Wednesday, March 9, 2011

Kenapa Perusahaan Harus Membukukan Imbalan Kerja ?

PSAK 24 (revisi 2004) tentang Imbalan Kerja sebenarnya sudah mulai berlaku cukup lama yaitu sejak 1 Juli 2004. Akan tetapi, masih cukup sering muncul pertanyaan dari pihak manajemen perusahaan berkaitan dengan hal tersebut.

Kenapa perusahaan harus membukukan kewajiban Imbalan Kerja di laporan keuangannya ?

Pada tanggal 25 Maret 2003, pemerintah telah mensahkan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini antara lain mengatur mengenai pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) baik karena sebab normal seperti penguduran diri atau sudah mencapai usia pensiun, ataupun PHK karena dipecat dari pekerjaan.

Beberapa hal berkaitan dengan pesangon yang diatur dalam UU ini diantaranya mengenai : (1) dasar perhitungan pesangon, (2) rumusan uang pesangon yang dibayarkan, (3) komponen uang pesangon, (4) kondisi yang mendasari perhitungan dan pembayaran uang pesangon.

Dengan berlakunya UU ini mengakibatkan perusahaan akan dibebani dengan jumlah pembayaran pesangon yang tinggi terutama untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan ribuan orang seperti untuk perusahaan perkebunan serta industri padat karya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan terganggunya cash flow perusahaan akibat dari ketentuan dalam UU No. 13 tahun 2003 tersebut, maka PSAK No. 24 mengharuskan perusahaan untuk membukukan pencadangan atas kewajiban pembayaran pesangon/imbalan kerja dalam laporan keuangannya.

PSAK 24 mengharuskan perusahaan untuk mengakui :

(a) kewajiban jika pekerja telah memberikan jasanya dan berhak memperoleh imbalan kerja yang akan dibayarkan di masa depan; dan

(b) beban jika perusahaan menikmati manfaat ekonomis yang dihasilkan dari jasa yang diberikan oleh pekerja yang berhak memperoleh imbalan kerja.

PSAK 24 mendefinisikan imbalan kerja (employee benefits) sebagai seluruh bentuk imbalan yang diberikan perusahaan atas jasa yang diberikan oleh pekerja.

Sedangkan imbalan pasca kerja (post-employment benefits) didefinisikan sebagai imbalan kerja (selain pesangon PKK dan imbalan berbasis ekuitas) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.

Imbalan kerja yang dimaksud dalam PSAK 24 mencakup :

(a) imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, iuran jaminan sosial, cuti tahunan, cuti sakit, bagi laba dan bonus (jika terutang dalam waktu 12 bulan pada akhir periode pelaporan), dan imbalan non-moneter (seperti imbalan kesehatan, rumah, mobil, dan barang atau jasa yang diberikan secara cuma-cuma atau melalui subsidi) untuk pekerja;

(b) imbalan pasca kerja, seperti pensiun, imbalan pensiun lainnya, asuransi jiwa pascakerja, dan imbalan kesehatan pascakerja;

(c) imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari raya, imbalan jangka panjang lainnya, imbalan cacat permanent, dan bagi laba, bonus, dan kompensasi yang ditangguhkan (jika terutang seluruhnya lebih dari 12 bulan pada akhir periode pelaporan);

(d) pesangon pemutusan kontrak kerja (PKK); dan

(e) imbalan berbasis ekuitas

Untuk perusahaan yang pertama sekali menerapkan PSAK 24 (revisi 2004) ini harus memperlakukan penerapan awal tersebut sebagai perubahan kebijakan akuntansi dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Selisih antara kewajiban pada saat penerapan pertama kali PSAK ini dan kewajiban yang telah diakui perusahaan pada tanggal yang sama, jika ada, menurut kebijakan akuntansi perusahaan sebelumnya, harus diperlakukan sebagai penyesuaian saldo laba awal periode yang paling dini yang disajikan kembali (HRD).

10 comments:

  1. Pak Hardi, Saya Dita ada yang ingin saya tanyakan mengenai kewajiban imbalan kerja, apakah ada batas minimum untuk jumlah karyawan, perusahaan dapat menerapkan kewajiban imbalan kerja, apakah untuk perusahaan yg hanya memiliki 5 karyawan harus mengakui kewajiban imbalan kerja (perusahaan diaudit). Sedangkan perusahaan tersebut keadaannya sedang tidak bagus, mengalami kerugian selama 3 tahun terakhir dan defisiensi modal.

    Terima kasih atas jawabannya Pak.

    ReplyDelete
  2. Tidak ada batasan minimum jumlah karyawan bagi perusahaaan dalam menerapkan kewajiban imbalan kerja. Untuk perusahaan yang hanya memiliki 5 karyawan menurut saya kita harus melihat apakah tidak dibukukannya kewajiban imbalan kerja tersebut akan berdampak material terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan atau tidak ? Jika dampaknya tidak material harusnya tidak akan menjadi masalah jika tidak diterapkan.

    ReplyDelete
  3. Untuk Pak Hardi dan Erdita,

    Saya mau menambahkan bagi Erdita, bahwa didalam UU memang tidak disebutkan jumlah minimum karyawan perusahaan untuk menerapkan perhitungan imbalan pasca kerja tersebut. Oleh karena itu perusahaan wajib menerapkannya karena diwajibkan oleh UU. Apabila tidak diterapkan maka dari sisi audit akan berdampak terhadap opini atas laporan keuangan tersebut walaupun jumlahnya tidak material atau signifikan.
    Terima kasih.

    Regards,
    Beni

    ReplyDelete
  4. biasa akan ditambahkan di dalam paragraph tambahan dalam opini mengenai tidak di terapkannya Perhitungan tersebut.

    ReplyDelete
  5. Setuju dgn Anonymous, kalau perusahaan dengan jumlah karyawan sedikit tidak diharuskan memakai jasa aktuaria untuk penghitungan imbalan pasca kerja. Kita bisa menghitung sendiri dengan pertimbangan selisih antara perhitungan kita dengan perhitungan aktuaria tidak material. Kalau perusahaan yang karyawannya agak banyak dan biayanya cukup material, biasanya auditor minta perhitungan dari aktuaria.

    ReplyDelete
  6. Maaf mau tanya kalau perusahaan yang tidak melakukan psak 24 akan tetapi ketika terjadi PHK perusahaan wajib mengeluarkan tunjangan maka jurnalnya bagaimana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama seperti pengeluaran biaya lain-lain, buat COA baru untuk biaya pensiun pada Bank/Kas sesuai dengan dengan apa biaya tersebut dibayarkan, ataupun di akui accrued exp.

      Delete
    2. Sekiranya saya menjawab, untuk jurnal yang akan di catat Perusahaan, ialah jurnal seperti biasa di lakukan jika ada pengeluaran2 atas biaya.

      1. Buat COA untuk Biaya PHK
      2. Jurnal debit (biaya) credit (bank/kas/utang)
      3. jika realisasi berbeda dengan yang di akui, maka selisih nya akan di koreksi saat perhitungan pajak badan.


      sekiranya membantu...

      Delete
  7. Haruskan imbalan pasca kerja dihitung oleh aktuaria? apakah jika perusahaan yang sedang diaudit tetapi belum menerapkan atau tidak menghitung imbalan pasca kerja? opini apa yang bakal terjadi atas belum menerapkan IPK tersebut? terima kasih

    ReplyDelete
  8. Jika perusahaan sudah mengikutkan karyawannya asuransi pensiun, apakah masih harus membuat cadangan imbalan paska kerja sesuai dengan psak 24?

    ReplyDelete