertaken with the prospect of gaining new scientific or technical knowledge and understanding). Sedangkan Pengembangan didefinisikan sebagai penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana atau rancangan produksi bahan baku, alat, produk, proses, sistem, atau jasa yang sifatnya baru atau yang mengalami perbaikan yang substansial, sebelum dimulainya produksi komersial atau pemakaian (Development is the application of research findings or other knowledge to a plan or design for the production of new or substantially improved materials, devices, products, processes, systems or services prior to the commencement of commercial production or use).

Paragraf 36 PSAK 19 mengatur bahwa perusahaan tidak boleh mengakui aset tidak berwujud yng timbul dari riset (atau dari tahap riset pada suatu proyek internal). Pengeluaran untuk riset (atau tahap riset pada suatu proyek internal) diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

(Research costs should be recognized as an expense in the period in which they are incurred and should not be recognized as an asset in a subsequent period).

Selanjutnya dalam paragraf 37 dijelaskan bahwasanya pernyataan ini menganut pandangan bahwa dalam tahap riset pada suatu proyek, suatu perusahaan tidak dapat menunjukkan telah adanya suatu aset tidak berwujud yang akan dapat menghasilkan manfaat ekonomis masa depan. Dengan demikian, pengeluaran untuk riset selalu diakui sebagai beban pada saat terjadinya.

Contoh-contoh kegiatan riset adalah :

· kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan baru (activities aimed at obtaining new knowledge)

· pencarian, evaluasi, dan seleksi penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya (the search for application of research findings or other knowledge)

· pencarian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa, dan (the search for product or process alternatives,)

· perumusan, desain, evaluasi, dan seleksi berbagai alternatif kemungkinan bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem atau jasa (the formulation and design of possible new or improved product or process alternatives).

Paragraf 39 mengatur bahwa suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek internal) diakui jika, dan hanya jika, perusahaan dapat menunjukkan semua hal berikut ini :

1. kelayakan teknis penyelesaian aset tidak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual;

2. niat untuk menyelesaikan aset tidak berwujud tersebut dan menggunakannya atau menjualnya;

3. kemampuan untuk menggunakan atau menjual aset tidak berwujud tersebut;

4. cara aset tidak berwujud menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomis masa depan, yaitu antara lain perusahaan harus mampu menunjukkan adanya pasar bagi keluaran aset tidak berwujud atau pasar atas aset tidak berwujud itu sendiri, atau, jika aset tidak berwujud itu akan digunakan secara internal, perusahaan harus mampu menunjukkan kegunaan asset tidak berwujud tersebut;

5. tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tidak berwujud dan menggunakan atau menjual aset tersebut; dan

6. kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tidak berwujud selama pengembangannya.

The development costs of a project should be recognized as an expense in the period in which they are incurred. Development costs are capitalized only after technical and commercial feasibility of the asset for sale or use have been established. This means that the enterprise must intend and be able to complete the intangible asset and either use it or sell it and be able to demonstrate how the asset will generate future economic benefits. Development costs initially recognized as an expense should not be recognized as an asset in a subsequent period.

Contoh-contoh kegiatan pengembangan adalah :

· desain, konstruksi, serta pengujian prototype dan model sebelum produksi

· desain peralatan, cetakan, dan pewarnaan yang melibatkan teknologi baru

· desain, konstruksi, dan operasi pabrik percontohan yang skalanya tidak ekonomis untuk produksi komersial, dan

· desain, konstruksi, dan pengujian alternatif bahan baku, peralatan, produk, proses, sistem, atau jasa yang baru atau yang diperbaiki.

Jika biaya pengembangan memenuhi persyaratan aset tidak berwujud, maka mekanisme amortisasinya harus memperhatikan paragraf 58 PSAK 19 yang mengatur bahwa jumlah yang dapat diamortisasi dari aset tidak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu aset tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan.

Jika sekiranya perusahaan menetapkan masa manfaat aset tidak berwujud lebih dari 20 tahun, maka berdasarkan paragraf 88 diatur bahwa dalam laporan keuangan harus diungkapkan alasan perusahaan tidak mengikuti asumsi umum, yaitu masa manfaat suatu aset tidak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset tersebut tersedia untuk digunakan. Dalam memberikan alasan tersebut, perusahaan harus menjelaskan faktor-faktor penting dalam menentukan masa manfaat aset.

Kemudian, dalam paragraf 90 diatur bahwa laporan keuangan harus mengungkapkan jumlah keseluruhan pengeluaran riset dan pengembangan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan.

Footnote

1. Pengeluaran untuk Riset harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya

2. Pengeluaran untuk Pengembangan harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya, kecuali jika, dan hanya jika memenuhi ke-enam syarat tersebut di atas, pengeluaran untuk pengembangan dibukukan sebagai aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak lebih dari 20 tahun.

