Wednesday, August 19, 2015

Pengesahan ED 6 PSAK dan Penerbitan 1 PSAK Baru

MP900227474Pada tanggal 3 Agustus 2015 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) telah mengumumkan melalui website IAI, pengesahan beberapa exposure draft berupa amandemen atas 6 (enam) PSAK dan penerbitan 1 (satu) PSAK baru sesuai dengan hasil rapat DSAK IAI yang telah dilakukan pada tanggal 29 Juli 2015.

Adapun Exposure Draft 6 PSAK yang disahkan tersebut adalah PSAK 4, 15, 16, 65, 66 dan 67. Sedangkan  ED PSAK baru yang disahkan adalah PSAK 69.

Rincian ED PSAK yang telah disahkan adalah sebagai berikut :

  1. ED Amandemen PSAK 4 : Laporan Keuangan Tersendiri tentang Metode Ekuitas dalam Laporan Keuangan Tersendiri;
  2. ED Amandemen PSAK 15 : Penjualan atau Kontribusi Aset antara Investor dengan Asosiasi atau Ventura Bersamanya;
  3. ED Amandemen PSAK 15 : Entitas Investasi : Penerapan Pengecualian Konsolidasi;
  4. ED Amandemen PSAK 16 : Aset Tetap tentang Agrikultur : Tanaman Produktif;
  5. ED Amandemen PSAK 65 : Penjualan atau Kontribusi Aset antara Investor dengan Asosiasi atau Ventura Bersamanya;
  6. ED Amandemen PSAK 65 : Entitas Investasi : Penerapan Pengecualian Konsolidasi;
  7. ED Amandemen PSAK 67 : Entitas Investasi : Penerapan Pengecualian Konsolidasi;
  8. ED Amandemen PSAK 66 : Pengaturan Bersama tentang Akuntansi untuk Akuisisi Kepentingan dalam Operasi Bersama; serta
  9. ED PSAK 69 : Agrikultur

Lebih lanjut, dalam pengumuman tersebut juga diinformasikan bahwa mengacu pada due process procedure DSAK IAI, atas ED PSAK yang telah disahkan ini, DSAK IAI akan segera menerbitkan exposure draft dan melaksanakan kegiatan public hearing atas ED tersebut. Pengumuman pelaksanaan dan undangan mengenai kegiatan public hearing akan segera diinformasikan di website IAI. ED akan segera diungguh di website IAI untuk dapat diakses oleh publik.

Sampai dengan saat posting tulisan ini ED PSAK tersebut masih belum tersedia di website IAI (HRD).

Thursday, August 13, 2015

Perubahan Kebijakan Akuntansi, kapan diperbolehkan ?

MP910220873PSAK No.25 (Penyesuaian 2014) mendefinisikan KEBIJAKAN AKUNTANSI sebagai prinsip, dasar, konvensi, peraturan, dan praktik tertentu yang diterapkan entitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

Berkaitan dengan pemilihan dan penerapan suatu kebijakan akuntansi, paragraf 7 PSAK 25 mengatur bahwa ketika suatu PSAK secara spesifik berlaku untuk suatu transaksi, peristiwa atau kondisi lain, kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk pos tersebut menggunakan PSAK tersebut.

Paragraf 13 lebih lanjut menjelaskan bahwa entitas memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi secara KONSISTEN untuk transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang serupa, kecuali suatu PSAK secara spesifik mengatur atau mengizinkan pengelompokan pos-pos dengan kebijakan akuntansi yang berbeda adalah hal yang tepat. Jika suatu PSAK mengatur atau mengizinkan pengelompokan tersebut, maka kebijakan akuntansi yang tepat dipilih dan diterapkan secara konsisten untuk setiap kelompok.

Sesuai dengan pengaturan dalam paragraf 13 di atas, PSAK mensyaratkan perusahaan untuk menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara konsisten. Hal ini berarti jika perusahaan telah memilih dan menetapkan suatu kebijakan akuntansi maka kebijakan akuntansi tersebut harus diterapkan terus dari suatu periode ke periode berikutnya. Perusaahan tidak boleh menerapkan kebijakan akuntansi yang berbeda-beda. Misalnya pada tahun lalu perusahaan menetapkan penggunaan metode FIFO dalam menentukan biaya persediaan, kemudian tahun berjalan dirubah menjadi metode Rata-rata Tertimbang. Praktik akuntansi seperti itu secara tegas dilarang oleh PSAK.

