Showing posts with label Auditing. Show all posts
Showing posts with label Auditing. Show all posts

Sunday, April 20, 2008

Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen

Technorati Tags: ,,

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110 (PSA No. 02) mengatur mengenai tanggung jawab dan fungsi auditor independen berkaitan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan.

Dalam paragraf 01 diatur bahwa tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Selanjutnya, dalam paragraf 02 diatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan.

Jadi, menurut saya, makna dari paragaraf ini adalah bahwa auditor dalam pelaksanaan audit harus merancang dan menerapkan prosedur audit yang memadai untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang diperiksanya bebas dari salah saji material. Namun, auditor tidak bisa dipersalahkan jika sekiranya dalam pelaksanaan audit terdapat salah saji material ataupun manipulasi laporan keuangan yang tidak terdeteksi oleh auditor, jika auditor bersangkutan telah melaksanakan dan menerapkan prosedur audit sebagaimana mestinya.

Paragraf 03 menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, di antaranya, mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi) yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan. Transaksi entitas dan aktiva, utang, dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian langsung manajemen. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern tersebut terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu, penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen. Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan keuangan atau membuat draft laporan keuangan, seluruhnya atau sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam pelaksanaan audit. Namun, tanggung jawab auditor atas laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan pendapatnya atas laporan keuangan tersebut.

Dalam praktek sehari-hari, tidak jarang ditemukan kesalahpahaman klien yang menganggap bahwa laporan keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor sepenuhnya karena merupakan produk dari hasil pekerjaan auditor. Dalam proses penerbitan audit report, auditor memang sering membantu klien mempersiapkan draft laporan keuangan, sebagian ataupun seluruhnya, sehingga klien menganggap bahwa laporan keuangan adalah merupakan tanggung jawab auditor. Jika kita perhatikan paragraf 03 di atas, jelas-jelas mengatur mengenai tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan, walaupun dalam prakteknya auditor sering membantu mempersiapkan draft laporan keuangan.

Disamping itu, dengan jangka waktu pelaksanaan audit yang biasanya terbatas, adalah tidak memungkinkan bagi auditor untuk dapat menguasai sepenuhnya masalah operasional, administrasi dan akuntansi ataupun masalah pengendalian intern klien sehingga dengan demikian pihak manajemen yang diharuskan untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat, membangun serta memelihara pengendalian intern dengan baik serta bertanggung jawab terhadap asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.

Paragraf 04 mengatur bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan, auditor tidak bertindak sebagai seorang ahli penilai, penaksir atau pengenal barang. Begitu pula, meskipun auditor mengetahui hukum komersial secara garis besar, ia tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai seorang penasihat hukum dan ia semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari penasihat hukum dalam semua hal yang berkaitan dengan hukum.

Selanjutnya, dalam paragraf 05 diatur bahwa dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis memadai bagi pendapatnya. Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis informasi dari seorang profesional yang ahli.

Paragraf 06 mengatur bahwa auditor independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah menerapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat basis penegakan kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang mencakup Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik.

Sebagai penutup, saya informasikan kembali sebagaimana diatur dalam PMK No. 17/PMK.01/2008 bahwa sehubungan dengan berdirinya Insitut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) maka untuk selanjutnya SPAP ditetapkan oleh IPAI (tidak lagi ditetapkan oleh IAI). Selain itu, pada tanggal 20 Pebruari 2008 Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) – IAPI juga telah mengeluarkan 4 pernyataan standar baru yang mengatur perubahan istilah yang terdapat dalam SPAP, salah satu diantaranya adalah perubahan istilah Ikatan Akuntan Indonesia dirubah menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia. Untuk lebih jelasnya silahkan klik posting saya sebelumnya dengan judul “DSPAP mengeluarkan 4 PS baru ....... “. Jadi, untuk setiap istilah Ikatan Akuntan Indonesia dan Kompartemen Akuntan Publik dalam tulisan di atas harus dibaca sebagai Institut Akuntan Publik Indonesia.

Sunday, April 13, 2008

Prosedur Konfirmasi dalam pengujian substantif

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.

Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi 326 mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal dari dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa “Bukti audit yang diperoleh dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.”

Dalam paragraf 7 SA Seksi 330 dijelaskan bahwa semakin besar gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin besar keyakinan yang diperlukan auditor dari pengujian substantif yang bersangkutan dengan asersi laporan keuangan. Sebagai konsekuensinya, dengan kenaikan gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian, auditor mendesain pengujian substantif untuk memperoleh lebih banyak bukti atau bukti yang berbeda mengenai asersi laporan keuangan. Dalam keadaan ini, auditor kemungkinan menggunakan prosedur konfirmasi, bukan pengujian terhadap dokumen dari dalam entitas tersebut, atau menggunakan prosedur konfirmasi bersamaan dengan pengujian terhadap dokumen atau pihak dari dalam entitas itu sendiri.