Wednesday, March 12, 2008

Sulitnya Membukukan Penjualan

Technorati Tags: ,,

Security and Exchange Commission (SEC) atau badan pengawas pasar modal di Amerika Serikat telah mengindikasikan bahwa masalah pengakuan transaksi penjualan yang diterapkan selama ini merupakan penyebab utama sering dilakukannya penyajian kembali (restatement) laporan keuangan perusahaan. Wall Street Journal dalam salah satu artikelnya pada bulan Januari 2002 juga melaporkan bahwa lebih sering dilakukan penyajian kembali laporan keuangan perusahaan dalam 3 tahun belakangan dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu. Sedangkan berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) ditemukan bahwa lebih setengah dari kecurangan laporan keuangan perusahaan publik di Amerika Serikat melibatkan overstatement penjualan. Atas latar belakang itulah kemudian, pada tahun 1999, US Security and Exchange Commission (SEC) menerbitkan Staff Accounting Bulletin 101, “Revenue Recognition in Financial Statements (SAB 101)”, yang diikuti pada bulan Oktober 2000 dengan diterbitkannya “Revenue Recognition in Financial Statements; Frequently Asked Questions.” Penerbitan SAB 101 ini telah berpengaruh signifikan terhadap tata cara pengakuan transaksi penjualan dalam pelaporan keuangan.

SAB 101 mengikhtisarkan pandangan staff SEC terhadap permasalahan yang ditemukan berkaitan dengan pengakuan transaksi penjualan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (GAAP). SAB 101 mengidentifikasi empat kriteria utama yang harus dipenuhi sebelum pengakuan penjualan suatu produk, yaitu :

1. adanya bukti pendukung transaksi yang memadai (persuasive evidence of an arrangement between buyer and seller exists)

2. pengiriman barang telah dilakukan atau jasa telah diberikan (delivery has occurred or services have been rendered)

3. harga jual kepada pembeli tetap dan dapat ditentukan (the seller’s price to the buyer is fixed or determinable)

4. penagihan secara wajar diyakini dapat dilakukan (collectability is reasonably assured)

Bandingkan dengan pengaturan akuntansi transaksi penjualan menurut PSAK. Berdasarkan PSAK No. 23 mengenai Pendapatan paragraf 13 dinyatakan bahwa Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh kondisi berikut terpenuhi :

1. perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;

2. perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;

3. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;

4. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan

5. biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.

Sedangkan untuk penjualan jasa, PSAK No. 23 mengatur bahwa apabila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca.

Hasil suatu transaksi dapat diestimasi dengan andal bila seluruh kondisi berikut ini dipenuhi :

1. jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;

2. besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;

3. tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan

4. biaya yang terjadi untuk transaksi dan untuk menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal.

Situs CFO.com memaparkan dalam salah satu artikelnya bahwa dari hasil riset SEC berdasarkan annual report yang disampaikan oleh sekitar 7.000 emiten yang harus mengimplementasikan SAB 101 pada tanggal 31 Desember 2000, ditemukan bahwa hanya 291 emiten yang melakukan perubahan terhadap kebijakan pengakuan penjualannya.

Lantas, industri apakah yang paling terpengaruh dengan implementasi SAB 101 tersebut ? Sekitar 43 persen dari perusahaan-perusahaan yang melaporkan perubahan kebijakan akuntansinya berkaitan dengan penerapan SAB 101 adalah perusahaan manufaktur, dan diikuti oleh perusahaan jasa sebesar 20%.

Keempat kriteria dasar pengakuan transaksi penjualan berdasarkan SAB 101 tersebut, walaupun kelihatannya sederhana dan mudah untuk dilaksanakan, namun dalam kenyataannya tidak demikian. Perusahaan yang memiliki beragam anak perusahaan dengan tipe dan jenis produk yang seragam tetapi menerapkan metode pengakuan transaksi penjualan yang berbeda-beda akan mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan syarat-syarat pengakuan penjualan berdasarkan SAB 101 tersebut.

Beberapa artikel yang dapat dijadikan referensi untuk mempelajari lebih jauh implementasi SAB 101 dapat didownload melalui link di bawah ini :

SAB 101 : FAQ ; Implementation of SAB 101 dan JoA : The Right Way to Recognize Revenue

Atau googling saja dengan keyword “SAB 101” untuk mendapatkan bahan referensi yang lebih banyak.

SAB 101 is based on the principle that in companies financial reporting, revenue should not be recognized until it is realized or realizable and earned. Before revenue is recognized, the following criteria must be met : persuasive evidence of an arrangement must exist; delivery must have occurred or services been rendered; the seller’s price to the buyer must be fixed or determinable; and collectability should be reasonably assured.