Showing posts with label Investasi Saham. Show all posts
Showing posts with label Investasi Saham. Show all posts

Wednesday, September 12, 2012

DENGAN BERLAKUNYA PSAK No.4 (REVISI 2009), bagaimana dampaknya jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan melakukan pembagian DIVIDEN ?

Sehubungan dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2011, maka perusahaan yang dalam aktivitas bisnisnya memiliki anak perusahaan (subsidiary) harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam PSAK tersebut jika sekiranya perusahaan selaku entitas induk akan menyusun laporan keuangan tersendiri (bukan konsolidasian).

Jika sebelumnya, PSAK No.4 (1994) dalam paragraf 26 mengatur bahwa induk perusahaan (entitas induk) yang memilih untuk menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan dalam laporan keuangan konsolidasi, maka penyertaan pada anak perusahaan dalam laporan keuangan tersendiri tersebut harus dicatat dengan menggunakan metode EKUITAS.

Sedangkan PSAK No.4 (Revisi 2009) yang berlaku saat ini mengatur dalam paragraf 35 bahwa jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan, maka entitas induk harus mencatat investasi pada entitas anak (anak perusahaan) dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN atau sesuai PSAK No.55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan, Pengakuan dan Pengukuran.

Jika pencatatan investasi pada entitas anak dilakukan dengan menggunakan metode EKUITAS maka jumlah ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan konsolidasi AKAN SAMA dengan ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan induk perusahaan. Sebaliknya jika menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN maka jumlah ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan konsolidasi TIDAK AKAN SAMA dengan ekuitas dan laba bersih pada laporan keuangan induk perusahaan.

Sebelum berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009), jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan melakukan pembagian dividen biasanya akan menggunakan laporan keuangan induk perusahaan sebagai dasar perhitungan dividen yang akan dibagi. Hal ini tidak akan menjadi masalah karena baik EKUITAS maupun LABA BERSIH tahun berjalan dalam laporan keuangan induk perusahaan sebagai dasar perhitungan dividen adalah sama dengan EKUITAS dan LABA BERSIH laporan konsolidasi. Jadi, baik menggunakan dasar perhitungan dari laporan keuangan tersendiri induk perusahaan maupun laporan keuangan konsolidasi akan tetap sama.

Dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) yang mengharuskan induk perusahaan untuk menghitung investasi saham pada entitas anak dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN sehingga mengakibatkan EKUITAS dan LABA BERSIH pada laporan keuangan tersendiri induk perusahaan menjadi tidak sama dengan laporan keuangan konsolidasi, maka jika sekiranya pemegang saham induk perusahaan akan membagi dividen apakah harus menggunakan angka EKUITAS yang disajikan di laporan keuangan konsolidasi atau laporan keuangan tersendiri induk perusahaan sebagai dasar perhitungan ?

Menurut pendapat saya pribadi, oleh karena jika sekiranya laporan keuangan tersendiri induk perusahaan disusun dengan menggunakan metode EKUITAS untuk mencatat investasi saham pada anak perusahaan maka jumlah EKUITAS dan LABA BERSIH dalam laporan keuangan tersendiri tersebut akan sama dengan laporan keuangan konsolidasi, maka dengan berlakunya PSAK No.4 (Revisi 2009) adalah lebih tepat jika dasar perhitungan dividen yang akan dibagikan dilakukan dengan menggunakan angka EKUITAS yang disajikan di laporan keuangan konsolidasi, bukan laporan keuangan tersendiri induk perusahaan yang disajikan dengan menggunakan metode BIAYA PEROLEHAN.

Bagaimana menurut Anda ? Jika sekiranya ada pendapat lain bisa di-share di sini ya (HRD) ***

Monday, May 7, 2012

Boleh nggak entitas induk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian ?

PSAK No. 4 (Revisi 2009) mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2011 adalah merupakan adopsi dari IFRS yaitu IAS 27 – Consolidated and Separate Financial Statements per 1 Januari 2009.

Dalam pengaturannya, IAS 27 memperbolehkan entitas induk (induk perusahaan/parent company) untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian apabila entitas induk tersebut memenuhi persyaratan dalam paragraf 10.

A parent need not present consolidated financial statements if and only if :

  1. the parent is itself a wholly-owned subsidiary, or is a partially-owned subsidiary of another entity and its other owners, including those not otherwise entitled to vote, have been informed about, and do not objet to, the parent not presenting consolidated financial statements;
  2. the parent’s debt or equity instruments are not traded in a public market (a domestic or foreign stock exchange or an over-the-counter market, including local and regional markets);
  3. the parent did not file, nor is it in the process of filing, its financial statements with a securities commission or other regulatory organisation for the purpose of issuing any class of instruments in a public market; and
  4. the ultimate or any intermediate parent of the parent produces consolidated financial statements available for public use that comply with International Financial Reporting Standards.

