Sunday, April 27, 2008

Sekilas Akuntansi Pajak Tangguhan

Walaupun akuntansi Pajak Tangguhan yang diatur dalam PSAK No. 46 sudah berlaku efektif sejak 1 Januari 2001 (bagi perusahaan non-public), namun tidak bisa dipungkiri bahwa sampai dengan saat ini masih ada praktisi akuntansi yang belum familiar dengan PSAK tersebut.

Berikut ini sedikit gambaran terkait penerapan Akuntansi Pajak Tangguhan berdasarkan PSAK No. 46 mengenai Pajak Penghasilan, yang saya kutip dari Indonesian Tax Review Vol. III/Edisi 36/2004.

Sebelum PSAK No. 46 diperkenalkan, orientasi yang dipergunakan oleh standar akuntansi dalam Akuntansi Pajak Penghasilan lebih bersifat “income statement liability approach”, sementara pendekatan yang dipergunakan dalam PSAK No. 46 bersifat “balance sheet liability approach”. Tentunya, perbedaan orientasi tersebut menjadi kompleksitas baru bagi para akuntan, karena literatur lama dalam Akuntansi Pajak Penghasilan masih banyak yang menggunakan “income statement liability approach”. Akibatnya, perubahan pendekatan tersebut tentunya menuntut perubahan pola berpikir para akuntan dalam memahami esensi utama dari pengimplementasian PSAK No. 46.

Accounting for Future Tax Effect

Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode tertentu.

Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih kecil di masa datang.

Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.

Kegiatan yang Dilakukan dalam Menentukan Pajak Tangguhan

Sama halnya dengan proses akuntansi lainnya, Akuntansi Pajak Tangguhan tidak terlepas dari empat kegiatan berikut ini :

Pertama, pengakuan (recognition) yaitu standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss carry forward (TLCF) harus diakui dalam laporan keuangan. Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai tercatat deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi nilai tercatat deferred tax liability (DTL) tersebut.

DTA atau DTL yang disebabkan oleh perbedaan temporer akan terpulihkan di masa datang karena jumlah yang akan diakui sebagai biaya atau pendapatan akan sama antara akuntansi dan pajak, hanya berbeda alokasi waktunya saja. Sedangkan DTA yang timbul dari TLCF akan terpulihkan bila perusahaan menggunakan TLCF tersebut pada tahun di mana perusahaan memperoleh laba fiskal. Bila TLCF tersebut tidak terpakai dan menjadi hangus, maka DTA yang timbul harus disesuaikan.

Kedua, pengukuran (measurement) yaitu cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan. Dalam hal ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang berlaku atau efektif akan berlaku di masa yang akan datang.

Dalam praktek, biasanya pajak tangguhan dihitung dengan tarif PPh yang tertinggi yaitu sebesar 30%, meskipun tarif yang sebenarnya berlaku bersifat progresif. Lapisan tarif PPh sebesar 10% dan 15% dianggap tidak terlalu material untuk diperhitungkan. Di samping itu, kedua lapisan tarif PPh tersebut biasanya dipergunakan untuk menghitung pajak kini. Meskipun pajak tangguhan berkaitan dengan dampak pajak di masa datang, namun dalam pengukurannya tidak boleh didiskonto (discounted).

Ketiga, penyajian (presentation) yaitu standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam neraca ataupun laba rugi. DTA atau DTL harus disajikan secara terpisah dari aktiva atau kewajiban pajak kini dan disajikan dalam unsur non current dalam neraca. Sedangkan beban atau penghasilan pajak tangguhan harus disajikan terpisah dengan beban pajak kini dalam laporan keuangan.

Keempat, pengungkapan (disclosure) yaitu berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif pajak dan sebagainya.

Perbedaan Temporer

Sesuai namanya, perbedaan temporer merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya secara keseluruhan beban atau pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi berbeda alokasi setiap tahunnya.

Perbedaan temporer bisa bersifat koreksi positif atau koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang menyebabkan penambahan laba fiskal yang akhirnya akan menambah PPh terutang. Sedangkan koreksi negatif merupakan koreksi yang menyebabkan pengurangan laba fiskal sehingga PPh terutang menjadi lebih kecil. Mengingat sifatnya yang temporer, maka koreksi positif saat ini akan mengakibatkan perusahaan membayar pajak besar saat ini, tetapi akan dikompensasi (dipulihkan) dengan penghematan PPh terutang karena koreksi negatif di masa datang. Demikian sebaliknya.

Transaksi akuntansi yang mengakibatkan perbedaan temporer antara perlakuan akuntansi dan perpajakan yang merupakan unsur Pajak Tangguhan diantaranya adalah perbedaan metode penyusutan antara akuntansi dengan pajak, perbedaan perlakuan penyertaan saham equity method menurut akuntansi dengan cost method menurut pajak, perbedaan pencadangan pesangon menurut PSAK No. 24 dengan perpajakan yang hanya mengakui pembebanan pesangon pada saat realisasinya, perbedaan pencadangan piutang ragu-ragu menurut akuntansi dengan perpajakan yang hanya mengakui pembebanan piutang tak tertagih pada saat benar-benar tidak tertagih, dan lainnya.

Sedangkan untuk rugi fiskal yang masih dapat dikompensasi di masa datang (tax loss carry forward) menurut PSAK No. 46 diakui sebagai Aktiva Pajak Tangguhan (DTA) apabila besar kemungkinan bahwa laba fiskal pada masa yang akan datang memadai untuk dikompensasi. Atau dengan kata lain, bahwa akumulasi rugi fiskal yang terjadi baru boleh diakui sebagai aktiva pajak tangguhan jika besar kemungkinan bisa dikompensasi seluruhnya dengan laba fiskal dalam 5 tahun ke depan, sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku (Hrd).