Jadi, dalam pelaksanaan audit, jika gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian besar/tinggi, auditor harus mempertimbangkan untuk melaksanakan prosedur tambahan seperti misalnya melakukan pengujian terhadap dokumen internal perusahaan, di samping prosedur konfirmasi.

Semakin rendah gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran, semakin berkurang keyakinan yang diperlukan oleh auditor dari pengujian substantif untuk membentuk kesimpulan mengenai asersi laporan keuangan. Misalnya, jika gabungan risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran atas keberadaan piutang karyawan sedemikian rendah, auditor dapat membatasi prosedur substantif dengan menginspeksi catatan piutang karyawan yang disediakan oleh klien, dan tidak melakukan konfirmasi saldo piutang karyawan.

Secara umum, terdapat dua bentuk permintaan konfirmasi yaitu bentuk positif dan bentuk negatif.

Konfirmasi bentuk positif mengharuskan penerima konformasi untuk memberikan jawaban baik setuju maupun tidak setuju. Sedangkan konfirmasi negatif meminta penerima konfirmasi untuk memberikan jawaban hanya jika ia tidak setuju dengan informasi yang disebutkan dalam permintaan konfirmasi.

Dalam paragraf 19, SA Seksi 330 dijelaskan bahwa karena terdapat risiko bahwa penerima bentuk permintaan konfirmasi positif yang berisi informasi yang dikonfirmasi di dalamnya kemungkinan hanya menandatangani dan mengembalikan konfirmasi tersebut tanpa melakukan verifikasi kebenaran informasi tersebut, formulir yang berisi ruangan yang kosong yang harus diisi oleh responden (penerima konfirmasi) dapat digunakan untuk mengurangi risiko tersebut. Namun, konfirmasi yang berisi ruangan kosong tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah jawaban konfirmasi yang diterima oleh auditor karena diperlukan usaha tambahan dari pihak responden dalam memberikan jawaban konfirmasi yang sesuai; konsekuensinya, auditor kemungkinan harus melaksanakan lebih banyak prosedur alternatif.

Menurut saya, prosedur konfirmasi bentuk negatif tidak efektif dan sebaiknya tidak diterapkan dalam praktek karena ada berbagai kemungkinan jika sekiranya balasan konfirmasi tidak diterima. Jadi, kalau balasan konfirmasi bentuk negatif tidak diterima auditor tidak seharusnya langsung menyimpulkan bahwa responden setuju dengan informasi yang disebutkan dalam permintaan konfirmasi. Mungkin saja balasan konfirmasi tidak diperoleh karena alamat penerima konfirmasi tidak lengkap sehingga formulir konfirmasi tidak sampai ke tangan penerima, responden tidak berniat menjawab ataupun berbagai kemungkinan lainnya.

Dalam menentukan efektivitas dan efisiensi penggunaan prosedur konfirmasi, auditor dapat mempertimbangkan informasi dari audit tahun sebelumnya atau audit terhadap entitas yang serupa. Informasi ini meliputi tingkat respon yang diterima, pengetahuan mengenai salah saji yang diidentifikasi dalam audit tahun sebelumnya, dan pengetahuan tentang ketidakakuratan informasi dalam konfirmasi yang diterima kembali. Sebagai contoh, jika auditor mempunyai pengalaman tentang rendahnya tingkat respon yang diperoleh dari permintaan konfirmasi yang didesain secara memadai dalam audit tahun sebelumnya, auditor dapat mempertimbangkan utnuk memperoleh bukti audit dari sumber lain selain dari konfirmasi.

Jadi, agar prosedur konfirmasi efektif dan efisien, auditor harus merancang formulir dan informasi di dalamnya sedemikian rupa. Misalnya, (1) jika gabungan risiko bawaan dan risiko pengendalian terhadap transaksi penjualan akhir tahun yang tidak biasa tinggi, auditor harus mempertimbangkan konfirmasi terhadap syarat-syarat penjualan tersebut, (2) formulir konfirmasi ditujukan kepada pihak yang tepat yang diyakini oleh auditor memiliki pengetahuan mengenai informasi yang dikonfirmasi misalnya kepada manajer keuangan, (3) sebelum pengiriman konfirmasi, auditor harus memperoleh pemahaman memadai tentang substansi transaksi dan informasi lainnya seperti perjanjian klien agar dapat menentukan informasi semestinya yang harus dicantumkan dalam permintaan konfirmasi. Auditor juga harus mempertimbangkan perlunya permintaan konfirmasi tentang syarat-syarat perjanjian atau transaksi yang tidak biasa sebagai tambahan konfirmasi terhadap jumlah rupiah.

