JAKARTA: Masalah klasik yang dihadapi akuntan publik dari tahun ke tahun adalah tindakan para oknum yang tidak mempunyai izin mengatasnamakan profesi ini untuk cari keuntungan pribadi dengan melakukan praktik ilegal sebagai akuntan publik. Namun, pemerintah hanya melakukan pengaturan kepada akuntan publik berizin, dan terkesan membiarkan praktik akuntan publik yang tidak berizin.
Bagaimana masalah sebenarnya, Bisnis Indonesia mewawancarai Ketua bidang Humas dan Media Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Erick. Berikut petikannya.
Kenapa timbul akuntan publik palsu?
Ada beberapa sebab masalah itu muncul. Mulai dari sebaran kantor akuntan publik (KAP) sampai pada perlindungan hukum akuntan publik berizin yang masih kurang memadai. Termasuk juga jasa fee yang dipatok akuntan palsu jauh dari kewajaran.
Masalahnya bukan berapa besarnya fee, melainkan kesadaran hukum pengguna jasa yang masih kurang. Dengan menggunakan akuntan publik palsu persoalan yang muncul pada kemudian hari atas hasil auditnya tak bisa dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan hasil audit akuntan publik dari KAP resmi yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan.
Berapa besar imbalan yang ditawarkan akuntan publik palsu?
Tidak wajar. Mereka tak melihat faktor kesulitan pekerjaan, tetapi mematok harga Rp2 juta-Rp5 juta. Hasilnya, seolah-olah mereka akuntan publik yang telah punya izin dari pemerintah, padahal gelap.
Kenapa praktik ilegal itu terus berlangsung?
Bisa terjadi karena pengguna jasa memang tidak mengetahui, atau dibohongi oleh akuntan publik ilegal. Bisa juga pura-pura tidak tahu. Yang terakhir ini umumnya bagi peserta tender pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal lain, juga tak kalah pentingnya, adalah distribusi atau keberadaan KAP resmi terkonsentrasi pada wilayah yang dianggap potensi bisnis seperti Jawa. Dari data IAPI, dari 502 KAP sekitar 80% berdomisili di Jawa, sisanya menyebar di Sumatra, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua.
Dari 80% itu, KAP di Jakarta paling banyak, yakni sekitar 50%. Begitu pula dengan akuntan publik, dari sekitar 898 orang sebagian besar berpraktik di Ibu Kota. Jumlah yang masih minim ini memungkinkan muncul praktik akuntan publik palsu dan KAP tidak resmi. Celakanya, pemerintah kurang peduli dan seolah-olah membiarkan kejahatan itu terus berlangsung. Sikap ini yang disesali oleh kami.
Berapa banyak pengaduan praktik ilegal yang dilakukan akuntan publik dan KAP palsu?
Sejauh ini pengaduan praktik akuntan publik palsu cukup banyak, baik oleh KAP resmi maupun masyarakat pengguna jasa yang dirugikan. Sebagian di antaranya sudah ada yang diproses hukum.
Kasus yang terungkap memang kurang dipublikasi, sehingga masyarakat tak banyak mengetahui.
Ini terkait dengan profesi akuntan publik sendiri, yakni dalam ruang lingkup bisnis. Jadi, banyak akuntan publik yang dirugikan, memilih diam daripada berteriak-teriak menyangkut penangkapan pelaku praktik liar.
Namun, kami terus mengawasi ketat praktik ilegal itu, sekalipun Kementerian Keuangan kurang memberikan respons yang memadai.
Apakah ada praktik kurang terpuji dilakukan anggota IAPI atau akuntan publik resmi?
Indikasi pidana tidak ada, karena profesi ini memiliki standar profesi. Selain itu, di antara KAP resmi dapat saling melakukan review, dan IAPI mempunyai badan review mutu sebagai kendali kualitas praktik akuntan publik.
Kemungkinan terjadi di bawah standar, tidak bersifat pidana. Namun begitu, jika hal itu terjadi pengguna jasa akuntan tentu dirugikan.
Jika hal itu sampai terjadi, sanksi apa saja yang diterapkan IAPI kepada anggotanya?
Ada tiga tahapan sanksi, yakni peringatan, pembekuan, dan pencabutan izin praktik. Bila seorang akuntan publik izin praktiknya dicabut, sudah tentu yang bersangkutan tidak bisa lagi memberikan layanan profesi kepada masyarakat.
Pemerintah belum mampu melindungi profesi akuntan publik, maksud Anda?
Bisa dilihat dari regulasi yang ada, sampai saat ini peraturan hukum akuntan publik masih mengacu pada UU No.34/1954 tentang Pemberian Gelar Akuntan. Menurut hemat kami, ketentuan hukum ini belum tepat sebagai dasar hukum bagi akuntan publik dan KAP. Begitu pula peraturan yang menjadi turunan dari UU itu, belum pas buat akuntan publik.
Turunan dari UU UU No. 34/1954 tentang Pemberian Gelar Akuntan berupa regulasi yang mengatur akuntan publik dan KAP bersifat subjektif dan cenderung sebagai "legalisasi" diskresi kebijakan pemerintah, ketimbang memenuhi kebutuhan profesi. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pemerintah belum mampu melindungi profesi ini secara utuh. Maka, jangan heran banyak bermunculan akuntan publik palsu, mengaku dari KAP resmi.
Apakah ideal jumlah akuntan publik layani 23.000 perusahaan di negeri ini?
Tentu tidak ideal. Perlu regenerasi akuntan publik baru. Namun, sejauh ini anak muda yang minat jadi akuntan publik sedikit sekali.
Sebenarnya profesi ini sangat diperlukan oleh perusahaan swasta dan pemerintah. Bahkan penyelenggaraan pemilihan umum dan daerah (pilkada) pun harus menggunakan jasa akuntan publik. Potensi bisnisnya cukup besar.
Pewawancara: Bambang Supriyanto
Sumber : Harian Bisnis Indonesia (www.bisnis.com) terbitan tanggal 26 April 2010 (Senin)