Saturday, July 12, 2008

Perlakuan perpajakan atas konversi Hutang menjadi Modal (Debt to Equity SWAP)

Melalui Surat No. S-141/PJ.42/2004 tanggal 14 Mei 2004, Dirjen Pajak memberikan penegasan atas pertanyaan Wajib Pajak PT ABC berkaitan dengan Perlakuan Perpajakan atas Konversi Utang Menjadi Modal.

PT ABC yang bergerak di bidang industry mutiara merencanakan untuk menerbitkan saham baru sejumlah USD 12,530 juta ke pemegang saham asing, PT XYZ, dengan cara mengkonversi pinjaman jangka panjang pemegang saham (utang) menjadi penyertaan modal dari pemegang saham yang sama (debt to equity swap), dalam jumlah yang sama. Tingkat konversi modal rupiah akan digunakan sama dengan kurs mata uang USD terhadap rupiah pada waktu modal awal dibayar, yaitu Rp 135,50/USD. Perbedaan antara kurs pada saat penyetoran modal awal dengan kurs pada saat ini (Rp 8.465/USD per 31 Desember 2003) dicatat sebagai tambahan agio saham. Setelah konversi tersebut, pinjaman pemegang saham sebagai penyetoran saham tidak akan dibebankan biaya bunga.

PT ABC berpendapat bahwa proses konversi tersebut tidak menimbulkan pendapatan kena pajak, karena konversi utang menjadi modal dalam jumlah yang sama dengan nilai buku dari utang tersebut dianggap sebagai transaksi Laporan Neraca dan bukan merupakan penghapusan utang.

Perbedaan kurs yang dicatat sebagai tambahan agio saham tidak dikenakan PPh karena merupakan transaksi Neraca.

Karena kewajiban membayar bunga pinjaman kepada pemegang saham selesai, maka kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 kepada pemegang saham tidak ada lagi.

Atas hal-hal tersebut di atas, Dirjen Pajak memberikan penegasan sebagai berikut :

Berdasarkan UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dan huruf k diatur bahwa “Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain bunga dan keuntungan karena pembebasan utang”.

Pasal 10 ayat (2) mengatur bahwa “Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar”.

Sedangkan dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b dan ayat (5) diatur bahwa “Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk bunga, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20 % dan bersifat final, dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

Selanjutnya, berdasarkan penjelasan Pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2001 tentang Pemberian Keringanan Pajak Penghasilan kepada Wajib Pajak yang Melakukan Restrukturisasi Utang Usaha Melalui Lembaga Khusus yang Dibentuk Pemerintah, antara lain diatur bahwa dalam hal perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur (debt to equity swap), besarnya jumlah penyertaan modal tersebut untuk kepentingan perpajakan harus sama dengan nilai buku utang debitur. Apabila nilai saham ditetapkan berdasarkan nilai buku atau harga pasar, atas agio atau disagio saham yang diperoleh debitur bukan merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi debitur.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat diberikan penegasan sebagai berikut ;

Dalam transaksi konversi utang menjadi modal (debt to equity swap), sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku utang terakhir, maka tidak terdapat konsekuensi perpajakan seketika. Dalam hal utang (sebesar nilai buku terakhir) dilunasi melalui perubahan bentuk menjadi penyertaan modal yang jumlahnya lebih kecil, maka selisihnya merupakan keuntungan karena pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang bagi kreditur berdasarkan suatu perjanjian. Sebaliknya, apabila jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi, maka selisihnya merupakan penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur.

Agio dan disagio saham yang timbul karena transaksi penyertaan modal yang menggunakan harga pasar, bukan merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi debitur.

Atas penghasilan bunga yang diterima oleh kreditur sebagai wajib pajak luar negeri, wajib dipotong pajak sebesar 20% yang bersifat final, dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan, sepanjang bunga atas pinjaman tersebut telah dibebankan sebagai biaya bunga oleh debitur dan telah diakui sebagai penghasilan oleh pihak kreditur (Hrd).

No comments:

Post a Comment