Sedangkan dalam paragraf 8 IAS 27 tersebut mengatur bahwa :

A parent that is exempted in accordance with paragraph 10 from presenting consolidated financial statements may present separate financial statements as its only financial statements.

Oleh karena PSAK 4 (Revisi 2009) seperti yang disebutkan sebelumnya adalah merupakan adopsi dari IAS 27, apakah dalam hal ini berarti PSAK 4 (Revisi 2009) juga mengijinkan entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian ?

Jawabannya adalah tidak. Karena walaupun PSAK 4 (Revisi 2009) merupakan adopsi dari IAS 27, terdapat beberapa perbedaan pengaturan antara PSAK 4 (Revisi 2009) dengan IAS 27. Salah satunya adalah pengaturan berdasarkan paragraf 08 IAS 27 yang tidak diadopsi dalam PSAK 4 (Revisi 2009).

Seperti yang dijelaskan dalam bagian “Perbedaan Dengan IFRS’s” PSAK No. 4 (Revisi 2009), IAS 27 paragraf 08 tentang pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian, tidak diadopsi karena :

  1. pengecualian bagi entitas induk untuk tidak menyajikan laporan keuangan konsolidasian merupakan suatu pilihan, bukan keharusan
  2. pengecualian tersebut tidak relevan dengan konteks di Indonesia karena manfaatnya lebih sedikit dibandingkan biayanya (cost and benefit consideration) (Hrd) ***

Metode Penyajian Laporan Keuangan Induk Perusahaan menurut PSAK No. 4 versi Lama dan versi Revisi 2009

PSAK No.4 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasi versi tahun 1994 dalam paragraf 16 mengatur bahwa apabila dipenuhi kriteria konsolidasi, maka laporan keuangan konsolidasi wajib disusun. Untuk tujuan pelaporan keuangan, induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan bertujuan umum  (general purpose financial statement), yaitu laporan keuangan konsolidasi. Akan tetapi, laporan keuangan tersendiri boleh disajikan apabila bertujuan untuk memberikan informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi. Dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut, penyertaan pada anak perusahaan harus dipertanggungjawabkan dengan menggunakan metode EKUITAS.

Sedangkan berdasarkan PSAK No. 4 versi Revisi 2009 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri yang mulai berlaku efektif untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011 dan menggantikan PSAK 4 (1994) di atas, mengenai penyajian laporan keuangan induk perusahaan (entitas induk) diatur dalam paragraf 35-41.

Paragraf 35 PSAK No.4 (Revisi 2009) mengatur bahwa jika entitas induk menyusun laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan, maka entitas induk tersebut mencatat investasi pada entitas anak, pengendalian bersama entitas, dan entitas asosiasi pada :

  1. biaya perolehan; atau
  2. sesuai PSAK 55 (revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PSAK 4 (1994) mensyaratkan bagi induk perusahaan yang akan menyajikan laporan keuangan tersendiri sebagai informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi, maka investasi (penyertaan) pada anak perusahaan dalam laporan keuangan tersendiri tersebut harus dibukukan dengan menggunakan metode ekuitas. Sedangkan PSAK 4 (Revisi 2009) mensyaratkan penggunaan metode biaya perolehan untuk membukukan investasi saham anak perusahaan dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut (Hrd) ***

Friday, April 20, 2012

Beda Pengaturan Akuntansi Investasi Saham antara SAK ETAP dengan PSAK non-ETAP

Berkaitan dengan pencatatan akuntansi atas transaksi Investasi Saham, terdapat perbedaan pengaturan antara SAK ETAP dengan PSAK non-ETAP.

Paragraf 12.8 SAK ETAP (dibaca : bab 12 paragraf 8) mengenai Investasi pada Entitas Asosiasi dan Entitas Anak mengatur bahwa investor harus mengukur investasi pada ENTITAS ASOSIASI dengan menggunakan metode biaya (cost method). Sedangkan PSAK non-ETAP yaitu PSAK 15 (Revisi 2009) mensyaratkan investasi pada entitas asosiasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas dan sejak tanggal investor tidak lagi memiliki pengaruh signfikan atas entitas asosiasi, maka investasi dicatat sesuai PSAK 55 (revisi 2006).