Kenapa kebijakan akuntansi harus diterapkan secara konsisten ? Paragraf 15 PSAK 25 menjelaskan bahwa pengguna laporan keuangan perlu untuk mampu membandingkan laporan keuangan entitas sepanjang waktu untuk mengidentifkasikan kecenderungan dalam posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kasnya. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang sama diterapkan pada setiap periode dan dari suatu periode dengan periode berikutnya. Ini berarti, penerapan kebijakan akuntansi secara konsisten akan menjamin bahwa laporan keuangan periode berjalan dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya sehingga proses pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atas pelaporan keuangan dapat dilakukan secara tepat.

Lantas, apakah dengan demikian perubahan kebijakan akuntansi sama sekali tidak boleh dilakukan ?

Paragraf 14 PSAK 25 mengatur bahwa entitas diperbolehkan untuk mengubah suatu kebijakan akuntansi HANYA JIKA perubahan tersebut :

  1. disyaratkan oleh suatu PSAK; atau
  2. menghasilkan laporan keuangan yang memberikan informasi yang andal dan lebih relevan tentang dampak transaksi, peristiwa atau kondisi lainnya terhadap posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas entitas

Ini berarti perubahan suatu kebijakan akuntansi pada dasarnya diperbolehkan dengan catatan harus memenuhi salah satu dari persyaratan yang telah disebutkan di atas.

Jika sekiranya sebuah perusahaan telah memenuhi persyaratan untuk diperbolehkan merubah kebijakan akuntansi lantas bagaimana penerapannya ?

Paragraf 19 PSAK 25 menjelaskan bahwa bergantung pada paragraf 23 :

(a) entitas mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari penerapan awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi dalam PSAK tersebut, jika ada; dan

(b) jika entitas mengubah kebijakan akuntansi untuk penerapan awal suatu PSAK yang tidak mengatur ketentuan transisi untuk perubahan tersebut, atau perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela, maka entitas menerapkan perubahan tersebut secara RETROSPEKTIF.

Penjelasan di paragraf 23 berkaitan dengan pengaturan dalam paragraf 19 di atas adalah bahwa ketika penerapan retrospektif disyaratkan oleh paragraf 19(a) atau 19(b), maka perubahan kebijakan akuntansi diterapkan secara retrospektif kecuali sepanjang tidak praktis untuk menentukan dampak spesifik-periode atau dampak kumulatif perubahan tersebut.

Penerapan Retrospektif sesuai paragraf 19(a) atau 19(b) dilakukan dengan melakukan penyesuaian saldo awal setiap komponen ekuitas yang terpengaruh untuk periode sajian paling awal dan jumlah komparatif lainnya diungkapkan untuk setiap periode sajian seolah-olah kebijakan akuntansi baru tersebut sudah diterapkan sebelumnya (HRD).

Thursday, July 30, 2015

Perubahan PTKP mulai 1 JANUARI 2015

MC900303024Pada tanggal 27 Juli 2015 kemarin, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah mengeluarkan SIARAN PERS megenai perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2015.

Berdasarkan Siaran Pers tersebut diinformasikan antara lain bahwa mulai 1 Januari 2015, Wajib Pajak Orang Pribadi akan mendapatkan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 48% atau setara dengan Rp 11.700.000 menjadi Rp 36.000.000 setahun dari sebelumnya sebesar Rp 24.300.000.

Peningkatan PTKP tersebut diperoleh setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.122/PMK.010/2015 tanggal 29 Juni 2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Penerbitan PMK tersebut dilatarbelakangi oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat. Lebih lanjut, kenaikan PTKP tersebut ditujukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan sebagai insentif agar pertumbuhan ekonomi nasional dapat didorong melalui peningkatan konsumsi masyarakat.

Seperti yang dijelaskan dalam Siaran Pers tersebut, meskipun diundangkan pada tanggal 29 Juni 2015, PMK tersebut berlaku surut yaitu mulai berlaku sejak TAHUN PAJAK 2015 sehingga akan menimbulkan beberapa konsekuensi atas penghitungan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 tahun 2015 sebagai berikut :

  1. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk Masa Pajak Juli s.d Desember 2015 dihitung dengan menggunakan PTKP baru;
  2. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari s.d Juni 2015 yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama dilakukan pembetulan dengan menggunakan PTKP baru.

