Monday, December 30, 2013

Perubahan Batasan PENGUSAHA Kecil PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Pada tanggal 20 Desember 2013 kemarin, Menteri Keuangan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.197/PMK.03/2013 mengenai Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.

Sebelumnya, berdasarkan PMK No.68/PMK.03/2010, batasan PENGUSAHA KECIL PPN adalah sebesar Rp 600 juta. Melalui PMK No.197/PMK.03/2013 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2014 ini, batasan PENGUSAHA KECIL PPN tersebut telah ditingkatkan menjadi sebesar Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Dalam Pasal 1 PMK tersebut dijelaskan bahwa PENGUSAHA KECIL merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) TAHUN BUKU melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto TIDAK LEBIH dari Rp 4.800.000.000. Jumlah peredaran bruto ini merupakan jumlah keseluruhan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.

Pasal 4 PMK No.197 tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila SAMPAI DENGAN SUATU BULAN DALAM TAHUN BUKU jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 Miliar. Kewajiban untuk melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling lama AKHIR BULAN BERIKUTNYA setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp 4,8 Miliar.

Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam 1 tahun buku tidak melebihi Rp 4,8 Miliar, maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan PENCABUTAN pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (HRD).

Friday, December 13, 2013

Perlakuan Biaya Pengurusan LEGAL Hak atas TANAH

Sebelumnya, pencatatan transaksi akuntansi yang berkaitan dengan perolehan aset tetap TANAH diatur dalam PSAK No.47 mengenai Akuntansi Tanah. Berdasarkan PSAK No.47 tersebut, selain pengaturan pencatatan akuntansi atas perolehan TANAH, juga diatur mengenai pencatatan akuntansi atas biaya-biaya yang dikeluarkan yang berkaitan dengan PENGURUSAN LEGAL HAK ATAS TANAH.

Adapun biaya-biaya yang termasuk ke dalam Pengurusan Legal Hak atas Tanah antara lain meliputi :

  1. biaya legal audit seperti pemeriksaan keaslian sertifikat tanah, rencana tata kota
  2. biaya pengukuran-pematokan-pemetaan ulang
  3. biaya notaris, biaya jual beli dan PPAT
  4. pajak terkait pada jual-beli tanah
  5. biaya resmi yang harus dibayar ke Kas Negara, untuk perolehan hak, perpanjangan atau pembaruan hak baik status maupun peruntukan.

Biaya-biaya tersebut di atas, baik yang dikeluarkan untuk perolehan hak atas tanah BARU MAUPUN PERPANJANGAN hak atas tanah, sesuai dengan ketentuan dalam PSAK No.47 harus dibukukan sebagai BEBAN TANGGUHAN. Penyajian Beban Tangguhan Hak atas Tanah tersebut di Laporan Posisi Keuangan (Neraca) harus dipisahkan dari Beban Tangguhan yang lain.

Semua Beban Tangguhan terkait dengan hak atas tanah diamortisasi sepanjang umur hukum hak atau umur ekonomis aset tanah, yang mana yang lebih pendek (PSAK No.47 Paragraf 26).

Kemudian, seiring dengan berlakunya PSAK No.16 (Revisi 2011) tentang Aset Tetap sejak 1 Januari 2012, maka PSAK No.47 tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya, pencatatan akuntansi berkaitan dengan biaya Pengurusan Legal Hak atas Tanah diatur melalui ISAK No.25 mengenai Hak atas Tanah yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2012.

Paragraf 10 ISAK No.25 mengatur bahwa biaya Pengurusan Legal Hak atas Tanah ketika tanah diperoleh PERTAMA KALI diakui sebagai bagian dari biaya perolehan aset tetap TANAH sesuai dengan PSAK No.16 mengenai Aset Tetap paragraf 16.

Sedangkan biaya pengurusan PERPANJANGAN atau PEMBARUAN Legal Hak atas Tanah diakui sebagai ASET TAKBERWUJUD dan diamortisasi sepanjang umur hukum hak atau umur ekonomi tanah, mana yang lebih pendek sesuai dengan PSAK 19 tentang Aset Takberwujud paragraf 94.

Jadi, sesuai dengan pengaturan di ISAK No.25, sejak 1 Januari 2012 biaya pengurusan legal hak atas tanah yang boleh diamortisasi terbatas hanya atas biaya pengurusan perpanjangan atau pembaruan legal hak atas tanah, sedangkan untuk biaya legal yang timbul ketika tanah diperoleh pertama kali harus dibukukan sebagai bagian dari biaya perolehan aset tetap Tanah dan tidak boleh diamortisasi atau disusutkan (HRD).