Tuesday, January 26, 2010

Undangan Menyusun Kajian atas Topik-Topik Akuntansi Terkini dalam Rangka Konvergensi IFRS 2012

IAI mengundang para akademisi untuk terlibat dalam proses penyusunan Exposure Draft (ED) PSAK yang dilaksanakan DSAK IAI dalam rangka konvergensi IFRS. Saat ini DSAK IAI juga memiliki program untuk mulai terlibat aktif di kancah internasional dengan memberi masukan atas penyusunan Standar Akuntansi yang dilakukan oleh IASB. DSAK juga telah menjadi anggota Asia Oceania Standard Setter Group (AOSSG), dan telah menyatakan komitmennya untuk terlibat dalam Working Group yang dibentuk AOSSG. 

Untuk mendukung DSAK-IAI berperan aktif dalam kelompok kerja tersebut dibutuhkan dukungan riset dari universitas-universitas agar keputusan maupun posisi yang diambil oleh DSAK di dalam diskusi AOSSG memiliki landasan penelitian yang kuat.

Keterlibatan perguruan tinggi dalam rangka persiapan dan implementasi konvergensi IFRS 2012 sangat diharapkan. Perguruan tinggi dapat membentuk pusat pengembangan dan sosialisasi IFRS di kampus masing-masing. Selain menjadi motor penggerak dalam rangka implementasi IFRS di daerahnya, para dosen juga sangat diharapkan dapat aktif membentuk kelompok kajian dan melaksanakan riset yang terkait dengan IFRS untuk memberi masukan kepada DSAK IAI. Read more

Sunday, January 24, 2010

Kapitalisasi Biaya Pinjaman (Q & A)

Q : Apakah yang dimaksud dengan Biaya Pinjaman ?

A : Biaya Pinjaman adalah biaya bunga dan biaya lainnya yang ditanggung entitas sehubungan dengan peminjaman dana (PSAK 26 (Revisi 2008) Par. 05).

Q : Apakah semua jenis biaya pinjaman boleh dikapitalisasi ?

A : Tidak, hanya biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi atau pembuatan aset kualifikasian dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut (ketika kemungkinan besar biaya pinjaman tersebut menghasilkan manfaat ekonomi masa depan untuk entitas dan dapat diukur secara andal) (PSAK 26 (Revisi 2008) Par. 01, 08 dan 09)

Q : Apa maksudnya dikapitalisasi menurut PSAK No. 26 (Revisi 2008) tersebut ? Apakah diperbolehkan biaya pinjaman yang memenuhi persyaratan dibukukan sebagai Biaya Ditangguhkan di Neraca ?

A : Paragraf 1 PSAK 26 menjelaskan bahwa biaya pinjaman yang memenuhi persyaratan harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset kualifikasian. Dengan demikian, pencatatan biaya pinjaman sebagai Biaya Ditangguhkan tidak diperbolehkan.

Q : Apakah Biaya Pinjaman yang dimaksud dalam PSAK 26 (Revisi 2008) tersebut hanya berupa bunga pinjaman bank ?

A : Dari definisi Biaya Pinjaman jelas bahwa biaya pinjaman tidak semata-mata hanya berupa bunga pinjaman akan tetapi juga termasuk biaya lainnya yang harus ditanggung oleh suatu perusahaan sehubungan dengan peminjaman dana. Par. 06 PSAK 26 memberikan contoh biaya lain selain bunga pinjaman yang dapat diklasifikasikan sebagai Biaya Pinjaman.

Q : Apakah biaya bunga yang timbul dari angsuran Sewa Guna Usaha (Leasing) boleh diperlakukan sebagai Biaya Pinjaman dan dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset leasing yang diperoleh ?

A : Tentu, jika sekiranya Aset Leasing yang diperoleh telah memenuhi definisi Aset Kualifikasian (Qualifying Asset) serta biaya pinjaman yang diperoleh tersebut dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan, konstruksi atau pembuatan aset kualifikasian.

Q : Apa yang dimaksud dengan Aset Kualifikasian ?

A : Aset Kualifikasian (Qualifying Asset) adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap digunakan atau dijual sesuai dengan maksudnya.

