Showing posts with label Akuntansi Valas. Show all posts
Showing posts with label Akuntansi Valas. Show all posts

Thursday, July 28, 2016

Perubahan Mata Uang Fungsional, bagaimana Standar Akuntansi Mengaturnya ?

Sebelum tanggal 1 Januari 2012, terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur mengenai pencatatan akuntansi serta pelaporan keuangan atas transaksi dalam mata uang asing. Salah satu standar akuntansi yang mengatur mengenai hal tersebut adalah PSAK 52 (1998) tentang Mata Uang Pelaporan.

Berkaitan dengan Mata Uang Fungsional (baca juga : Penentuan Mata Uang Fungsional dalam Pengukuran Transaksi Mata Uang Asing), PSAK 52 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 antara lain dalam paragraf 4 dan 5 mengatur bahwa :

Mata Uang Pelaporan yang digunakan oleh Perusahaan di Indonesia adalah mata uang Rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria Mata Uang Fungsional.

Mata Uang Pencatatan harus sama dengan Mata Uang Pelaporan.

Selanjutnya, dalam paragarf 17 diatur bahwa :

Perusahaan diharuskan untuk mengubah mata uang pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, apabila mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke Rupiah. Perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan harus dilakukan pada awal tahun buku, bukan di tengah tahun buku.

Berkaitan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan jika terjadi perubahan mata uang fungsional diatur dalam paragraf 14, 15 dan 16 yang antara lain menjelaskan bahwa :

  • Penentuan saldo awal untuk tujuan pencatatan akuntansi dilakukan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan seolah-olah mata uang fungsional tersebut telah digunakan sejak tanggal terjadinya transaksi
  • Pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan dilakukan surut hingga tahun di mana mata uang fungsional tersebut mulai berlaku

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa PSAK 52 mensyaratkan penerapan secara RETROSPEKTIF (berlaku surut) atas perubahan mata uang fungsional.

Sedangkan pengaturan sejak tanggal 1 Januari 2012, dengan berlakunya PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, atas perubahan mata uang fungsional, paragraf 36 PSAK 10 mengatur bahwa :

Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional, entitas menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara PROSPEKTIF sejak tanggal perubahan tersebut.

Lebih lanjut, paragraf 38 antara lain menjelaskan bahwa :

Pengaruh perubahan mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, entitas menjabarkan semua pos ke dalam mata uang fungsional yang baru menggunakan kurs pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang dijabarkan untuk pos non moneter dianggap sebagai biaya historisnya.

Jadi, kesimpulannya bahwa PSAK 10 (Revisi 2010) yang berlaku saat ini mensyaratkan penerapan secara PROSPEKTIF atas perubahan mata uang fungsional (HRD).

Thursday, March 13, 2008

Menentukan Pos Moneter dan Pos Non-Moneter dalam pencatatan transaksi mata uang asing

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 10 tentang Transaksi dalam Mata Uang Asing menjelaskan pengertian transaksi dalam mata uang asing sebagai suatu transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing, termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan :

  1. membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang asing;meminjam (utang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang asing;
  2. menjadi pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana; atau
  3. memperoleh atau melepaskan asset, dan menimbulkan atau melunasi kewajiban, yang didenominasi dalam suatu mata uang asing.

Paragraf 7 PSAK tersebut menyatakan bahwa transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.

Kemudian, dalam paragraf 9 diatur mengenai penggunaan kurs mata uang asing pada tanggal neraca. Pada setiap tanggal neraca :

  • pos asset dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang objektif;
  • pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca, tetapi harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan
  • pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.

PSAK No. 10 mendefinisikan Pos Moneter sebagai kas dan setara kas, aset dan kewajiban yang akan diterima atau dibayar yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan.

Situs www.Answers.com mendefinisikan Pos Moneter (Monetary Items) sebagai : asset or liability whose amounts are fixed or determinable in dollars without reference to future price of specific goods or services. Their economic significance depends heavily upon the general purchasing power of money. The two types of monetary items are monetary assets and monetary liabilities. Monetary assets are those stated in current dollars needing no adjustment in the price-level balance sheet, such as cash, account receivable, and marketable securities at market value. Monetary liabilities are obligations payable in dollar requiring no adjustment in the price-level balance sheet, such as accounts payable and bonds payable.

Dalam praktek, sering terjadi kekeliruan dalam mengklasifikasikan suatu akun di neraca sebagai pos moneter (yang jika didenominasi dalam mata uang asing berdasarkan PSAK No. 10 harus dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca) atau bukan pos moneter (yang tidak memerlukan penyesuaian dengan kurs tanggal neraca).

Menurut saya, pedoman untuk membedakan suatu akun di neraca sebagai pos moneter ataupun bukan adalah dengan melihat apakah akun tersebut memerlukan adanya pembayaran kas dan setara kas atau tidak. Misalnya, akun Persediaan jelas bukan merupakan pos moneter karena tidak memerlukan pembayaran kas dan setara kas setelah tanggal neraca. Piutang dan Hutang Dagang merupakan pos moneter karena memerlukan pembayaran kas dan setara kas untuk pelunasan Piutang dan Hutang setelah tanggal neraca.

Sedangkan untuk akun Uang Muka Penjualan maupun Uang Muka Pembelian, apakah merupakan pos moneter atau bukan ? Apakah denominasi dalam mata uang asing atas saldo tanggal neracanya harus disesuaikan dengan kurs tanggal neraca atau tidak ?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mengacu kembali ke pedoman di atas. Apakah atas Uang Muka Penjualan misalnya diperlukan pembayaran kas dan setara kas pada saat realisasinya atau tidak ?

Untuk lebih jelas, kita buat suatu kasus. Misalnya pada tanggal 31/12/2007, saldo Uang Muka Penjualan di Neraca sebesar USD 500. Penerimaan Uang Muka Penjualan terjadi pada tanggal 14 Desember 2007. Misalnya kurs translasi yang berlaku pada tanggal tersebut untuk USD 1 = Rp 9.200. Sedangkan kurs tanggal neraca untuk 1 USD = Rp 9.400. Apakah di Neraca saldo Uang Muka Penjualan dibukukan sebesar USD 500 x Rp 9.200 = Rp 4.600.000 atau USD 500 x Rp 9.400 = Rp 4.700.000 ?

Analisanya sebagai berikut :

Kita harus melihat transaksi normal setelah tanggal neracanya.

Misalnya, pada tanggal 25 Januari 2008, transaksi penjualan yang merupakan realisasi dari penerimaan uang muka penjualan tersebut telah terjadi. Nilai penjualan berdasakan invoice penjualan USD 1.500. Apakah nilai uang muka penjualan tersebut akan dibayar dengan kas ataupun setara kas pada saat realisasi penjualannya ? Jawabannya adalah tidak, karena nilai uang muka penjualan yang telah diterima pada tanggal 14 Desember 2007 tersebut hanya mengurangi nilai Piutang atas transaksi penjualan sebesar USD 1.500 tersebut. Jadi, yang merupakan pos moneter adalah Piutang dari Penjualan sedangkan Uang Muka Penjualan bukan merupakan pos moneter karena tidak memerlukan pembayaran kas dan setara kas. (Hrd)