Adapun pengertian Entitas Asosiasi adalah suatu entitas dimana investor mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan entitas anak ataupun bagian dalam joint venture. Jika dilihat dari segi persentase pemilikan saham, pengaruh signifikan diwakili oleh pemilikan langsung ataupun tidak langsung 20% atau lebih hak suara investee. Namun pemilikan tersebut tidak lebih dari 50%.

Selanjutnya dalam Paragraf 12.11 SAK ETAP diatur bahwa investor harus mencatat investasi pada ENTITAS ANAK dengan menggunakan metode ekuitas (equity method). Kemudian paragraf 12.3 mengatur bahwa entitas anak tidak dikonsolidasikan dalam laporan keuangan investor (sebagai entitas induk). Dalam hal ini berarti kalau perusahaan menerapkan SAK ETAP dalam penyajian laporan keuangannya maka untuk investasi saham dalam anak perusahaan tidak perlu disusun laporan konsolidasi.

Sedangkan PSAK non-ETAP yaitu PSAK 4 (Revisi 2009) mengenai Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri mensyaratkan bahwa entitas induk harus menyajikan laporan keuangan konsolidasian yang mengonsolidasikan investasinya dalam entitas anak, sedangkan laporan keuangan tersendiri induk perusahaan hanya dapat disajikan sebagai informasi tambahan.

Pengertian Entitas Anak adalah suatu entitas yang dikendalikan oleh entitas induk dimana pengendalian dianggap ada jika entitas induk memiliki baik secara langsung maupun tidak langsung melalui entitas anak lebih dari setengah hak suara dari suatu entitas (pemilikan saham lebih dari 50%) (Hrd) ***

Tuesday, August 12, 2008

Membukukan penyertaan saham, antara PSAK 4 dan PSAK 15

Berikut ini sedikit pedoman bagi yang masih bingung memilih metode pencatatan akuntansi yang harus diterapkan atas transaksi penyertaan saham perusahaan.

Misalnya PT A memiliki penyertaan dalam bentuk saham di PT B sebesar 45 %. Apakah PT A harus membukukan penyertaan saham tersebut dengan menggunakan metode biaya (cost method) atau metode ekuitas (equity method) ataukah metode konsolidasi ?

Pertama, kita harus melihat terlebih dahulu PT B itu sebagai perusahaan asosiasi (associates) atau anak perusahaan (subsidiary).

Jika merupakan perusahaan asosiasi, maka kita harus menerapkan PSAK No. 15, Akuntansi untuk Investasi dalam Perusahaan Asosiasi.

Berdasarkan paragraf 4 PSAK No. 15 diatur bahwa “Jika investor memiliki, baik langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan, 20 % atau lebih dari hak suara pada perusahaan investee, maka dipandang mempunyai pengaruh signifikan. Sebaliknya, jika investor memiliki, baik langsung maupun tidak langsung melalui anak perusahaan, kurang dari 20 % hak suara, maka dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan. Kepemilikan substansial atau mayoritas oleh investor lain tidak perlu menghalangi investor memiliki pengaruh signifikan. Apabila investor mempunyai pengaruh yang signifikan, maka investasi pada investee dicatat dengan menggunakan metode ekuitas. Sebaliknya, apabila investor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka investasi dicatat dengan menggunakan metode biaya.”

Jadi, jika penyertaan saham perusahaan pada perusahaan asosiasi kurang dari 20 %, maka penyertaan saham perusahaan dibukukan dengan metode biaya, sedangkan jika perusahaan memiliki penyertaan saham 20 % atau lebih (tetapi tidak lebih dari 50 %), maka perusahaan menggunakan metode ekuitas dalam mencatat penyertaan sahamnya.

Namun, kriteria ini hanya berlaku untuk investee yang merupakan perusahaan asosiasi. Jika investee adalah anak perusahaan (subsidiary) maka untuk membukukan penyertaan saham kita harus mengacu ke PSAK No. 4, Laporan Keuangan Konsolidasi.

Paragraf 5 PSAK No. 4 menjelaskan bahwa apabila induk perusahaan memiliki, baik langsung ataupun tidak langsung (melalui anak perusahaan), lebih dari 50 % hak suara pada suatu perusahaan, maka perusahaan harus menyusun laporan keuangan konsolidasi.

Walaupun suatu perusahaan, misalnya PT A memiliki hak suara 50 % atau kurang pada perusahaan lain, misalnya PT B, dalam penyusunan laporan konsolidasi, laporan keuangan PT B tetap harus diikut sertakan jika dapat dibuktikan adanya pengendalian

Pengendalian dianggap ada apabila dapat dibuktikan adanya salah satu kondisi berikut :

(a) mempunyai hak suara lebih dari 50 % berdasarkan perjanjian dengan investor lain;

(b) mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial dan operasional perusahaan berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;

(c) mampu menunjuk atau memberhentikan mayoritas pengurus perusahaan;

(d) mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus.

