Wednesday, April 28, 2010

Pos Luar Biasa, kenapa tidak diperbolehkan lagi oleh PSAK ?

Sebelumnya, penyajian akun Pos Luar Biasa dalam laporan keuangan diatur dalam PSAK No. 25 mengenai Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi dalam paragraf 10 sampai dengan paragraf 14 (baca tulisan saya sebelumnya : Apa itu Pos Luar Biasa serta bagaimana penyajiannya dalam laporan keuangan)

Menurut pengaturan dalam PSAK tersebut, suatu kejadian atau transaksi dapat diklasifikasikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi dua kriteria berikut yaitu (1) bersifat tidak normal, dan (2) tidak sering terjadi. Contohnya kerugian akibat gempa bumi, kebakaran atau banjir.

Kemudian, berdasarkan PSAK No. 25 (revisi 2009) Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan, tidak ditemukan lagi adanya paragraf yang mengatur mengenai pencatatan akuntansi atas Pos Luar Biasa. Penegasan mengenai tidak diperbolehkannya lagi pencatatan akun Pos Luar Biasa dalam laporan keuangan dapat ditemukan dalam PSAK No. 1 (revisi 2009) Penyajian Laporan Keuangan dalam paragraf 84 diatur bahwa entitas tidak diperkenankan menyajikan pos-pos penghasilan dan beban sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Kedua PSAK ini telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntasi Keuangan (DSAK) IAI pada tanggal 15 Desember 2009 dan akan mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2011.

Adapun revisi atas PSAK No.1 dan PSAK No. 25 tersebut di atas dilakukan dalam rangka proses konvergensi dengan Standar Akuntansi Internasional (IFRS/IAS) yang juga tidak lagi memperbolehkan pencatatan akun Pos Luar Biasa dalam laporan keuangan perusahaan, yang ditegaskan dalam IAS 1 Presentation of Financial Statements paragraf 87.

Sebelumnya, pada saat peluncuran Eksposure Draft (ED) PSAK No. 1 (revisi 2009) di atas memang sudah terdengar suara pro dan kontra berkaitan dengan dihilangkannya pengaturan mengenai Pos Luar Biasa dalam laporan keuangan. Akan tetapi, setelah melalui berbagai pertimbangan akhirnya sampai dengan disahkannya PSAK No. 1 (revisi 2009) penghapusan akun Pos Luar Biasa dalam PSAK sesuai dengan IAS 1 tetap dipertahankan.

Untuk mengetahui lebih jauh latar belakang dihilangkannya akun Pos Luar Biasa (Extraordinary Items) dalam Standar Akuntansi Internasional (IFRS/IAS) dapat dibaca melalui posting saya di sini : Extraordinary Items, why it was prohibited ?

Perlindungan profesi akuntan publik belum memadai

JAKARTA: Masalah klasik yang dihadapi akuntan publik dari tahun ke tahun adalah tindakan para oknum yang tidak mempunyai izin mengatasnamakan profesi ini untuk cari keuntungan pribadi dengan melakukan praktik ilegal sebagai akuntan publik. Namun, pemerintah hanya melakukan pengaturan kepada akuntan publik berizin, dan terkesan membiarkan praktik akuntan publik yang tidak berizin.

Bagaimana masalah sebenarnya, Bisnis Indonesia mewawancarai Ketua bidang Humas dan Media Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Erick. Berikut petikannya.

Kenapa timbul akuntan publik palsu?

Ada beberapa sebab masalah itu muncul. Mulai dari sebaran kantor akuntan publik (KAP) sampai pada perlindungan hukum akuntan publik berizin yang masih kurang memadai. Termasuk juga jasa fee yang dipatok akuntan palsu jauh dari kewajaran.

Masalahnya bukan berapa besarnya fee, melainkan kesadaran hukum pengguna jasa yang masih kurang. Dengan menggunakan akuntan publik palsu persoalan yang muncul pada kemudian hari atas hasil auditnya tak bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan hasil audit akuntan publik dari KAP resmi yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan.

Berapa besar imbalan yang ditawarkan akuntan publik palsu?

Tidak wajar. Mereka tak melihat faktor kesulitan pekerjaan, tetapi mematok harga Rp2 juta-Rp5 juta. Hasilnya, seolah-olah mereka akuntan publik yang telah punya izin dari pemerintah, padahal gelap.

Kenapa praktik ilegal itu terus berlangsung?

Bisa terjadi karena pengguna jasa memang tidak mengetahui, atau dibohongi oleh akuntan publik ilegal. Bisa juga pura-pura tidak tahu. Yang terakhir ini umumnya bagi peserta tender pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal lain, juga tak kalah pentingnya, adalah distribusi atau keberadaan KAP resmi terkonsentrasi pada wilayah yang dianggap potensi bisnis seperti Jawa. Dari data IAPI, dari 502 KAP sekitar 80% berdomisili di Jawa, sisanya menyebar di Sumatra, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua.

