Saturday, January 17, 2009

Perubahan tarif pajak berdasarkan UU No. 36 tahun 2008, perhitungan pajak tangguhan harus disesuaikan ?

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan kena pajak baik untuk WP Perseorangan (WP Orang Pribadi) maupun WP Badan telah terjadi perubahan.

Khusus untuk WP Badan sebelumnya berlaku tarif progresif yaitu 10%, 15% dan 30% [UU No. 17 tahun 2000 pasal 17 ayat (1b)], sedangkan berdasarkan Pasal 17 ayat (1b) UU No. 36 tahun 2008 dikenakan tarif tunggal sebesar 28%. Kemudian, dalam ayat 2a diatur lebih lanjut bahwa mulai tahun pajak 2010 tarif yang berlaku diturunkan lagi menjadi 25%.

UU No. 36 tahun 2008 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Lantas, apakah perubahan tarif tersebut akan mempengaruhi perhitungan pajak tangguhan (deferred tax) ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita simak kembali pengaturan dalam PSAK terkait yaitu PSAK No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan.

PSAK 46 Akuntansi Pajak Penghasilan (Reformat 2007) dalam paragraf 29 mengatur bahwa kewajiban (aset) pajak kini untuk periode berjalan dan periode sebelumnya diakui sebesar jumlah pajak terutang (restitusi pajak), yang dihitung dengan menggunakan tarif pajak (peraturan pajak) yang berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

Selanjutnya, dalam paragraf 30 dijelaskan bahwa aset dan kewajiban pajak tangguhan harus diukur dengan menggunakan tarif pajak yang akan berlaku pada saat aset dipulihkan atau kewajiban dilunasi, yaitu dengan tarif pajak (peraturan pajak) yang telah berlaku atau yang telah secara substantif berlaku pada tanggal neraca.

Kemudian, dalam paragaraf 31 dijelaskan juga bahwa aset dan kewajiban pajak, baik yang bersifat kini maupun tangguhan, dihitung dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku. Apabila tarif pajak (dan peraturan pajak) baru telah diumumkan oleh pemerintah, maka dapat dianggap bahwa tarif (dan peraturan) tersebut telah secara substantif berlaku [walaupun berlakunya tarif (dan peraturan) tersebut secara efektif mungkin saja masih beberapa bulan sesudah pengumumannya]. Dalam hal tersebut aset dan kewajiban pajak harus dihitung dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) baru yang telah dinyatakan berlaku.

Paragraf 32 menjelaskan bahwa apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk tingkat laba fiskal yang berbeda, maka aset dan kewajiban pajak tangguhan diukur dengan tarif pajak rata-rata yang akan dikenakan terhadap laba fiskal (rugi pajak) pada saat perbedaan temporer membalik (reverse).

Sedangkan paragraf selanjutnya yaitu par. 33 mengatur bahwa aset dan kewajiban pajak tangguhan harus mencerminkan konsekuensi pajak untuk pemulihan nilai tercatat aset atau penyelesaian kewajiban yang diharapkan perusahaan pada tanggal neraca.

Dari uraian di atas, jelas bahwa atas perubahan tarif pajak untuk WP Badan dari sebelumnya dikenakan tarif progresif menjadi tarif tunggal yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009, maka atas penyajian Pajak Tangguhan tahun 2008 harus dilakukan penyesuaian sesuai dengan pengaturan dalam PSAK No. 46 (Hrd). ***

Monday, January 5, 2009

Penundaan Berlakunya PSAK 50 dan PSAK 55

Dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International Financial Reporting Standards (IFRS), sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).

Tiga dari revisi PSAK tersebut berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi, PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap serta PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa.

Sedangkan dua PSAK lainnya, yaitu masing-masing PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu serta PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2009.

Adapun PSAK No. 50 (revisi 2006) sebagian besar sudah sesuai dengan International Accounting Standards (IAS) No. 32 : Financial Instrument : Presentation (Revised 2005) sedangkan PSAK No. 55 (revisi 2006) sebagian besar sudah sesuai dengan IAS No. 39 : Financial Instrument : Recognition and Measurement (Revised 2005).

Bank Indonesia mewajibkan bank menyajikan laporan keuangan dengan mengacu pada PSAK No. 50 (revisi 2006) serta PSAK No. 55 (revisi 2006) tersebut mulai tahun 2009 seperti yang ditulis dalam harian Bisnis Indonesia terbitan 18 Januari 2008 kemarin.

Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI I Gde Made Sadguna menjelaskan pada harian Bisnis Indonesia bahwa sebagian besar standar akuntansi untuk laporan keuangan bank disesuaikan dengan standar internasional.

“PSAK 50 dan 55 sudah sesuai dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) dan berlaku 1 Januari 2009. Pada 2010 akan dilakukan adopsi penuh tanpa diskresi,” katanya, seperti yang ditulis dalam harian Bisnis Indonesia terbitan 18 Januari 2008 tersebut.

Adapun beberapa pengaturan dalam PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 revisi 2006 tersebut secara mendasar merubah metode pengakuan dan pencatatan yang diterapkan selama ini dan dampaknya akan merubah sistim pencatatan bank khususnya, sehingga secara tidak langsung akan memerlukan penyesuaian pada sistim internal bank.

Diharapkan dengan penerapan PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 revisi 2006 tersebut secara tepat dan konsisten, laporan keuangan bank dapat disajikan secara wajar dan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pembaca laporan keuangan.

Namun, berkaitan dengan krisis finansial global yang melanda dunia dan turut berdampak pada perekonomian di Indonesia , menyebabkan ketatnya likuiditas perbankan sehingga beberapa waktu yang lalu pihak perbankan telah mengajukan penundaan penerapan PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 tersebut kepada pemerintah (Bank Indonesia), dengan tujuan agar perbankan bisa lebih bergerak dan likuiditas sedikit longgar.

Berkaitan dengan hal itu, pada tanggal 30 Desember 2008 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI telah mengeluarkan surat pengumuman dengan No. 1705/DSAK/IAI/XII/2008 yang berisikan bahwa DSAK IAI mengubah tanggal efektif pemberlakuan PSAK 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan, sebagaimana diatur dalam paragraf 95 PSAK 50 (Revisi 2006), dan PSAK 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran, sebagaimana diatur dalam paragraf 107 PSAK 55 (Revisi 2006), yang semula berlaku efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2009 diubah menjadi untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010.