Jika, pemilikan saham lebih dari 50 % dengan sendirinya perusahaan dianggap memiliki pengendalian.

Kembali ke pertanyaan di atas, bagaimana membedakan suatu perusahaan sebagai perusahaan asosiasi dimana pencatatan penyertaan saham mengacu ke PSAK 15 atau anak perusahaan yang harus mengacu ke PSAK 4 ?

PSAK No. 15 mendefinisikan perusahaan asosiasi sebagai suatu perusahaan yang investornya mempunyai pengaruh yang signifikan (memiliki wewenang untuk berpartisipasi dalam keputusan yang menyangkut kebijakan keuangan serta operasi investee, tetapi bukan merupakan pengendalian terhadap kebijakan tersebut) dan bukan merupakan anak perusahaan maupun joint venture dari investornya.

Sedangkan anak perusahaan (subsidiary) didefinisikan sebagai perusahaan yang dikendalikan oleh perusahaan lain (yang disebut induk perusahaan).

PSAK No. 4 mendefinisikan pengendalian sebagai kemampuan untuk mengatur kebijakan finansial dan operasional dari suatu perusahaan untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan perusahaan tersebut.

Jadi, kesimpulannya, jika PT A memiliki penyertaan saham di PT B sebesar 45 % dan PT B merupakan perusahaan asosiasi maka PT A membukukan penyertaan saham di PT B dengan menggunakan metode ekuitas (PSAK No. 15), sedangkan jika PT B merupakan anak perusahaan dimana PT A memiliki pengendalian atas PT B maka harus disusun laporan keuangan konsolidasi.

Apabila PT A memiliki penyertaan saham di PT B lebih dari 50 % dengan sendirinya PT B merupakan anak perusahaan dari PT A (karena jika penyertaan saham lebih dari 50 % dianggap suatu perusahaan memiliki pengendalian atas perusahaan lain) sehingga laporan keuangan konsolidasi harus disusun (Hrd).

Thursday, May 15, 2008

Pencatatan Akuntansi atas Pendapatan Dividen dan Implikasi Perpajakannya

Undang-undang Perseroan Terbatas (UU PT) No. 40 tahun 2007 dalam pasal 71 ayat (2) menjelaskan bahwa seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.

(Yang dimaksud dengan “seluruh laba bersih” adalah seluruh jumlah laba bersih dari tahun buku yang bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya – Penjelasan ayat (2))

Kemudian, dalam ayat (3) diatur bahwa dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila perseroan mempunyai saldo laba yang positif.

(Dalam hal laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnya menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan tidak dapat membagikan dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba bersih negatif – Penjelasan ayat (3))

PSAK No. 21 mengenai Akuntansi Ekuitas paragraf 22 menjelaskan bahwa kewajiban perusahaan untuk membagi dividen timbul pada saat deklarasi dividen, dan dengan demikian pada saat tersebut saldo laba akan dibebani dengan jumlah dividen termaksud. Kewajiban yang timbul lazimnya disajikan dalam kelompok kewajiban lancar. Bila dividen dibagikan dalam bentuk aset bukan kas, maka saldo laba akan didebit sebesar nilai wajar aset yang diserahkan. Dasar pencatatan untuk pembagian dividen dalam bentuk aset bukan kas dan saham harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Berkaitan dengan pendapatan dividen, jika PT A menerima pendapatan dividen atas penyertaan saham di PT B, apakah dalam pembukuan PT A dicatat sebagai pendapatan ? Jawabannya adalah tergantung berapa persen pemilikan saham PT A di PT B.

Seperti diatur dalam PSAK No. 15 mengenai Akuntansi untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi bahwa penyertaan saham dengan persentase kepemilikan paling sedikit 20 % tetapi tidak lebih dari 50 % dicatat dengan metode Ekuitas sebesar biaya perolehan, ditambah atau dikurangi dengan bagian laba atau rugi bersih serta dikurangi dividen yang diterima setelah tanggal perolehan anak perusahaan sesuai dengan persentase kepemilikannya. Sedangkan penyertaan saham dengan kepemilikan kurang dari 20 % dicatat berdasarkan biaya perolehan.

Jadi, jika penyertaan saham PT A di PT B sebesar 20 % atau lebih (tetapi tidak lebih dari 50 %) maka PT A menerapkan metode Ekuitas, sehingga pendapatan dividen dari PT B tidak dibukukan sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi melainkan dibukukan mengurangi jumlah tercatat penyertaan saham.