Selain itu, satu hal yang menurut saya cukup penting seperti yang diatur dalam paragraf 28, SA Seksi 330 adalah bahwa selama pelaksanaan prosedur konfirmasi, auditor harus mengawasi permintaan konfirmasi dan jawabannya. Pengawasan permintaan konfirmasi berarti diadakannya komunikasi langsung antara penerima yang dituju dan auditor untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hasil konfirmasi yang memihak karena adanya campur tangan dan pengubahan terhadap permintaan dan jawaban konfirmasi.

Saya teringat akan kasus akuntansi yang menimpa CF Foods, sebuah perusahaan distributor permen yang memanipulasi laporan keuangan perusahaan dengan membukukan transaksi penjualan yang fiktif sehingga mengakibatkan saldo piutang di neraca overstated. Ketika auditor melakukan pengiriman konfirmasi atas saldo piutang tersebut, general partner CF Foods kemudian menghubungi pelanggan yang dikonfirmasi oleh auditor serta memberitahukan bahwa formulir konfirmasi yang dikirim auditor terdapat kesalahan dan harus dikembalikan kepada CF Foods untuk diganti. Sang general partner kemudian mengisi sendiri formulir konfirmasi tersebut, memalsukan tanda tangan pelanggannya, dan mengembalikan formulir konfirmasi yang sudah dimanipulasinya tersebut kepada auditor. Tindakan kecurangan ini kemudian terdeteksi, dan dari hasil investigasi kemudian diketahui bahwa 97% dari nilai penjualan yang dibukukan dan offsetting piutang adalah palsu/fiktif.

Prosedur Alternatif

Paragraf 31, SA Seksi 330 mengatur bahwa bila auditor tidak menerima jawaban atas permintaan konfirmasi positif, ia harus menerapkan prosedur alternatif untuk memperoleh bukti yang diperlukan guna mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah.

Sifat prosedur alternatif pada umumnya bervariasi sesuai dengan akun dan asersi yang dituju. Sebagai contoh, dalam pemeriksaan terhadap piutang usaha, prosedur alternatif dapat meliputi pemeriksaan terhadap penerimaan kas setelah tanggal neraca (termasuk membandingkan penerimaan kas dengan pos yang sesungguhnya dibayar), dokumen pengiriman, dokumentasi klien yang lain untuk memberikan bukti asersi keberadaan. Contoh lainnya, dalam pemeriksaan terhadap hutang usaha, prosedur alternatif dapat berupa pemeriksaan pembayaran kas setelah tanggal neraca, korespondensi dengan pihak ketiga, atau catatan lain untuk memberikan bukti mengenai asersi kelengkapan (Hrd).

Friday, April 11, 2008

Beberapa Perubahan Mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik

Berikut ini beberapa point perubahan mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik dibandingkan dengan KMK No. 423/KMK.06/2002 dan KMK No. 359/KMK.06/2003

1. Pembatasan Masa Pemberian Jasa KAP dari sebelumnya 5 (lima) tahun buku berturut-turut menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut

2. Akuntan Publik yang telah selesai dikenakan sanksi pembekuan izin dan akan memberikan jasa kembali, wajib mengajukan permohonan kepada Sekretaris Jenderal u/p Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan diantaranya : (1) menyerahkan bukti mengikuti PPL paling sedikit 30 SKP, (2) berdomisili di wilayah Indonesia, (3) tidak pernah mengundurkan diri dari keanggotaan IAPI. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

3. Persyaratan ijin usaha KAP ditambah memiliki auditor yang paling sedikit 1 (satu) diantaranya beregister negara untuk akuntan. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

4. Persyaratan ijin pembukaan cabang KAP ditambah : (1) memiliki NPWP cabang, (2) memiliki auditor tetap yang salah satunya memiliki register negara untuk akuntan. Dalam KMK sebelumnya tidak diatur.

5. Ketentuan lainnya mengenai pembukaan cabang KAP yang sebelumnya tidak diatur adalah : Cabang KAP yang tidak mempunyai Pemimpin Cabang selama 6 (enam) bulan dicabut ijin pembukaan cabangnya. Selain itu, Penggantian Pemimpin Cabang wajib dilaporkan.

6. Beberapa ketentuan berkaitan dengan kerjasaman KAP dengan KAPA/OAA yang sebelumnya tidak diatur antara lain : (1) Perjanjian kerjasama KAP dengan KAPA/OAA harus disahkan oleh notaries, (2) OAA yang diperbolehkan melakukan kerjasama dengan KAP paling sedikit harus memiliki keanggotaan di 20 (dua puluh) negara, (3) Penulisan huruf nama KAPA/OAA yang melakukan kerjasama dengan KAP dilarang melebihi besarnya huruf nama KAP, (4) KAP yang tidak melaporkan bubarnya dan/atau putusnya hubungan dengan KAPA/OAA dalam jangka waktu paling lama 6 bulan, dikenakan sanksi pembekuan ijin.

