Tidak jarang ditemukan dalam kebijakan akuntansi sebuah Perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dengan penentuan pengeluaran nilai rupiah tertentu sebagai Capital Expenditure (Belanja Modal) dan sebaliknya pengeluaran di bawah nilai tersebut diperlakukan sebagai Revenue Expenditure (Belanja Operasional). Sebagai contoh, manajemen PT A menetapkan dalam kebijakan akuntansi terkait pengakuan aset tetap bahwa untuk pengeluaran pembelian barang minimal Rp 50 juta harus diperlakukan sebagai Capital Expenditure. Dengan demikian, untuk pengeluaran pembelian barang di bawah Rp 50 juta, tanpa memperhatikan sifat dan fungsi dari barang yang dibeli tersebut, bagian akuntansi akan langsung mencatat sebagai biaya operasional. Apakah perlakuan kebijakan akuntansi seperti ini sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, khususnya PSAK 16 tentang Aset Tetap ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus merujuk ke persyaratan pengakuan sebagai aset tetap menurut ketentuan dalam PSAK 16.
Paragraf 07 PSAK 16 menjelaskan bahwa biaya perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika :
(a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan
(b) biaya perolehannya dapat diukur secara andal
Selanjutnya dalam paragraf 08 dijelaskan bahwa suku cadang, peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diakui sesuai dengan PSAK 16 ketika memenuhi definisi dari aset tetap. Namun, jika tidak maka suku cadang peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diklasifikasikan sebagai persediaan.
PSAK 16 mendefinisikan Aset Tetap sebagai aset berwujud yang :
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
(b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode
Dengan memperhatikan definisi dan syarat pengakuan Aset Tetap sesuai PSAK 16 seperti yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan manajemen Perusahaan dalam penentuan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure dengan semata-mata berdasarkan ukuran nilai rupiah dari pengeluaran yang dilakukan, tanpa memperhatikan sifat dan fungsi serta syarat pengakuan aset tetap sesuai para.07 PSAK 16 adalah tidak tepat. Jika kebijakan penentuan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure berdasarkan nilai rupiah pengeluaran diterapkan semata-mata untuk kemudahan pencatatan akuntansi secara internal tentu saja tidak menjadi masalah, namun jika pencatatan akuntansi merujuk pada ketentuan dalam PSAK 16 maka kebijakan Capital Expenditure dan Revenue Expenditure mau tidak mau harus mengacu ke persyaratan dalam para.07 PSAK 16 seperti yang dijelaskan sebelumnya (HRD).