Sebaliknya, jika penyertaan saham PT A di PT B kurang dari 20 %, maka PT A menerapkan metode Biaya Perolehan dalam pembukuannya sehingga atas pendapatan dividen dari PT B dibukukan sebagai pendapatan dividen dalam laporan laba rugi PT A.

Lantas, atas pendapatan dividen yang diterima oleh PT A apakah harus dipotong pajak ?

Untuk menjawabnya, mari kita simak ulasan berikut ini :

Atas penghasilan dividen yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15 %. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 % atau berdasarkan tarif menurut ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax Treaty).

Undang-undang Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) mengatur bahwa dividen yang diterima oleh badan usaha (intercorporate dividen) bukan merupakan objek pajak apabila memenuhi persyaratan berikut :

· Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

· Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

Saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 atas dividen diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 138 tahun 2000 Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) yang mengatur bahwa :

1. Pemotongan PPh oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU PPh terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;

2. Saat terutangnya penghasilan tersebut lajimnya adalah saat jatuh tempo (seperti : bunga dan sewa), saat tersedia untuk dibayarkan (seperti gaji dan dividen), saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur (seperti : royalty, imbalan jasa teknik/jasa manajemen lainnya), atau saat tertentu lainnya.

Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-12/PJ.43/1993 tanggal 12 Juli 1993 tentang PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembayaran dividen atau bagian keuntungan dari perseroan dalam negeri, antara lain ditegaskan bahwa saat terutangnya/pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembayaran dividen atau bagian keuntungan dari perseroan dalam negeri adalah sebagai berikut :

1. Bagi perusahaan yang tidak go public, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 adalah pada saat disediakan untuk dibayarkan. Adapun yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan/ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan.

Demikian pula, apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara (dividen interim), maka PPh Pasal 23/Pasal 26 terutang pada saat diumumkan/ditentukan dalam Rapat Direksi/Pemegang Saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.

2. Bagi perseroan yang go public, penentuan saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembagian dividen berdasarkan tanggal RUPS akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, mengingat sampai dengan suatu jangka waktu tertentu setelah tanggal RUPS saham yang diperjual belikan di bursa masih mengandung hak memperoleh dividen, sehingga pemegang saham yang berhak atas dividen tersebut masih berubah-ubah.

Pada saat RUPS Tahunan (untuk dividen final) atau Rapat Direksi (untuk dividen interim) pemegang saham yang berhak menerima dividen tersebut belum dapat dipastikan, sehingga pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 terhadap pemegang saham belum dapat dilakukan. Bagi perusahaan yang go public, pemegang saham yang berhak menerima dividen adalah mereka yang terdaftar sebagai pemegang saham pada tanggal tertentu yaitu tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak menerima dividen.

Dengan demikian, kewajiban perusahaan untuk memotong PPh Pasal 23/Pasal 26 baru timbul pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain, pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas dividen yang “dibayarkan atau terutang” sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 26 baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak “menerima atau memperoleh” dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

Demikian sekilas pembahasan pencatatan akuntansi atas pendapatan dividen dan implikasi perpajakannya. Semoga bermanfaat (Hrd).

Thursday, April 17, 2008

Perlakuan PSAK 40 atas Revaluasi Aktiva Tetap Anak Perusahaan serta Implikasi Perpajakannya

PT XYZ mempunyai investasi saham pada PT ABC sebesar 30 % dari total saham beredar. Pada tanggal 12 Maret 2004, PT ABC melakukan penilaian kembali aktiva tetap. Semua aktiva tetap PT ABC memenuhi persyaratan untuk dinilai kembali sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.03/2002 dan nilai buku aktiva tetap sama dengan nilai buku fiskal. Penilaian kembali dilakukan oleh lembaga penilai yang menetapkan bahwa nilai pasar wajar aktiva tersebut sebesar Rp 900 Juta.

