Sebelum tanggal 1 Januari 2012, terdapat beberapa standar akuntansi yang mengatur mengenai pencatatan akuntansi serta pelaporan keuangan atas transaksi dalam mata uang asing. Salah satu standar akuntansi yang mengatur mengenai hal tersebut adalah PSAK 52 (1998) tentang Mata Uang Pelaporan.
Berkaitan dengan Mata Uang Fungsional (baca juga : Penentuan Mata Uang Fungsional dalam Pengukuran Transaksi Mata Uang Asing), PSAK 52 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2011 antara lain dalam paragraf 4 dan 5 mengatur bahwa :
Mata Uang Pelaporan yang digunakan oleh Perusahaan di Indonesia adalah mata uang Rupiah. Perusahaan dapat menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya apabila mata uang tersebut memenuhi kriteria Mata Uang Fungsional.
Mata Uang Pencatatan harus sama dengan Mata Uang Pelaporan.
Selanjutnya, dalam paragarf 17 diatur bahwa :
Perusahaan diharuskan untuk mengubah mata uang pencatatan dan pelaporan ke Rupiah, apabila mata uang fungsional berubah dari bukan Rupiah ke Rupiah. Perubahan mata uang pencatatan dan pelaporan harus dilakukan pada awal tahun buku, bukan di tengah tahun buku.
Berkaitan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan jika terjadi perubahan mata uang fungsional diatur dalam paragraf 14, 15 dan 16 yang antara lain menjelaskan bahwa :
- Penentuan saldo awal untuk tujuan pencatatan akuntansi dilakukan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan seolah-olah mata uang fungsional tersebut telah digunakan sejak tanggal terjadinya transaksi
- Pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan dilakukan surut hingga tahun di mana mata uang fungsional tersebut mulai berlaku
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa PSAK 52 mensyaratkan penerapan secara RETROSPEKTIF (berlaku surut) atas perubahan mata uang fungsional.
Sedangkan pengaturan sejak tanggal 1 Januari 2012, dengan berlakunya PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing, atas perubahan mata uang fungsional, paragraf 36 PSAK 10 mengatur bahwa :
Ketika terdapat perubahan dalam mata uang fungsional, entitas menerapkan prosedur penjabaran untuk mata uang fungsional yang baru secara PROSPEKTIF sejak tanggal perubahan tersebut.
Lebih lanjut, paragraf 38 antara lain menjelaskan bahwa :
Pengaruh perubahan mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif. Dalam kata lain, entitas menjabarkan semua pos ke dalam mata uang fungsional yang baru menggunakan kurs pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang dijabarkan untuk pos non moneter dianggap sebagai biaya historisnya.
Jadi, kesimpulannya bahwa PSAK 10 (Revisi 2010) yang berlaku saat ini mensyaratkan penerapan secara PROSPEKTIF atas perubahan mata uang fungsional (HRD).