Dari 80% itu, KAP di Jakarta paling banyak, yakni sekitar 50%. Begitu pula dengan akuntan publik, dari sekitar 898 orang sebagian besar berpraktik di Ibu Kota. Jumlah yang masih minim ini memungkinkan muncul praktik akuntan publik palsu dan KAP tidak resmi. Celakanya, pemerintah kurang peduli dan seolah-olah membiarkan kejahatan itu terus berlangsung. Sikap ini yang disesali oleh kami.

Berapa banyak pengaduan praktik ilegal yang dilakukan akuntan publik dan KAP palsu?

Sejauh ini pengaduan praktik akuntan publik palsu cukup banyak, baik oleh KAP resmi maupun masyarakat pengguna jasa yang dirugikan. Sebagian di antaranya sudah ada yang diproses hukum.

Kasus yang terungkap memang kurang dipublikasi, sehingga masyarakat tak banyak mengetahui.

Ini terkait dengan profesi akuntan publik sendiri, yakni dalam ruang lingkup bisnis. Jadi, banyak akuntan publik yang dirugikan, memilih diam daripada berteriak-teriak menyangkut penangkapan pelaku praktik liar.

Namun, kami terus mengawasi ketat praktik ilegal itu, sekalipun Kementerian Keuangan kurang memberikan respons yang memadai.

Apakah ada praktik kurang terpuji dilakukan anggota IAPI atau akuntan publik resmi?

Indikasi pidana tidak ada, karena profesi ini memiliki standar profesi. Selain itu, di antara KAP resmi dapat saling melakukan review, dan IAPI mempunyai badan review mutu sebagai kendali kualitas praktik akuntan publik.

Kemungkinan terjadi di bawah standar, tidak bersifat pidana. Namun begitu, jika hal itu terjadi pengguna jasa akuntan tentu dirugikan.

Jika hal itu sampai terjadi, sanksi apa saja yang diterapkan IAPI kepada anggotanya?

Ada tiga tahapan sanksi, yakni peringatan, pembekuan, dan pencabutan izin praktik. Bila seorang akuntan publik izin praktiknya dicabut, sudah tentu yang bersangkutan tidak bisa lagi memberikan layanan profesi kepada masyarakat.

Pemerintah belum mampu melindungi profesi akuntan publik, maksud Anda?

Bisa dilihat dari regulasi yang ada, sampai saat ini peraturan hukum akuntan publik masih mengacu pada UU No.34/1954 tentang Pemberian Gelar Akuntan. Menurut hemat kami, ketentuan hukum ini belum tepat sebagai dasar hukum bagi akuntan publik dan KAP. Begitu pula peraturan yang menjadi turunan dari UU itu, belum pas buat akuntan publik.

Turunan dari UU UU No. 34/1954 tentang Pemberian Gelar Akuntan berupa regulasi yang mengatur akuntan publik dan KAP bersifat subjektif dan cenderung sebagai "legalisasi" diskresi kebijakan pemerintah, ketimbang memenuhi kebutuhan profesi. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu melindungi profesi ini secara utuh. Maka, jangan heran banyak bermunculan akuntan publik palsu, mengaku dari KAP resmi.

Apakah ideal jumlah akuntan publik layani 23.000 perusahaan di negeri ini?

Tentu tidak ideal. Perlu regenerasi akuntan publik baru. Namun, sejauh ini anak muda yang minat jadi akuntan publik sedikit sekali.

Sebenarnya profesi ini sangat diperlukan oleh perusahaan swasta dan pemerintah. Bahkan penyelenggaraan pemilihan umum dan daerah (pilkada) pun harus menggunakan jasa akuntan publik. Potensi bisnisnya cukup besar.

Pewawancara: Bambang Supriyanto

Sumber : Harian Bisnis Indonesia (www.bisnis.com) terbitan tanggal 26 April 2010 (Senin)

Monday, April 19, 2010

DSAK IAI telah mengesahkan ED PSAK 3, 18 dan 24 serta ED ISAK 15, 16 dan 17

Pada tanggal 16 April 2010 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI telah mengumumkan pengesahan atas beberapa Eksposure Draft (ED) PSAK dan ISAK sebagai bagian dari program full adoption IFRS pada tahun 2012. Berikut kutipan dari website IAI :

Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK IAI) telah mengesahkan Eksposure Draft PSAK dan ISAK.ED PSAK yang telah disahkan tahun 2010 ini adalah:
1. ED PSAK 3 (revisi 2010): Laporan Keuangan Interim
2. ED PSAK 18 (revisi 2010): Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat Purnakarya
3. ED PSAK 24 (revisi 2010): Imbalan Kerja

Selain itu, ED ISAK yang telah disahkan adalah:
1. ED ISAK 15: PSAK 24-Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya
2. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa
3. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Eksposure draft SAK tersebut dapat di download di http://iaiglobal.or.id/prinsip_akuntansi/exposure.php.

Pengesahan Eksposure Draft ini merupakan rangkaian program konvergensi IFRS 2012. Tahun 2010 ini, rencananya DSAK akan menyelesaikan tahap adopsi IFRS, tahun 2011 dan 2012 merupakan tahap implementasi SAK yang sudah mengacu ke IFRS per 1 Januari 2009.

