Dalam rangka konvergensi dengan International Accounting Standards (IAS) dan International Financial Reporting Standards (IFRS), sejak Desember 2006 sampai dengan pertengahan tahun 2007 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merevisi dan mengesahkan lima Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Tiga dari revisi PSAK tersebut berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2008 yaitu PSAK No. 13 (revisi 2007) tentang Properti Investasi, PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap serta PSAK No. 30 (revisi 2007) tentang Sewa.
Sedangkan dua PSAK lainnya, yaitu masing-masing PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu serta PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 2009.
Adapun PSAK No. 50 (revisi 2006) sebagian besar sudah sesuai dengan International Accounting Standards (IAS) No. 32 : Financial Instrument : Presentation (Revised 2005) sedangkan PSAK No. 55 (revisi 2006) sebagian besar sudah sesuai dengan IAS No. 39 : Financial Instrument : Recognition and Measurement (Revised 2005).
Bank Indonesia mewajibkan bank menyajikan laporan keuangan dengan mengacu pada PSAK No. 50 (revisi 2006) serta PSAK No. 55 (revisi 2006) tersebut mulai tahun 2009 seperti yang ditulis dalam harian Bisnis Indonesia terbitan 18 Januari 2008 kemarin.
Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI I Gde Made Sadguna menjelaskan pada harian Bisnis Indonesia bahwa sebagian besar standar akuntansi untuk laporan keuangan bank disesuaikan dengan standar internasional.
“PSAK 50 dan 55 sudah sesuai dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) dan berlaku 1 Januari 2009. Pada 2010 akan dilakukan adopsi penuh tanpa diskresi,” katanya, seperti yang ditulis dalam harian Bisnis Indonesia terbitan 18 Januari 2008 tersebut.
Adapun beberapa pengaturan dalam PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 revisi 2006 tersebut secara mendasar merubah metode pengakuan dan pencatatan yang diterapkan selama ini dan dampaknya akan merubah sistim pencatatan bank khususnya, sehingga secara tidak langsung akan memerlukan penyesuaian pada sistim internal bank.
Diharapkan dengan penerapan PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 revisi 2006 tersebut secara tepat dan konsisten, laporan keuangan bank dapat disajikan secara wajar dan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pembaca laporan keuangan.
Namun, berkaitan dengan krisis finansial global yang melanda dunia dan turut berdampak pada perekonomian di Indonesia , menyebabkan ketatnya likuiditas perbankan sehingga beberapa waktu yang lalu pihak perbankan telah mengajukan penundaan penerapan PSAK No. 50 dan PSAK No. 55 tersebut kepada pemerintah (Bank Indonesia), dengan tujuan agar perbankan bisa lebih bergerak dan likuiditas sedikit longgar.
Berkaitan dengan hal itu, pada tanggal 30 Desember 2008 kemarin, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI telah mengeluarkan surat pengumuman dengan No. 1705/DSAK/IAI/XII/2008 yang berisikan bahwa DSAK IAI mengubah tanggal efektif pemberlakuan PSAK 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan, sebagaimana diatur dalam paragraf 95 PSAK 50 (Revisi 2006), dan PSAK 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran, sebagaimana diatur dalam paragraf 107 PSAK 55 (Revisi 2006), yang semula berlaku efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2009 diubah menjadi untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2010.
No comments:
Post a Comment