7. Laporan Auditor Independen (LAI) harus diberi nomor secara urut berdasarkan tanggal penerbitannya. Hal ini terutama untuk tujuan tertib administrasi LAI. Selain itu, juga sebagai control terhadap LAI dan membantu untuk mendeteksi adanya LAI yang dipalsukan. Ketentuan mengenai hal ini sebelumnya tidak diatur.

8. Akuntan Publik harus menjadi anggota IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia), sebelumnya Akuntan Publik harus menjadi anggota IA dan IAI-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Dalam peraturan baru ini juga diatur bahwa Asosiasi Akuntan Publik yang diakui adalah IAPI.

9. Mengenai Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) diatur bahwa USAP diselenggarakan oleh IAPI, sebelumnya USAP diselenggarakan oleh IAI. Berkaitan dengan pengalihan ini, diberikan masa transisi selama 6 bulan bagi IAI untuk tetap dapat melaksanakan USAP sebelum dialihkan sepenuhnya kepada IAPI. Selain itu, juga diatur bahwa Menteri Keuangan dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan USAP (sebelumnya tidak diatur).

10. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) ditetapkan oleh IAPI, sebelumnya SPAP ditetapkan oleh IAI-KAP. Disamping itu, juga diatur bahwa Menteri Keuangan memantau dan mengevaluasi SPAP (sebelumnya tidak diatur).

11. Berkaitan dengan pembekuan ijin KAP/AP terdapat beberapa tambahan pengaturan diantaranya : (1) AP/KAP/Cabang KAP yang memberikan jasa ketika belum mendapatkan persetujuan pengaktifan ijin kembali setelah dikenakan sanksi pembekuan ijin, dikenakan Sanksi Pembekuan Ijin, (2) KAP berbentuk usaha persekutuan dibekukan ijin usahanya ketika seluruh rekan AP-nya dikenakan sanksi pembekuan ijin, (3) Setelah sanksi pembekuan ijin berakhir, AP, KAP, dan Cabang KAP jika masih ingin memberikan jasa wajib mengajukan permohonan pengaktifan ijin kembali, (4) Sanksi pembekuan ijin diberikan paling banyak 2 kali (dalam peraturan sebelumnya sanksi pembekuan ijin diberikan paling banyak 1 kali)

Demikian beberapa perubahan mendasar PMK No. 17/PMK.01/2008 yang menurut saya merupakan perubahan dan penambahan yang cukup signifikan berkaitan dengan praktek jasa profesional akuntan publik di Indonesia.

Berikut saya lampirkan file PMK No. 17/PMK.01/2008 (download di sini : PMK No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik). Jika terdapat keraguan ataupun hal yang kurang jelas silahkan merujuk ke PMK dimaksud (Hrd).

Wednesday, April 9, 2008

Prosedur Pengujian Ketaatan dan Substantif dalam Audit Umum atas Laporan Keuangan

Tujuan utama Auditor dalam suatu penugasan audit adalah untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut Auditor harus memperoleh bukti audit yang memadai melalui pelaksanaan dua jenis prosedur pengujian audit, yaitu :

1. Prosedur Ketaatan (Compliance Procedures)

2. Prosedur Substantif (Substantive Procedures)

Prosedur Ketaatan

Prosedur ketaatan adalah pengujian yang dirancang untuk memperoleh keyakinan yang rasional terhadap teknik Pengendalian Internal Perusahaan. Pengendalian yang akan diuji hanya sejauh yang berdampak material terhadap penyajian Laporan Keuangan.

Jika pengendalian menunjukkan bahwa kegiatan operasional telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan direncanakan, maka pekerjaan auditor dapat meliputi :

1. Mengurangi tingkat pengujian Prosedur Substantif

2. Melakukan beberapa prosedur pada tanggal sebelum tanggal laporan keuangan.

Auditor dapat memutuskan untuk tidak melakukan Prosedur Ketaatan dalam hal pengendalian internal sangat lemah dan tidak dapat diandalkan.

Prosedur Substantif

Prosedur pengujian substantif dirancang untuk memperoleh bukti mengenai kelengkapan, keakuratan dan keabsahan data-data yang dihasilkan oleh sistim akuntansi serta ketepatan penerapan perlakuan akuntansi terhadap transaksi-transaksi dan saldo-saldo. Hal ini diklasifikasikan dalam 2 tahap prosedur audit umum, yaitu :

1. Analytical Review

2. Tes secara terperinci atas Transaksi dan Saldo (Tests of Details of Transactions and Balances)

Auditor harus diarahkan untuk melakukan seefisien mungkin pekerjaan yang perlu untuk mencapai hasil audit yang memuaskan. Luasnya tingkat pengujian audit yang akan diterapkan pada umumnya adalah berdasarkan judgement Auditor dengan memperhatikan beberapa factor sebagai berikut :

1. Sejauh mana pengendalian internal dapat diandalkan

2. Unsur Materialitas sehubungan dengan penyajian laporan keuangan secara keseluruhan

3. Sifat dan ukuran masing-masing pos yang membentuk saldo perkiraan tertentu

4. Sejauh mana kekeliruan dapat diungkapkan

Analytical Review

Tujuan utama penerapan Analytical Review adalah untuk mendeteksi kemungkinan adanya akun-akun laporan keuangan yang kewajarannya diragukan (mengevaluasi kelayakan informasi keuangan) serta sebagai langkah awal untuk menentukan luasnya prosedur audit substantif lanjutan yang harus dilakukan. Selain itu, prosedur analytical review juga diperlukan untuk menentukan perlunya penerapan prosedur audit tambahan atas suatu akun laporan keuangan. Beberapa metode Analytical Review yang sering dilakukan Auditor dalam praktek adalah analisa comparative serta analis rasio keuangan.

