Monday, May 24, 2010

RUU Akuntan Publik akan segera menjadi UU Akuntan Publik ?

Pada tanggal 7 Mei 2010 kemarin, Pengurus Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) melalui surat No. 200/V/Int-IAPI/2010 telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang telah diterima dari Panitia Antar Departemen Penyusunan RUUAP Kementerian Keuangan RI untuk ditanggapi oleh para Anggota IAPI.

Adapun RUU-AP tersebut telah mendapat persetujuan Presiden RI untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI guna dibahas dan disahkan seperti yang dipublikasikan oleh situs Badan Pembinaan Hukum Nasional (www.bphn.go.id) tanggal 8 April 2010 yang menginformasikan antara lain bahwa Pemerintah melalui Supres No R.24/Pres/04/2010 telah mengajukan RUU tentang Akuntan Pubik ke DPR untuk di bahas. Dari segi substansinya, RUU Akuntan Publik disusun untuk meningkatkan kualitas jasa profesional Akuntan Publik sehingga dapat melindungi kepentingan publik (stakeholders), mengoptimalkan peranan akuntan publik dalam menunjang perkembangan perekonomian nasional yang sehat, efisien dan transparan, serta mewujudkan profesi akuntan publik yang memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi.

Pihak IAPI sendiri telah menyebarluaskan RUU-AP dimaksud kepada seluruh anggota melalui :

  1. Mailing list anggota dan Forkap;
  2. Website IAPI (www.iapi.or.id); dan
  3. Hardcopy (bagi yang memerlukan dapat meminta Sekretariat IAPI untuk mengirimkan atau mengambil sendiri dengan pemberitahuan terlebih dahulu).

Kepada seluruh anggota IAPI diberi kesempatan untuk memberikan masukan dan tanggapan atas RUU-AP tersebut paling lambat 30 hari sejak dikeluarkannya surat pemberitahuan dari pengurus IAPI di atas.  Masukan dan tanggapan dapat ditujukan kepada Pengurus IAPI baik via email ke info@iapi.or.id, atau dikirim langsung ke Sekretariat IAPI, Jalan Kapten P. Tendean No. 1 Lantai 1-2, Jakarta 12710.

Untuk memudahkan, berikut saya berikan link untuk download RUU-AP tersebut melalui situs IAPI di sini

Thursday, May 6, 2010

Standar Internasional Dipakai 2012

Jakarta, Kompas  - Indonesia memutuskan untuk berkiblat pada Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS. Standar ini sudah lama dikembangkan di Inggris.

Batas waktu yang ditetapkan bagi seluruh entitas bisnis dan pemerintah untuk menggunakan IFRS adalah 1 Januari 2012.

”Semua persiapan ke arah sana harus diselesaikan karena ini akan dimulai pada 1 Januari 2012. Coba dilihat dampak pada biayanya karena pengalihan standar akan menyebabkan timbulnya ongkos tambahan,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (5/5), saat menjadi pembicara kunci dalam seminar ”IFRS, Penerapan dan Aspek Perpajakannya”.

Menurut Sri Mulyani, konvergensi akuntansi Indonesia ke IFRS perlu didukung agar Indonesia mendapatkan pengakuan maksimal dari komunitas internasional yang sudah lama menganut standar ini.

”Kalau standar itu dibutuhkan dan akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara yang bisa dipercaya di dunia dengan tata kelola dan pertanggungjawaban kepada rakyat dengan lebih baik dan konsisten, tentu itu perlu dilakukan,” ujarnya.

Selain IFRS, kutub standar akuntansi yang berlaku di dunia saat ini adalah United States General Accepted Accounting Principles (US GAAP).

Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB).

Setelah berkiblat ke Belanda, belakangan Indonesia menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke Amerika Serikat dan nanti mulai tahun 2012 beralih ke IFRS.

Tujuh manfaat

Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus.

Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK). Kedua, mengurangi biaya SAK. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.

Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

”Pengalaman di Eropa, ada beberapa masalah yang muncul dalam implementasi IFRS, antara lain perencanaan waktu yang kurang matang dan kurangnya dukungan dari manajemen puncak,” tuturnya.

Kepala Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Etty Retno Wulandari mengatakan, Indonesia perlu mengadopsi IFRS karena sebagian besar negara di dunia sudah menganut standar akuntansi itu.

Dengan demikian, IFRS dapat meningkatkan perlindungan kepada investor pasar modal. ”Bapepam mewajibkan emiten dan perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan ke Bapepam dan menyediakannya pada masyarakat. Laporan tersebut harus disajikan dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi,” ungkapnya.

Indonesia juga perlu mengadopsi IFRS karena merupakan salah satu kesepakatan kelompok negara-negara G-20.