Q : Apakah aset kualifikasian tersebut hanya terbatas pada aset yang ditujukan untuk dipergunakan sendiri oleh perusahaan seperti aset tetap misalnya ?

A : Tidak, Par. 05 PSAK 26 secara jelas mendefinisikan aset kualifikasian sebagai aset yang siap digunakan ataupun dijual sesuai dengan maksudnya. Jadi, tidak semata-mata hanya untuk aset yang akan digunakan sendiri.

Q : Apakah pekerjaan konstruksi bangunan oleh pengembang (developer) sebagai persediaan yang nantinya akan dijual bisa memenuhi persyaratan aset kualifikasian ?

A : Tentu bisa.

Q : Apakah properti investasi sesuai PSAK No. 13 (Revisi 2007) seperti bangunan yang diperuntukkan untuk rental bisa memenuhi persyaratan aset kualifikasian ?

A : Tentu bisa. Par.07 PSAK 26 memasukkan Properti Investasi sebagai salah satu aset yang termasuk aset kualifikasian.

Q : Apakah aset yang pada saat diperoleh telah siap untuk dipergunakan ataupun dijual seperti misalnya sepeda motor termasuk aset kualifikasian ?

A : Definisi aset kualifikasian adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap digunakan atau dijual. Jadi, untuk aset yang pada saat diperoleh telah siap untuk dipergunakan ataupun dijual bukan aset kualifikasian.

Q : Apa yang dimaksud dengan “waktu yang cukup lama” dalam definisi aset kualifikasian ?

A : PSAK 26 (Revisi 2008) tidak menjelaskan kriteria “waktu yang cukup lama” tersebut. Akan tetapi, PSAK 26 versi sebelumnya yaitu PSAK 26 (Revisi 1997) dalam paragraf 08 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan waktu yang cukup lama adalah 12 bulan atau lebih.

Q : Apakah kapitalisasi biaya pinjaman berdasarkan PSAK 26 (Revisi 2008) ini bersifat mandatory atau optional ?

A : Menurut saya, kapitalisasi biaya pinjaman tersebut bersifat mandatory. Jadi untuk biaya pinjaman yang memenuhi persyaratan harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset kualifikasian dan tidak boleh dibebankan di laporan laba rugi.

Q : Kapan tanggal efektif berlakunya PSAK No. 26 (Revisi 2008) ini ?

A : PSAK ini mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2010. Penerapan lebih dini diperkenankan, tapi harus diungkapkan.

Q : Pada saat penerapan PSAK No. 26 (Revisi 2008) untuk laporan keuangan tahun 2010, apakah laporan keuangan komparatif sebelumnya harus disajikan kembali ?

A : Menurut saya tidak perlu karena PSAK No. 26 (Revisi 2008) yang menggantikan PSAK No. 26 (1997) tidak mengakibatkan perubahan kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi biaya pinjaman.

Thursday, January 21, 2010

Sembilan Belas Produk Baru DSAK IAI

Berikut adalah daftar sembilan belas produk DSAK yang telah disahkan DSAK pada tanggal 23 Desember 2009 lalu, yaitu 10 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), 5 Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK), dan 4 Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).

PSAK yang telah disahkan DSAK IAI adalah:

  1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
  3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
  4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
  5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
  6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entoitas Asosiasi
  7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
  8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
  9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
  10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan
ISAK yang telah disahkan DSAK IAI:
  1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
  2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
  3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
  4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
  5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PPSAK yang telah disahkan DSAK IAI:

  1. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
  2. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
  3. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
  4. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

Edisi Satuan PSAK baru ini akan segera diterbitkan oleh IAI.
Untuk pemesanan dapat menghubungi IAI: Telp. 021 31904232 ext. 145.

Source : Ikatan Akuntan Indonesia (www.iaiglobal.or.id)

Tuesday, January 12, 2010

Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2008 dan perkembangan terkini-nya

Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) adalah merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari PSAK yang relevan untuk industri perbankan. PAPI disusun dengan kerjasama antara Bank Indonesia, perbankan dan Ikatan Akuntan Indonesia.