Analisa comparative (analisa perbandingan) dapat dilakukan dengan cara membandingkan angka-angka laporan keuangan untuk tahun yang diaudit dengan :

1. angka laporan keuangan periode sebelumnya;

2. anggaran atau forecast (ramalan);

3. data competitor perusahaan;

4. data kegiatan operasional yang relevan.

Analisa ini terutama untuk mendeteksi adanya fluktuasi akun laporan keuangan yang signifikan dan memerlukan prosedur pengujian lebih lanjut.

Sedangkan analisa rasio secara umum meliputi analisa rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas.

Dalam praktek pemeriksaan, ada kalanya auditor tidak dapat menerapkan prosedur Analytical Review misalnya dalam keadaan tidak tersedianya informasi dan data yang diperlukan. Dalam hal ini, sebagai prosedur alternatif auditor harus memeriksa buku besar dan buku jurnal secara keseluruhan atau bagian yang penting untuk mendeteksi adanya transaksi akuntansi yang tidak umum atau informasi relevan lainnya.

Test of Details of Transactions and Balances

Tests of details dilakukan dengan menerapkan prosedur-prosedur sebagai berikut :

1. Konfirmasi saldo

2. Observasi/Inspeksi

3. Penghitungan Ulang

4. Vouching

5. Rekonsiliasi

6. Account Analysis

Konfirmasi

Pengujian ini meliputi mendapatkan bukti langsung yang menguatkan (biasanya tertulis) dari pihak ketiga mengenai ketepatan dari saldo akun, misalnya konfirmasi saldo bank, saldo piutang, saldo hutang dan akun lainnya. Konfirmasi yang diterima dari pihak ketiga selalu dapat dipertimbangkan sebagai bukti yang lebih kuat dibandingkan dengan data dan informasi dari pihak internal perusahaan.

Observasi/Inspeksi

Prosedur ini memberikan bukti terhadap eksistensi harta berwujud. Observasi/Inspeksi juga dilaksanakan oleh personil perusahaan bersama dengan partisipasi auditor (misalnya observasi dan penghitungan fisik persediaan) atau inspeksi (misalnya inspeksi fisik surat berharga, penghitungan kas).

Penghitungan Ulang

Prosedur penghitungan ulang oleh auditor terhadap kalkulasi yang sebelumnya dilakukan oleh personil perusahaan dimaksudkan untuk membuktikan keakuratan kalkulasi dalam pembukuan perusahaan. Untuk akun-akun tertentu misalnya penghitungan ulang provisi depresiasi aktiva tetap, auditor selain menguji ketepatan matematis dari penghitungan yang dilakukan, juga harus menelaah ketepatan metode depresiasi yang diterapkan perusahaan serta akseptabilitas taksiran umur pemakaian asset yang digunakan dalam kalkukasi.

Vouching

Vouching berarti pemeriksaan dokumen dasar yang bertujuan untuk menentukan ketepatan dari suatu transaksi. Langkah-langkah vouching yang harus dilakukan antaranya :

1. Memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan prosedur dan persyaratan yang ditetapkan dalam Standard Operating Procedure (SOP)

2. Memeriksa dokumen-dokumen terkait

3. Memastikan bahwa transaksi adalah logis dalam keadaan tertentu (misalnya tanggal dokumen termasuk dalam periode yang logis dari tanggal transaksi yang diakui)

Prosedur vouching dapat dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang bersumber dari pihak luar yang independen (misalnya faktur dari supplier, rekening koran bank dan lainnya) atau dokumen yang dibuat oleh perusahaan sendiri (misalnya faktur penjualan, laporan alokasi biaya, laporan penerimaan dan lainnya).

Rekonsiliasi

Rekonsiliasi adalah proses pengidentifikasian penyebab perbedaan antara dua jumlah yang berhubungan yang salah satunya biasanya adalah saldo akun di pembukuan. Misalnya : rekonsilasi kecocokan saldo rekening koran bank dengan saldo bank di buku besar, rekonsiliasi saldo penjualan di buku besar dengan saldo penjualan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN, dan lainnya.