Atas penilaian kembali aktiva tetap tersebut dicatat oleh PT ABC dengan jurnal sebagai berikut :

Aktiva tetap (nilai revaluasi)    900.000.000  
Pajak Penghasilan      50.000.000  
     Aktiva Tetap (nilai buku    
        aktiva lama)      400.000.000
     Kas/PPh Terhutang       50.000.000
     Selisih Penilaian Kembali    
        Aktiva Tetap      500.000.000

Sedangkan dalam pembukuan PT XYZ dijurnal sebagai berikut :

Investasi pada PT ABC    150.000.000  
   Selisih Transaksi Perubahan    
     Ekuitas Perush Asosiasi   150.000.000

(Dari nilai selisih revaluasi aktiva tetap, yang menjadi bagian pemilikan PT XYZ adalah 30 % x Rp 500 Juta = Rp 150 Juta)

Ilustrasi di atas untuk mencatat pengakuan Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Perusahaan Asosiasi dalam pembukuan induk perusahaan yang memiliki investasi (penyertaan) saham pada anak perusahaan sebagai akibat adanya revaluasi aktiva tetap anak perusahaan sesuai dengan PSAK No. 40 – Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan/Perusahaan Asosiasi.

Lantas, bagaimana perlakuan perpajakan atas pencatatan transaksi di atas ?

Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-29/PJ.312/2006 tanggal 19 Januari 2006, Dirjen Pajak memberikan penegasan atas pertanyaan seorang Wajib Pajak berkaitan dengan hal tersebut.

PT ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam penerbitan surat kabar nasional di Indonesia. Dalam perkembangan usahanya, PT ABC mempunyai penyertaan saham pada 4 anak perusahaan yang bergerak dalam bisnis yang berbeda dengan PT ABC.

Pada tahun pajak 2004, PT ABC dan anak-anak perusahaannya melakukan penilaian kembali aktiva tetap secara fiscal sehingga terdapat kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap pada PT ABC dan anak perusahaannya. Dalam neraca PT ABC, kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap dicatat pada perkiraan “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap” dan kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap pada anak perusahaan (berkaitan dengan investasi PT ABC pada anak perusahaan seperti contoh di atas) dicatat dalam pembukuan PT ABC pada perkiraan “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan”

Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan yang berasal dari Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap selanjutnya akan dikapitalisasi sebagai tambahan Modal Disetor.

Sehubungan dengan hal di atas, bagaimana implikasi perlakuan Pajak Penghasilan atas pencatatan tambahan Modal Disetor atau saham bonus dari kapitalisasi Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan yang berasal dari Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap tersebut ?

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 486/KMK.03/2002 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan, diatur bahwa :

1. Pasal 9 ayat (1), selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan”

2. Pasal 9 ayat (2), pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), bukan merupakan Objek Pajak.

3. Pasal 9 ayat (3), dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas :

1. Pencatatan “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan” yang berasal dari “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap” merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhi ketentuan dalam PSAK No. 40

2. Dalam hal PT ABC dan anak-anak perusahaannya melakukan penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi aktiva) untuk tujuan perpajakan, jika terdapat selisih lebih karena penilaian kembali aktiva maka selisih tersebut merupakan Objek Pajak. Dalam peraturan perpajakan, anak perusahaan merupakan entitas sendiri yang terpisah dari induk perusahaan sehingga penghasilan/keuntungan anak perusahaan dicatat dalam laporan keuangan masing-masing. Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnya dikapitalisasi sebagai tambahan modal disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen. Dengan demikian, saham bonus atau tambahan modal yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak perusahaan secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan ataupun pembayaran dividen bagi pemegang saham.

Dalam hal di kemudian hari, pemegang saham mengalihkan/menjual sahamnya, maka keuntungan (capital gain) atau penghasilan yang diterima oleh pemegang saham atas penjualan atau pengalihan saham bonus tersebut kepada pihak ketiga merupakan Objek Pajak Penghasilan yang harus diakui pemegang saham pada tahun pajak saham bonus tersebut dialihkan atau dijual (Hrd).

Saturday, April 12, 2008

Penerapan PSAK 15 dan PSAK 46 atas Penyertaan Saham Perusahaan serta efek perpajakannya

Jika sebuah perusahaan memiliki penyertaan saham dalam perusahaan lain, maka menurut PSAK No. 15 mengenai Akuntansi untuk Investasi dalam Perusahaan Asosiasi diatur bahwa :

Penyertaan saham Perusahaan dan Anak Perusahaan dengan persentase kepemilikan paling sedikit 20 % tetapi tidak lebih dari 50 %, baik langsung maupun tidak langsung, dicatat dengan metode Ekuitas sebesar biaya perolehan, ditambah atau dikurangi dengan bagian laba atau rugi bersih serta dikurangi dividen yang diterima setelah tanggal perolehan anak perusahaan sesuai dengan persentase kepemilikannya. Sedangkan penyertaan saham dengan kepemilikan kurang dari 20 % dicatat dengan metode Biaya Perolehan.