Berdasarkan Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank antara lain menyatakan bahwa perubahan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia akan ditetapkan dengan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia.

Oleh karena itu, dengan SE No. 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 yang menggantikan SE No. 3/33/DPNP tanggal 14 Desember 2001, telah diatur beberapa hal antara lain :

1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi Bank, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2. PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran lebih lanjut dari beberapa PSAK yang relevan bagi industri perbankan.

3. Berkaitan dengan penerbitan PSAK No. 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan serta PSAK No. 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran, PAPI 2001 kemudian telah direvisi menjadi PAPI 2008.

4. PAPI 2008 merupakan acuan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan Bank. Mengingat sifat PAPI merupakan petunjuk pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu ke PSAK yang berlaku.

SE No. 11/4/DPNP sebagai dasar pemberlakuan PAPI 2008 kemudian mengalami perubahan berdasarkan SE No. 11/33/DPNP tanggal 8 Desember 2009. Perubahan tersebut dilakukan sehubungan dengan kendala teknis yang dihadapi oleh perbankan dalam penerapan PSAK No. 55 (Revisi 2006) terutama terkait dengan keterbatasan dalam memperoleh data kerugian historis.

Untuk mengatasi kendala teknis tersebut telah dilakukan pembahasan antara Bank Indonesia bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), Bank dan Kantor Akuntan Publik yang menghasilkan kesepakatan untuk melakukan penyesuaian terhadap PAPI 2008 sehingga dengan demikian juga memerlukan perubahan terhadap SE yang memberlakukan PAPI 2008 beserta penyesuaiannya.

SE perubahan tersebut antara lain mengatur mengenai penerapan Estimasi Penurunan Nilai secara Kolektif bagi Bank yang menghadapi beberapa keterbatasan kondisi serta tugas dan tanggung jawab dari Akuntan Publik yang melakukan pemeriksaan atas Estimasi Penurunan Nilai Kolektif.

Akuntan Publik yang menemukan Bank yang tidak menerapkan PSAK 55 (Revisi 2006) dan PAPI 2008, serta melanggar SE ini harus memberitahukan mengenai temuan tersebut dalam laporan hasil audit dan Surat Komentar (Management Letter) yang wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan bank.

Adapun ketentuan dalam SE No. 11/4/DPNP, SE No. 11/33/DPNP dan PAPI 2008 beserta penyesuaiannya mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2010 seiring dengan mulai berlakunya PSAK 50 dan PSAK 55 dengan masa transisi hingga 31 Desember 2011.

Downloadable Materials :

Buku Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2008 beserta perubahannya dapat didownload di sini

SE Bank Indonesia No. 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 dapat didownload di sini

SE Bank Indonesia No. 11/33/DPNP/2009 beserta lampirannya dapat didownload di sini

Sekilas perlakuan akuntansi atas setoran modal saham berdasarkan PSAK No. 21

Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

Dalam Pasal 32 ayat (1) diatur bahwa modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (1) diatur antara lain bahwa paling sedikit 25% dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.

Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. Dalam bagian penjelasan diatur lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.

Kemudian, dalam pasal 33 ayat (3) : pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh. (Penjelasan : ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengan cara mengangsur).

Sedangkan ketentuan pencatatan akuntansi atas setoran modal saham diatur dalam PSAK No. 21 mengenai Akuntansi Ekuitas.

Dalam bagian definisi dijelaskan bahwa ekuitas merupakan bagian hak pemilikan dalam perusahaan, yaitu selisih antara aset dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut. Ekuitas terdiri atas setoran pemilik yang sering kali disebut modal atau simpanan pokok anggota untuk badan hukum koperasi, saldo laba, dan unsur lain.

Jadi, dalam hal ini modal saham adalah merupakan bagian dari Ekuitas di Neraca Perusahaan.

Modal saham meliputi saham preferen, saham biasa, dan akun Tambahan Modal Disetor. Pos modal lainnya seperti modal yang berasal dari sumbangan dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor (Par. 11).