Account Analysis

Meliputi pengklasifikasian dan peringkasan aktifitas-aktifitas suatu akun untuk memperoleh keyakinan memadai atas kewajaran transaksi item-tem yang membentuk suatu akun. Misalnya pengujian atas pergerakan akun aset tetap meliputi pengujian saldo awal tahun, penambahan, pengurangan dan saldo pada akhir tahun, pengujian item-item yang membentuk saldo akhir piutang dagang berupa transaksi penjualan yang nilainya material serta transaksi penerimaan pelunasan piutang, dan lainnya.

Mempertimbangkan jangka waktu pelaksanaan audit yang pada umumnya terbatas, prosedur account analaysis sebaiknya dilakukan terbatas pada transaksi-transaksi yang nilainya material dan mencurigakan (Hrd).

Saturday, March 22, 2008

Auditor boleh memberikan opini tersendiri untuk laporan keuangan induk atas audit laporan konsolidasian ?

Melalui milis FORKAP (Forum Kantor Akuntan Publik), saya memperoleh informasi bahwa pada tanggal 10 Maret 2008 yang lalu, Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa (KPP PMB) telah menerbitkan surat yang dikirimkan kepada para wajib pajak yang terdaftar pada KPP tersebut. Inti dari isi surat tersebut adalah himbauan kepada WP yang merupakan Perusahaan Terbuka untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh KAP beserta opini auditor yang diperuntukkan khusus untuk perusahaan induk.

Berikut kutipan isi surat tersebut :

Sehubungan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2007 yang jatuh tempo pada tanggal 31 Maret 2008, maka dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Sesuai dengan Pasal 2 angka (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan atau dokumen lain yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan disebutkan bahwa Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan dari Wajib Pajak itu sendiri (bukan Neraca dan Laporan Laba Rugi Konsolidasi grup) beserta rekonsiliasi laba rugi fiskal yang harus disampaikan pada SPT Tahunan PPh Badan.

2. Sesuai dengan Ayat (1) huruf c Pasal 68 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa “Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila perseroan merupakan Perseroan Terbuka”. Dengan demikian :

a. Bagi Wajib Pajak yang merupakan Perseroan Terbuka (Tbk) diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit beserta opini audit sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh Badan;

b. Bagi perusahaan induk, dihimbau untuk menyampaikan laporan keuangan yang diaudit beserta opini audit yang diperuntukkan khusus untuk perusahaan induk (tidak termasuk anak-anak perusahaan);

c. Apabila audit laporan keuangan belum selesai dilakukan sampai dengan saat tanggal berakhirnya penyampaian SPT Tahunan, maka Saudara dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan dengan melaporkan SPT Tahunan PPh Badan 1770-Y (Sementara).

Jika kita perhatikan Surat dari KPP PMB tersebut yang mengharuskan WP melampirkan laporan keuangan induk (atas laporan keuangan konsolidasian) dalam SPT Tahunan PPh Badan yang dilengkapi dengan opini auditor (tersendiri/khusus untuk perusahaan induk) atas laporan keuangan induk jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang tidak memperbolehkan adanya opini tersendiri untuk laporan keuangan perusahaan induk saja atas laporan keuangan konsolidasian. PSAK menegaskan bahwa pada dasarnya induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan yang berlaku umum, yaitu laporan keuangan konsolidasi.

Paragraf 16 PSAK No. 4 mengenai Laporan Keuangan Konsolidasi menyatakan bahwa :

Apabila dipenuhi kriteria konsolidasi, maka laporan keuangan konsolidasi wajib disusun. Untuk tujuan pelaporan keuangan, induk perusahaan yang memenuhi kriteria konsolidasi tidak boleh menyajikan tersendiri laporan keuangannya (tanpa konsolidasi) karena hanya ada satu laporan keuangan yang berlaku umum (general purpose financial statement), yaitu laporan keuangan konsolidasi. Akan tetapi, laporan keuangan tersendiri boleh disajikan apabila bertujuan untuk memberikan informasi tambahan bagi pengguna laporan keuangan konsolidasi. Dalam laporan keuangan induk perusahaan yang disajikan tersendiri tersebut, penyertaan pada anak perusahaan harus dipertanggung jawabkan dengan menggunakan metode ekuitas.

Sedangkan SPAP – SA Seksi 9551 mengenai Pelaporan Auditor Atas Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Induk Perusahaan saja: Interpretasi SA Seksi 551 mengatur bahwa jika suatu kantor akuntan publik melakukan audit atas laporan keuangan konsolidasian dan pemakai laporan audit selain memerlukan pendapat auditor atas laporan keuangan konsolidasian juga membutuhkan pendapat auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja (parent company only) harus mengacu pada PSA No. 36 (SA Seksi 551 Pelaporan atas Informasi yang Menyertai Laporan Keuangan Pokok dalam Dokumen yang Diserahkan oleh Auditor).