Ilustrasi sederhana penerapan metode Ekuitas sebagai berikut :

PT A memiliki penyertaan saham di PT B sebesar 40 % atau Rp 500 juta. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2007, saldo laba di pembukuan PT B sebesar Rp 750 Juta. Maka PT A membukukan dalam Neracanya saldo Investasi (Penyertaan Saham) pada kelompok Aset sebesar Rp 800 Juta yaitu Biaya Perolehan penyertaan Rp 500 Juta + Bagian Laba Bersih PT B yang menjadi kepemilikan PT A sebesar Rp 300 Juta (Rp 750 Juta x 40%). Selain itu, pada laporan laba rugi PT A juga dicatat Laba Penyertaan Saham sebesar Rp 300 Juta.

Jurnal lengkap dalam pembukuan PT A sebagai berikut :

Investasi (Penyertaan Saham) 800.000.000  
   K a s      500.000.000
   Laba Penyertaan  saham     300.000.000

Karena pencatatan investasi menggunakan metode Ekuitas, sesuai dengan PSAK 46 mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan (Pajak Tangguhan), maka akan menimbulkan perbedaan temporer (dikoreksi fiskal) dan atas perbedaan tersebut akan dihitung pajak tangguhan.

Adapun perbedaan temporer (beda waktu) timbul karena secara perpajakan tidak mengakui metode Ekuitas dalam mencatat investasi (penyertaan saham). UU Pajak menganut azas realisasi berdasarkan metode Biaya Perolehan. Sehingga dengan demikian, secara pajak tidak akan timbul laba (rugi) penyertaan saham sampai dengan saat realisasinya.

Dalam praktek, ada kalanya pencatatan penyertaan saham dengan menggunakan metode Ekuitas sesuai dengan PSAK 15 dipermasalahkan oleh pihak fiskus. Tidak jarang ditemukan, aparat pajak yang ‘ngotot’ menyatakan bahwa laba penyertaan saham yang timbul adalah merupakan objek pajak sehingga tidak boleh dilakukan koreksi fiskal.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, mungkin Surat Dirjen Pajak yang diterbitkan pada tanggal 7 Maret 2003 dengan nomor S-168/PJ.312/2003 yang merupakan tanggapan atas pertanyaan dari salah satu Wajib Pajak (WP), dapat menjadi senjata pamungkas.

Dalam surat tersebut, WP menanyakan permasalah berkaitan dengan penerapan PSAK 15 dan PSAK 46 di atas kepada Dirjen Pajak bahwa apabila PSAK 15 dan PSAK 46 tersebut diterapkan pada laporan keuangan komersial sehingga WP perlu melakukan penyesuaian dan koreksi fiskal atas metode pencatatan tersebut dalam rangka menyajikan laporan keuangan fiskal, apakah pihak fiskus dapat menyetujui dilakukannya koreksi fiskal untuk menyesuaikan metode Ekuitas menjadi metode Biaya Perolehan ?

Atas permasalahan tersebut, Dirjen Pajak memberikan penegasan sebagai berikut :

1. Penghasilan dari investasi adalah dividen atau pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, serta keuntungan atau kerugian modal investasi itu sendiri (capital gain/loss).

2. UU PPh menganut azas realisasi dan pada umumnya realisasi penghasilan dividen terjadi setelah keputusan rapat umum pemegang saham mengenai pembagian laba dan/atau pada saat pembayaran dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sedangkan realisasi keuntungan atau kerugian modal investasi terjadi pada saat penjualan atau pembelian kembali (share buy back) atau likuidasi perusahaan investee. Selain itu, perlu diperhatikan bahwa UU PPh juga mengatur/menetapkan penghasilan tertentu sebagai bukan Objek Pajak meskipun secara komersial diakui.

3. Pembukuan investasi berdasarkan metode Ekuitas (PSAK 15) maupun akuntansi pajak tangguhan (PSAK 46) hanya berlaku untuk pembukuan komersial yang tidak berpengaruh terhadap pengakuan penghasilan dan pengakuan biaya/kerugian untuk tujuan perpajakan.

Jadi, jelas bahwa pencatatan Laba (Rugi) Penyertaan Saham berdasarkan metode Ekuitas secara komersial/akuntansi bukanlah merupakan objek pajak dan perlakuan sebagai unsur koreksi fiskal dalam rekonsiliasi perpajakan juga sudah tepat (Hrd).

Saturday, March 22, 2008

Auditor boleh memberikan opini tersendiri untuk laporan keuangan induk atas audit laporan konsolidasian ?