Dalam hal terdapat kelebihan setor akibat pembetulan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari s.d Juni 2015, dan agar manfaat kenaikan PTKP tersebut dapat langsung dirasakan oleh masyarakat luas maka pemberi kerja mengkompensasikan kelebihan setor tersebut terhadap PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli s.d Desember 2015.

Dokumen Siaran Pers Dirjen Pajak Kementerian Keuangan serta PMK No.122/PMK.010/2015 terkait dapat didownload melalui link berikut ini :

  1. Siaran Pers Dirjen Pajak tanggal 27 Juli 2015
  2. PMK No.122/PMK.010/2015 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak

Friday, July 17, 2015

Pengumuman Dirjen Pajak tentang Faktur Pajak Berbentuk ELEKTRONIK

Page-0012Pada tanggal 16 Maret 2015 kemarin, Dirjen Pajak telah menerbitkan PENGUMUMAN Nomor PENG-1/PJ.02.2015 tentang Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-FAKTUR) yang kemudian telah direvisi dengan PENGUMUMAN Nomor PENG-2/PJ.02/2015 tanggal 30 April 2015.

Dalam PENGUMUMAN tersebut diinformasikan antara lain bahwa sehubungan dengan pemberlakuan Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur), Direktorat Jenderal Pajak perlu mengumumkan hal-hal sebagai berikut :

  1. Telah diterbitkan ketentuan yang mengatur mengenai Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) yaitu :
    • Peraturan Menteri Keuangan No.151/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;
    • Peraturan Dirjen Pajak No.PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Peraturan Dirjen Pajak No.PER-17/PJ/2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Dirjen Pajak No.PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-136/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-224/PJ/2014 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-33/PJ/2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-62/PJ/2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-94/PJ/2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik;
    • Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-96/PJ/2015 tentang Penetapan Pengusaha Kena Pajak yang Diwajibkan Membuat Faktur Pajak Berbentuk Elektronik; dan
    • Pengumuman Dirjen Pajak No.PENG-01/PJ.02/2014 tentang Faktur Pajak Berbentuk Elektronik (e-Faktur).
  2. Bahwa pemberlakuan e-Faktur dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kenyamanan, dan keamanan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan khususnya pembuatan Faktur Pajak
  3. Direktur Jenderal Pajak telah menetapkan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-Faktur) sebagaimana terlampir
  4. Kepada seluruh pihak yang melakukan pembelian Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud di atas dengan ini diberitahukan bahwa Faktur Pajak yang akan diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak tersebut berbentuk elektroni (e-Faktur).
  5. Hal-hal yang perlu diketahui terkait dengan e-Faktur dapat diinformasikan sebagai berikut :
    • e-Faktur berbentuk elektronik, sehingga tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas, namun demikian dalam hal diperlukan cetakan kertas baik oleh penjual dan/atau pihak pembeli, e-Faktur dipersilahkan untuk dicetak sesuai dengan kebutuhan
    • e-Faktur ditandatangani secara elektronik sehingga tidak disyaratkan lagi untuk ditandatangani secara basah oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak
    • e-Faktur menggunakan mata uang Rupiah
  6. Dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk file pdf dan/atau kertas, maka contoh tampilannya adalah sebagaimana terlampir (Lampiran VII). Apabila e-Faktur dicetak di atas kertas yang disediakan secara khusus oleh Pengusaha Kena Pajak, misalnya kertas yang telah dicetak logo perusahaan, alamat, atau informasi lainnya, maka e-Faktur yang dicetak di atas kertas tersebut tetap berfungsi sebagai Faktur Pajak
  7. Diminta bantuan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah DJP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan, dan Kepala KP2KP, untuk menyebarluaskan pengumuman ini melalui media yang tersedia di Tempat Pelayanan Terpadu dan/atau tempat/media lain yang tersedia dan memungkinkan.

Dokumen PENGUMUMAN di atas beserta Lampiran-lampirannya secara lengkap dapat didownload melalui link berikut ini :

  1. PENGUMUMAN No.PENG-1/PJ.02/2015 tanggal 16 Maret 2015
  2. PENGUMUMAN No.PENG-2/PJ.02/2015 tanggal 30 April 2015

Lebih lanjut, pada tanggal 16 Juni 2015 Dirjen Pajak telah menerbitkan PENGUMUMAN lainnya yaitu PENGUMUMAN Nomor PENG-6/PJ.02/2015 tentang Penegasan Atas e-Faktur. Dokumen PENG-6 tersebut dapat didownload DI SINI (HRD).