Pertemuan G-20 terakhir di Washington, Amerika Serikat, pada November 2008 membuat rencana aksi reformasi mendasar yang muatannya hampir 50 persen terkait isu tentang akuntansi dan audit. (OIN)

Sumber : KOMPAS Cetak terbitan tanggal 06 Mei 2010

Monday, May 3, 2010

Penerapan PSAK 50 & 55 tahun depan

JAKARTA : Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 50 dan 55 serta perhitungan risiko operasional (standar Basel II) terhadap perbankan masih dalam masa transisi dan akan berlaku sepenuhnya pada tahun depan.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Darmansyah Hadad menjelaskan penerapan PSAK 50 dan 55 tentang instrumen keuangan tidak bisa dihindari, karena kesepakatan umum sebagai sistem akuntansi yang harus dipatuhi. Namun, pelaksanaannya bagi perbankan nasional dilakukan bertahap.

Saat ini, lanjutnya, penerapan PSAK masih dalam masa transisi selama setahun, sambil mempelajari penerapan di beberapa negara yang juga ada persoalan seperti Singapura dan Australia.

Selain itu, kata Muliaman, pembebanan modal untuk memenuhi perhitungan risiko operasional ditempuh bertahap. Langkah ini dimulai dengan pembebanan modal inti terhadap risiko operasional ditetapkan di skala 5% pada semester I 2010. Sedangkan semester berikutnya menjadi 10% sampai 2011 harus sepenuhnya menjadi 15%.

Menurut dia, kecukupan modal suatu bank tidak bisa hanya diukur dari risiko pasar dan kredit, tapi harus memasukkan risiko operasional supaya mencerminkan keadaan. Pemenuhan modal inti sangat penting bagi regulator, investor maupun nasabah untuk memastikan kesiapan bank terhadap profil risiko yang dihadapi.

"Kami sudah hitung dan membuat simulasi, berapa kira-kira rasio kecukupan modal akan berkurang jika 15% risiko operasional diberlakukan. Kalau tingkat kesiapan dari setiap bank itu ditentukan oleh SDM dan dukungan teknologinya yang harus dipenuhi sesuai standar," jelasnya pekan lalu.

Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia Halim Alamsyah menjelaskan PSAK 50 dan 55 mengubah pencatatan pada beberapa pos sehingga lebih terlihat kinerja dari bisnis inti dan bisnis pelengkap bank. Data ini, tuturnya, bisa membantu regulator untuk menganalisis perbankan.

Lebih transparan

Beberapa ketentuan, lanjutnya, pencatatannya menjadi lebih transparan seperti pembedaan kredit yang komitmennya telah ada dan yang belum terkait dengan kewajiban penyediaan pencadangan. Selama ini, pencatatan kredit tidak membedakan hal itu.

"Memang PSAK yang baru, membuat bank menjadi lebih baik, dan buat otoritas menjadi lebih mudah memberikan solusi dalam kebijakan."

Halim memaparkan untuk pemenuhan risiko operasional terdapat dua pendekatan yang bisa digunakan yaitu pendekatan indikator dasar yaitu memenuhi risiko operasioal bertahap 15% dan pendekatan standar.

Beberapa bank yang besar di usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), cenderung memilih metode standar karena bisa mengurangi pembebanan atas modal menjadi lebih kecil.

Namun, sejumlah bank justru bisa kebalikannya, lebih diuntungkan dengan menggunakan pendekatan indikator dasar.

"Beberapa bank justru meminta diberlakukan segera tapi dengan pendekatan standar karena beban terhadap modalnya menjadi lebih ringan."

Wadirut BCA Jahja Setiaatmadja menambahkan saat ini perseroan telah menerapkan PSAK 50 dan 55 sehingga membuat sistem pencatatan berubah, terutama berkaitan dengan perhitungan pendapatan bunga bersih tidak lagi memasukan komponen imbal hasil dari surat berharga.

Oleh Fajar Sidik
Bisnis Indonesia

Sumber : Harian Bisnis Indonesia (www.bisnis.com) terbitan tanggal 03 May 2010

Saturday, May 1, 2010

DSAK Kembali Mengesahkan ED SAK menjadi SAK

Pada tanggal 29 April 2010 kemarin, IAI menyampaikan informasi mengenai pengesahan atas beberapa PSAK dan ISAK yang sebelumnya telah diterbitkan ED nya. Berikut ini isi berita yang saya kutip dari situs IAI tersebut :

Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) kembali mengesahkan Eksposure draft Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menjadi SAK.

Standar Akuntansi Keuangan yang telah disahkan tersebut terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK). Pengesahan SAK merupakan salah satu proses konvergensi IFRS yang sedang dilaksanakan DSAK IAI.

PSAK dan ISAK yang disahkan pada tanggal 19 Pebruari 2010 adalah :

1. PSAK 7 (revisi 2010): Pengungkapan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa

2. PSAK 23 (revisi 2010): Pendapatan

3. PSAK 19 (revisi 2010): Aset Takberwujud

4. ISAK 14: Aset TakBerwujud – Biaya Situs Web

PSAK yang disahkan pada tanggal 3 Maret 2010 adalah PSAK 22 (revisi 2010): Kombinasi Bisnis

Sedangkan PSAK dan ISAK yang disahkan pada tanggal 23 Maret 2010 adalah :

1. PSAK 10 (revisi 2010): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing

2. ISAK 13: Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

PSAK dan ISAK yang telah disahkan tersebut merupakan adopsi atas IFRSs per 1 Januari 2009.

Sumber : Situs IAI