Dalam Par. 13 (b) diatur mengenai pencatatan penambahan modal disetor Perseroan Terbatas (PT) yaitu untuk setoran saham dalam bentuk uang harus dibukukan sesuai transaksi nyata. Untuk jenis saham yang diatur dalam bentuk rupiah dalam akta pendirian, setoran saham tunai dalam bentuk mata uang asing dinilai dengan kurs berlaku tanggal setoran.

Untuk jenis saham yang diatur dalam mata uang asing dalam akta pendiriannya, setoran tunai baik rupiah atau mata uang asing lain harus dikonversi ke mata uang asing dalam akta pendirian sesuai kurs resmi yang berlaku pada tanggal setoran, kecuali akta pendirian atau keputusan Pemerintah menentukan kurs tetap.

Selisih kurs mata uang asing yang timbul sehubungan dengan transaksi modal, harus dibukukan sebagai bagian dari modal dalam akun Selisih Kurs atas Modal Disetor dan bukan merupakan unsur laba rugi.

Misalnya dalam akta pendirian PT XYZ telah ditetapkan modal dasar sebesar USD 100.000. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan dan disetor penuh sebesar USD 50.000. Nilai kurs tukar dari USD ke Rupiah ditentukan di akta pendirian sebesar Rp 9.500.

Pada tanggal 10 Maret 2008 para pemegang saham telah menyetor bagian pemilikan masing-masing atas modal saham yang telah ditempatkan dan diambil bagian dengan total keseluruhan sebesar USD 50.000 x Rp 9.675 (kurs yang berlaku pada tanggal penyetoran) = Rp 483.750.000.

Dalam pembukuan PT XYZ, atas transaksi setoran modal saham tersebut dibukukan sebagai berikut :

Kas/Bank (Dr) Rp 483,.750.000
  Modal Saham – Ditempatkan dan Disetor Penuh (Cr)      Rp 475.000.000
  Selisih Kurs atas Modal Disetor (Cr)      Rp     8.750.000
   

Akun Selisih Kurs atas Modal Disetor tersebut dibukukan sebagai bagian dari Ekuitas dan tidak boleh diperlakukan sebagai laba (rugi) selisih kurs di laporan laba rugi.

Dalam bagian Penyajian dan Pengungkapan diatur antara lain bahwa Modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor, nilai nominal, dan banyaknya saham untuk setiap jenis saham harus dinyatakan dalam neraca (Par. 26).

Demikian sekilas perlakuan akuntansi atas setoran modal saham berdasarkan pengaturan dalam PSAK No. 21 mengenai Akuntansi Ekuitas. Semoga dapat membantu pemahaman kita khususnya berkaitan dengan setoran modal saham dalam mata uang asing. Untuk pengaturan lebih lengkap silahkan baca PSAK dimaksud (Hrd) ***

Sunday, January 3, 2010

Penundaan berlakunya Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Seperti yang sudah kita ketahui, sebelumnya pada tanggal 29 April 2009 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah menyampaikan buku Kode Etik Profesi Akuntan Publik ("Kode Etik") kepada seluruh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2010.

Kemudian, dengan pertimbangan bahwa berhubung sosialisasi Kode Etik tersebut belum dilakukan secara maksimal dan komprehensif kepada anggota IAPI serta pihak-pihak lain yang terkait, maka Pengurus IAPI memutuskan bahwa pemberlakuan Kode Etik ditunda menjadi efektif sejak tanggal 1 Januari 2011.

Dalam surat pemberitahuannya perihal Penundaan Pemberlakuan Kode Etik Profesi Akuntan Publik tertanggal 31 Desember 2009, Pengurus IAPI juga menyampaikan bahwa diharapkan di tahun 2010 Dewan Standar Profesi bekerjasama dengan Badan Pelaksana Pendidikan IAPI akan melaksanakan sosialisasi Kode Etik secara gencar dan menyeluruh sehingga implementasi Kode Etik tersebut dapat berlangsung tepat waktu.

Sehubungan dengan penundaan masa berlakunya Kode Etik tersebut, maka dalam melakukan pekerjaannya anggota IAPI tetap berpedoman kepada Aturan Etika yang terdapat dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) tahun 2001 sampai dengan diberlakukannya Kode Etik yang baru.