Wednesday, April 29, 2015

Perubahan Aturan ROTASI Jasa Akuntan Publik

Sebelumnya, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 5 Pebruari 2008 dalam Pasal 3 ayat (1) diatur bahwa :

Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut

Kemudian, dalam ayat (2) diatur bahwa :

Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut

Selanjutnya, dalam ayat (3) diatur bahwa :

Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut

Berdasarkan pengaturan dalam PMK No.17 tersebut di atas, sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) hanya boleh mengaudit sebuah perusahaan paling lama 6 (enam) tahun buku berturut-turut, sedangkan bagi Akuntan Publik (AP) di dalam KAP tersebut hanya diperbolehkan mengaudit paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.

Pada tanggal 6 April 2015, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2015 tentang Praktik Akuntan Publik (PP 20/2015) yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari Undang-undang No.5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

Berkaitan dengan aturan rotasi jasa akuntan publik diatur dalam Pasal 11 PP 20/2015 tersebut, dimana dalam Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa :

Pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terhadap suatu entitas oleh seorang Akuntan Publik dibatasi paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut

Kemudian, dalam ayat (2) dijelaskan bahwa :

Entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

  1. Industri di sektor Pasar Modal;
  2. Bank Umum;
  3. Dana Pensiun;
  4. Perusahaan Asuransi/Reasuransi; atau
  5. Badan Usaha Milik Negara

Selanjutnya, ayat (3) Pasal 11 PP 20/2015 tersebut menjelaskan bahwa :

Pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga berlaku bagi Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi

(PENJELASAN - Yang dimaksud dengan “Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi” adalah Akuntan Publik yang tidak menandatangani laporan auditor independen namun terlibat langsung dalam pemberian jasa, misal : Akuntan Publik yang merupakan partner in charge dalam suatu perikatan audit)

Lebih lanjut, ayat (4) menjelaskan bahwa :

Akuntan Publik dapat memberikan kembali jasa audit atas informasi keuangan historis terhadap entitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 2 (dua) tahun buku berturut-turut tidak memberikan jasa tersebut

Pada bagian KETENTUAN PERALIHAN dalam Pasal 22 PP 20/2015 tersebut diatur bahwa :

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Akuntan Publik yang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas :

  1. untuk 1 (satu) tahun buku dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 4 (empat) tahun buku berikutnya
  2. untuk 2 (dua) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 3 (tiga) tahun buku berikutnya
  3. untuk 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut dapat melanjutkan pemberian jasa audit secara berturut-turut untuk 2 (dua) tahun buku berikutnya

PP 20/2015 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu tanggal 6 April 2015.

Jika sebelumnya, berdasarkan PMK 17/2008 sebuah KAP dibatasi hanya boleh melakukan audit laporan keuangan historis perusahaan dalam 6 tahun berturut-turut dan AP dalam 3 tahun berturut-turut, maka berdasarkan PP 20/2015 ini tidak ada pembatasan lagi untuk KAP. Adapun pembatasan hanya berlaku untuk AP yaitu selama 5 tahun buku berturut-turut (HRD).

Thursday, January 15, 2015

PSAK yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2015

 Pada tanggal 19 Desember 2013 kemarin, DSAK IAI telah mengesahkan beberapa PSAK baru dan revisian. Adapun PSAK tersebut adalah sebagai berikut :

  1. PSAK 1 (2013) tentang Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 4 (2013) tentang Laporan Keuangan Tersendiri
  3. PSAK 15 (2013) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama
  4. PSAK 24 (2013) tentang Imbalan Kerja
  5. PSAK 65 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian
  6. PSAK 66 tentang Pengaturan Bersama
  7. PSAK 67 tentang Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain
  8. PSAK 68 tentang Pengukuran Nilai Wajar

Kemudian, pada tanggal 29 April 2014, DSAK IAI kembali mengesahkan berlakunya 5 PSAK dan 1 ISAK revisian sebagai berikut :

  1. PSAK 46 (2014) tentang Pajak Penghasilan
  2. PSAK 48 (2014) tentang Penurunan Nilai Aset
  3. PSAK 50 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian
  4. PSAK 55 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran
  5. PSAK 60 (2014) tentang Instrumen Keuangan : Pengungkapan
  6. ISAK 26 (2014) tentang Penilaian Kembali Derivatif Melekat

Seluruh PSAK/ISAK di atas mulai berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2015. Penerapan dini tidak diperkenankan (HRD).