Opini auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja boleh diberikan auditor sebatas tidak terpisah dari opini atas laporan keuangan konsolidasian dan disajikan dalam paragraf tersendiri (sebagai informasi tambahan) setelah paragraf opini auditor atas laporan konsolidasian.

Illustrasinya adalah sebagai berikut :

Paragraf ke-3 Opini auditor atas laporan keuangan konsolidasian :

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut diatas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan KXT dan anak perusahaannya tanggal 31 Desember 20X2, dan 20X1, dan hasil usaha, serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Paragraf ke-4 Opini auditor atas laporan keuangan induk perusahaan saja

Audit kami laksanakan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan pokok secara keseluruhan. Laporan keuangan induk perusahaan disajikan untuk tujuan analisa tambahan dan bukan merupakan bagian laporan keuangan pokok yang diharuskan menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan keuangan induk perusahaan tersebut telah menjadi objek prosedur audit yang kami terapkan dalam audit atas laporan keuangan pokok, dan, menurut pendapat kami, disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, berkaitan dengan laporan keuangan pokok secara keseluruhan.

Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia tidak memperbolehkan adanya opini tersendiri khusus untuk laporan keuangan induk perusahaan saja seperti yang dipersyaratkan oleh KPP PMB tersebut. Jadi, bagaimana KAP dan IAPI menanggapi hal tersebut ? (Hrd).

Tuesday, March 11, 2008

Perubahan Peraturan Jasa Akuntan Publik, KAP Boleh Audit 6 Tahun Berturut-turut

Menteri Keuangan RI pada tanggal 5 Pebruari 2008 menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 dan No. 359/KMK.06/2003 yang dianggap sudah tidak memadai.

Siaran Pers Depkeu No. 26/HMS/2008 tanggal 15 Pebruari 2008

Beberapa perubahan mendasar yang menjadi latar belakang diterbitkannya peraturan tersebut diantaranya adalah :

1.    Perubahan Asosiasi Profesi Akuntan Publik, yang sebelumnya setiap Akuntan Publik berhimpun dalam naungan Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) sekarang berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI);

2.    Menegaskan kewajiban KAP menyampaikan laporan kegiatan dan keuangan yang lebih terinci sehingga dapat menunjang system informasi akuntan, akuntan publik, dan kantor akuntan publik yang sedang disusun.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut terdapat pokok-pokok penyempurnaan peraturan mengenai pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan, laporan kegiatan, dan asosiasi profesi akuntan publik. Untuk pembatasan masa pemberian jasa bagi akuntan publik, sebelumnya KAP dapat memberikan jasa audit umum paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut kemudian dirubah menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut. Mengenai Laporan Kegiatan, telah ditetapkan formulir baku laporan kegiatan beserta lampirannya (termasuk di dalamnya laporan keuangan KAP) yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Selain itu laporan kegiatan yang sebelumnya hanya disampaikan KAP dalam bentuk hardcopy, saat ini laporan kegiatan yang akan disampaikan KAP harus dalam bentuk hardcopy dan softcopy.

Untuk asosiasi profesi akuntan publik, seluruh akuntan publik yang sebelumnya diwajibkan menjadi anggota IAI dan IAI-KAP, kini diwajibkan menjadi anggota IAPI. Asosiasi akuntan publik yang diakui adalah IAPI yang di dalam peraturan sebelumnya tidak diatur. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik dilaksanakan oleh IAPI yang sebelumnya dilaksanakan oleh IAI. Sementara itu, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) juga ditetapkan oleh IAPI yang sebelumnya ditetapkan oleh IAI-KAP.

Dari perubahan peraturan tersebut di atas, mungkin yang cukup melegakan bagi KAP dan akuntan publik-nya adalah perubahan Pasal 3 mengenai Pembatasan Masa Pemberian Jasa.

Berikut ini isi Pasal 3 dari Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tersebut :

(1)    Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut;

(2)    Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut;

(3)    Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut;

(4)    Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(5)    KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

(6)    Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya 50% (lima puluh perseratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pada awalnya, ketentuan mengenai praktek akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen Keuangan R.I.

Sejak tahun 1986, praktik akuntan publik diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan selaku regulator bagi profesi akuntan publik melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang terus diperbaharui hingga saat ini.

Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 yang dirubah dengan KMK No. 359/KMK.06/2003 tentang Jasa Akuntan Publik merupakan KMK yang banyak mengundang perhatian dan pro-kontra dari para akuntan praktisi karena pada KMK tersebut pertama kali diperkenalkannya pengaturan rotasi bagi praktik Akuntan Publik di Indonesia.