Melalui milis FORKAP (Forum Kantor Akuntan Publik), saya memperoleh informasi bahwa pada tanggal 10 Maret 2008 yang lalu, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) telah menerbitkan surat yang dikirimkan kepada para wajib pajak yang terdaftar pada KPP tersebut. Inti dari isi surat tersebut adalah himbauan kepada WP yang merupakan Perusahaan Terbuka untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh KAP beserta opini auditor yang diperuntukkan khusus untuk perusahaan induk.

Berikut kutipan isi surat tersebut :

Sehubungan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2007 yang jatuh tempo pada tanggal 31 Maret 2008, maka dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Sesuai dengan Pasal 2 angka (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan disebutkan bahwa Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan dari Wajib Pajak itu sendiri (bukan Neraca dan Laporan Laba Rugi Konsolidasi grup) beserta rekonsiliasi laba rugi fiskal yang harus disampaikan pada SPT Tahunan PPh Badan.

2. Sesuai dengan Ayat (1) huruf c Pasal 68 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa “Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila perseroan merupakan Perseroan Terbuka”. Dengan demikian :

a. Bagi Wajib Pajak yang merupakan Perseroan Terbuka (Tbk) diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit beserta opini audit sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh Badan;

b. Bagi perusahaan induk, dihimbau untuk menyampaikan laporan keuangan yang diaudit beserta opini audit yang diperuntukkan khusus untuk perusahaan induk (tidak termasuk anak-anak perusahaan);

c. Apabila audit laporan keuangan belum selesai dilakukan sampai dengan saat tanggal berakhirnya penyampaian SPT Tahunan, maka Saudara dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dengan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan 1770-Y (Sementara).

Jika kita perhatikan Surat dari KPP PMB tersebut yang mengharuskan WP melampirkan laporan keuangan induk (atas laporan keuangan konsolidasian) dalam SPT Tahunan PPh Badan yang dilengkapi dengan opini auditor (tersendiri/khusus untuk perusahaan induk) atas laporan keuangan induk jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang tidak memperbolehkan adanya opini tersendiri untuk laporan keuangan perusahaan induk saja atas laporan keuangan konsolidasian. PSAK menegaskan bahwa pada dasarnya induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan yang berlaku umum, yaitu laporan keuangan konsolidasi.

Paragraf 16 PSAK No. 4 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasi menyatakan bahwa :

Apabila dipenuhi kriteria konsolidasi, maka laporan keuangan konsolidasi wajib disusun. Untuk tujuan pelaporan keuangan, induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan yang berlaku umum (general purpose financial statement), yaitu laporan keuangan konsolidasi. Akan tetapi, laporan keuangan tersendiri boleh disajikan apabila bertujuan untuk memberikan informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi. Dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut, penyertaan pada anak perusahaan harus dipertanggung jawabkan dengan menggunakan metode ekuitas.

Sedangkan SPAP – SA Seksi 9551 mengenai Pelaporan Auditor Atas Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Induk Perusahaan saja: Interpretasi SA Seksi 551 mengatur bahwa jika suatu kantor akuntan publik melakukan audit atas laporan keuangan konsolidasian dan pemakai laporan audit selain memerlukan pendapat auditor atas laporan keuangan konsolidasian juga membutuhkan pendapat auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja (parent company only) harus mengacu pada PSA No. 36 (SA Seksi 551 Pelaporan atas Informasi yang Menyertai Laporan Keuangan Pokok dalam Dokumen yang Diserahkan oleh Auditor).

Opini auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja boleh diberikan auditor sebatas tidak terpisah dari opini atas laporan keuangan konsolidasian dan disajikan dalam paragraf tersendiri (sebagai informasi tambahan) setelah paragraf opini auditor atas laporan konsolidasian.

Illustrasinya adalah sebagai berikut :

Paragraf ke-3 Opini auditor atas laporan keuangan konsolidasian :

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut diatas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan KXT dan anak perusahaannya tanggal 31 Desember 20X2, dan 20X1, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Paragraf ke-4 Opini auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja

Audit kami laksanakan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan pokok secara keseluruhan. Laporan keuangan induk perusahaan disajikan untuk tujuan analisa tambahan dan bukan merupakan bagian laporan keuangan pokok yang diharuskan menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan keuangan induk perusahaan tersebut telah menjadi objek prosedur audit yang kami terapkan dalam audit atas laporan keuangan pokok, dan, menurut pendapat kami, disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, berkaitan dengan laporan keuangan pokok secara keseluruhan.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia tidak memperbolehkan adanya opini tersendiri khusus untuk laporan keuangan induk perusahaan saja seperti yang dipersyaratkan oleh KPP PMB tersebut. Jadi, bagaimana KAP dan IAPI menanggapi hal tersebut ? (Hrd).