Seperti yang saya informasikan dalam tulisan saya sebelumnya, pada tanggal 31 Maret 2020 pemerintah Indonesia telah menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2020 dimana dalam Perppu tersebut diatur antara lain mengenai penurunan tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap menjadi sebesar 22% yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021 serta 20% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2022. Sebelumnya tarif Pajak Penghasilan badan dalam negeri dan BUT yang berlaku adalah tarif tunggal 25%.
Penurunan tarif Pajak Penghasilan badan sebelumnya juga pernah dilakukan oleh otoritas perpajakan Indonesia yaitu pada tahun 2008 berdasarkan UU Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 yang diterbitkan pada bulan September 2008, dimana tarif Pajak Penghasilan badan yang sebelumnya menggunakan tarif progresif 10%, 15% dan 30% dirubah menjadi tarif tunggal sebesar 28% pada tahun 2009 dan 25% sejak tahun 2010 (Baca juga tulisan terkait : Penerapan tarif tunggal 28% dalam perhitungan Pajak Penghasilan tahun pajak 2009).
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK 46 mengenai Pajak Penghasilan mengatur secara khusus mengenai perlakuan pencatatan akuntansi jika sekiranya terjadi perubahan tarif pajak yang berlaku.
Seperti yang kita ketahui PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk dua jenis Pajak Penghasilan yaitu Pajak Kini dan Pajak Tangguhan. Perlakuan pencatatan akuntansi Pajak Tangguhan atas perubahan tarif pajak diatur dalam paragraf 47 dan 48.
Paragraf 47 mengatur bahwa aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur dengan menggunakan tarif pajak yang diharapkan berlaku ketika aset dipulihkan atau liabilitas diselesaikan, berdasarkan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku atau secara substantif telah berlaku pada akhir periode pelaporan.
Selanjutnya, paragraf 48 mengatur bahwa aset dan liabilitas pajak kini dan tangguhan biasanya diukur dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) yang telah berlaku. Akan tetapi, jika tarif pajak (dan peraturan pajak) baru telah diumumkan oleh pemerintah, maka dapat dianggap bahwa tarif pajak (dan peraturan pajak) tersebut secara substantif telah berlaku (walaupun tarif dan peraturan pajak tersebut baru berlaku efektif beberapa bulan setelah pengumuman). Dalam hal tersebut aset dan liabilitas pajak diukur dengan tarif pajak (dan peraturan pajak) baru yang telah diumumkan.
Pertanyaan : Terkait dengan penyajian laporan keuangan tahun 2019 yang saat ini sedang dipersiapkan perusahaan-perusahaan, untuk perubahan tarif pajak penghasilan berdasarkan Perppu No.1 Tahun 2020 tersebut apakah mengakibatkan saldo Aset ataupun Liabilitas Pajak Tangguhan di laporan keuangan tahun 2019 harus disesuaikan dengan tarif pajak yang baru tersebut ?
Dengan mengacu kepada ketentuan dalam Paragraf 47 dan 48 PSAK 46 seperti yang dijelaskan di atas, untuk kasus perubahan tarif pajak di tahun 2008 sesuai dengan UU No.36 Tahun 2008 mengakibatkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 pada saat itu harus disesuaikan dengan perubahan tarif pajak yang berlaku di tahun 2009. Saldo Pajak Tangguhan di laporan keuangan perusahaan tahun 2008 harus disajikan seolah-olah sudah menggunakan tarif pajak yang baru walaupun tarif pajak yang baru tersebut belum berlaku saat itu.
Bagaimana halnya dengan kasus perubahan tarif pajak sesuai dengan Perppu No.1 Tahun 2020 ini ? Apakah penerapannya sama ? Apakah hal tersebut juga mengakibatkan saldo Pajak Tangguhan di laporan keuangan perusahaan tahun 2019 harus disesuaikan juga ?
Kembali kepada ketentuan dalam Paragraf 47 dan 48 PSAK 46, menurut saya perubahan tarif pajak sesuai dengan Perppu No.1 Tahun 2020 tidak mengakibatkan penyesuaian terhadap saldo Pajak Tangguhan di Laporan Keuangan tahun 2019. Kenapa ? Hal ini karena Perppu No.1 Tahun 2020 diterbitkan pada tanggal 31 Maret 2020, sudah lewat dari tanggal akhir periode pelaporan tahun 2019. Sedangkan untuk kasus perubahan tarif pajak di tahun 2008, peraturan pemerintah yaitu UU No.36 Tahun 2008 sudah diterbitkan dalam tahun 2008 (lihat kembali pengaturan dalam Paragraf 47 dan 48 PSAK 46) HRD ***