DSAK IAI mengundang publik untuk memberi saran, masukan, dan tanggapan secara langsung terkait eksposure draft yang telah disahkan melalui public hearing ED. Public hearing ED akan dilaksanakan pada Selasa, 27 April 2010 bertempat di Hotel Acacia Jakarta. Undangan public hearing dapat di download melalui website IAI di sini

Selain itu, saran, masukan, dan tanggapan ED dapat disampaikan melalui surat ke Grha Akuntan, Jl. Sindanglaya No. 1, Menteng-Jakarta 10310 atau melalui email ke dsak@iaiglobal.or.id atau ke iai-info@iaiglobal.or.id. Penyampaian tanggapan atas ED SAK disampaikan paling lambat tanggal 31 Mei 2010, namun untuk ED ISAK 16 tentang Perjanjian Konsesi, penyampaian tanggapan paling lambat 1 Oktober 2010.

Friday, April 16, 2010

DSP IAPI telah menerbitkan ED Omnibus Statement berkaitan dengan SAK-ETAP

Ikatan Akuntan Indonesia sebelumnya telah mengesahkan Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) yang akan berlaku secara efektif untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. Penerapan dini diperkenankan.

Adapun latar belakangan penyusunan dan penerbitan SAK-ETAP ini adalah untuk memberikan kemudahan bagi entitas skala kecil dan menengah. Bahwa SAK yang berbasis IFRS (SAK Umum) ditujukan bagi entitas yang mempunyai tanggung jawab publik signifikan dan entitas yang banyak melakukan kegiatan lintas negara. SAK umum tersebut rumit untuk dipahami serta diterapkan bagi sebagain besar entitas usaha di Indonesia yang berskala kecil dan menengah. Dalam beberapa hal SAK ETAP memberikan banyak kemudahan untuk suatu entitas dibandingkan dengan SAK Umum dengan ketentuan pelaporan yang lebih kompleks.

Sesuai dengan ruang lingkup SAK-ETAP, maka Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik. Entitas tanpa akuntabilitas publik yang dimaksud adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelola usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.

Namun, entitas yang mempunyai tanggung jawab publik signifikan dapat juga menggunakan SAK ETAP apabila diizinkan oleh regulator. Contohnya Bank Perkreditan Rakyat yang telah diizinkan oleh Bank Indonesia menggunakan SAK ETAP mulai 1 Januari 2010 sesuai dengan SE No. 11/37/DKBU tanggal 31 Desember 2009.

Apabila perusahaan memakai SAK ETAP, maka auditor yang akan melakukan audit di perusahaan tersebut juga akan mengacu kepada SAK-ETAP.

Sehubungan keluarnya SAK-ETAP dari DSAK IAI tersebut maka DSP IAPI menerbitkan ED Omnibus Statement utk merevisi beberapa PSA dalam SPAP 2001. Terlampir adalah ED dimaksud untuk ditanggapi paling lambat tanggal 30 April 2010. Klik di sini untuk download : ED Omnibus Statement SAK-ETAP

Demikian informasi yang saya peroleh dari milis ForKAP pada hari ini.

Sumber : Website IAI dan milis ForKAP IAI.

Thursday, April 1, 2010

Perubahan Metode Penyusutan Aset Tetap, bagaimana perlakuan akuntansinya ?

Jika sekiranya pada tahun-tahun lalu sebuah perusahaan menggunakan metode penyusutan saldo menurun (diminishing balance method), kemudian pada tahun berjalan manajemen perusahaan memutuskan untuk merubah metode penyusutan menjadi garis lurus (straight line method), apakah diperbolehkan ? Jika boleh, apa saja persyaratan yang harus dipenuhi ?

Menurut PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap pada paragraf 63 dijelaskan bahwa metode penyusutan yang digunakan harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset oleh entitas.

Kemudian dalam paragraf 64 diatur bahwa metode penyusutan yang digunakan untuk aset harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan, apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai PSAK No. 25.

Selanjutnya dalam paragraf 65 dijelaskan antara lain bahwa metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode kecuali ada perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemilihan metode penyusutan aset tetap harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Penggantian metode penyusutan baru diperbolehkan jika sekiranya berdasarkan hasil review telah terjadi perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset tersebut. Perubahan metode penyusutan yang terjadi harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi seperti yang diatur di dalam PSAK  No. 25.

Berdasarkan PSAK No. 25 paragraf 26 dijelaskan bahwa suatu perubahan dalam estimasi akuntansi dapat hanya mempengaruhi periode berjalan ataupun mempengaruhi baik periode berjalan maupun periode-periode yang akan datang (penerapan secara prospektif).

Jadi, perubahan suatu metode penyusutan dalam pencatatan akuntansi sebuah perusahaan akan berpengaruh terhadap laporan keuangan tahun berjalan dan tahun-tahun selanjutnya. Sedangkan untuk laporan keuangan tahun sebelumnya tidak perlu disajikan kembali (HRD) ***