Melihat perkembangan yang cukup pesat dari profesi akuntan publik, maka pemerintah selaku regulator memandang perlu melakukan pembaharuan peraturan yang berkaitan dengan praktik akuntan publik sehingga kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Pebruari 2008 tentang Jasa Akuntan Publik yang diharapkan dengan terbitnya PMK ini dapat menciptakan pengaturan, pembinaan dan pengawasan yang lebih efektif dan berkesinambungan terhadap profesi akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik (KAP) serta melindungi kepentingan umum. (hrd)

Saturday, March 8, 2008

Standard Audit Approach

Seorang Auditor memberikan pendapat (opini) nya terhadap Laporan Keuangan Perusahaan setelah memperoleh keyakinan memadai atas dasar bukti-bukti yang dikumpulkan dan dievaluasi serta diuji selama proses audit. Keyakinan tersebut berasal dari :

1. Pengetahuan dan pemahaman terhadap bisnis klien

2. Penelaahan dan evaluasi kemampuan dan keefektifan sistim pengendalian internal

3. Prosedur-prosedur khusus untuk mengidentifikasi kelemahan dalam sistim pengendalian internal sehingga Auditor memperoleh keyakinan memadai bahwa tidak menimbulkan efek yang material terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan

4. Prosedur-prosedur verifikasi termasuk tes spesifik terhadap rincian transaksi dan saldo serta analytical review

5. Proses penelaahan oleh Auditor

Standard Audit Approach (SAA) terbagi atas 4 tahapan utama audit, yaitu :

1. Perencanaan Pendahuluan

2. Penelaahan dan Evaluasi Pendahuluan atas Sistim Akuntansi dan Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

3. Prosedur Pengujian Ketaatan dan Substantif (Compliance and Substantive Procedures)

4. Penelaahan dan Evaluasi Akhir

Perencanaan Pendahuluan

Dalam setiap tahap audit, penting bahwa pertimbangan Senior Audit Personal (Partner, Group Head Coordinator dan Group Head) harus ada. Hal ini terutama penting dalam tahap perencanaan, dimana partisipasi staf audit yang senior dalam mengevaluasi risiko secara keseluruhan dan penentuan strategi ditujukan untuk menghindari penerapan prosedur audit yang tidak efisien dan efektif.

Proses Perencanaan Pendahuluan meliputi lima unsur berikut ini :

1. Memperoleh pengetahuan tentang bisnis dan jenis usaha klien

2. Menelaah perkembangan terakhir yang berdampak terhadap bisnis dan jenis usaha klien

3. Melakukan Overall Analytical Review

4. Mengenali risiko audit luar biasa dan ruang lingkupnya yang membutuhkan penekanan khusus akunting dan auditing

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan pendahuluan lainnya

6. Menentukan hasil dari kegiatan perencanaan pendahuluan dan mengembangkan keseluruhan rencana audit.

Control Environment

Setelah tahap Perencanaan Pendahuluan, Auditor harus mengembangkan program audit yang akan digunakan dalam pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti. Sebelum program audit dirancang, terlebih dahulu harus diperoleh pemahaman sistim akuntansi klien dan pengembangannya yang meliputi penelitian organisasi, manajemen, personil dan proses transaksi.

Untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenai sistim akuntansi klien, Auditor dapat menggunakan bantuan Flowchart. Untuk perusahaan yang kecil informasi dapat diperoleh dari penjelasan langsung klien. Flowcharts atau penjelasan langsung harus diperoleh untuk 4 siklus transaksi, yaitu : siklus pengeluaran, siklus produksi, siklus pendapatan dan transaksi tersendiri.

Dalam melengkapi tahap awal penelaahan, Auditor harus mengidentifikasi dan membuat evaluasi awal untuk menentukan apakah pengendalian internal dapat diandalkan secara efektif dan efisien. Untuk pelaksanaan prosedur ini, Auditor dapat menggunakan bantuan Kuesioner Pengendalian Internal/Internal Control Questionner (ICQ).

Dalam kasus tertentu, dengan mendapat persetujuan dari Managing Partner, Auditor dapat memutuskan bahwa akan lebih efisien dengan melakukan prosedur pengujian substantif daripada menelaah dan mengevaluasi pengendalian internal perusahaan. Kasus ini timbul dalam hal dimana pengendalian internal tidak dapat diandalkan.

Prosedur Pengujian Ketaatan dan Substantif (Compliance and Substantive Procedures)

Tujuan utama Auditor dalam suatu penugasan audit adalah untuk memberikan pendapat (opini) atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Auditor harus memperoleh bukti audit yang memadai melalui pelaksanaan dua tahap prosedur pengujian audit, yaitu :

1. Prosedur Pengujian Ketaatan (Compliance Procedures)

2. Prosedur Pengujian Substantif (Substantive Procedures)

Penelaahan dan Evaluasi Akhir

Setelah Auditor melengkapi semua prosedur di atas, penggabungan informasi yang diperoleh merupakan langkah selanjutnya yang penting untuk memperoleh kesimpulan mengenai kewajaran penyajian laporan keuangan. Hal ini merupakan proses secara subjektif yang mengandalkan penilaian professional dari Auditor.

Setelah audit selesai, Auditor menerbitkan audit report untuk melengkapi laporan keuangan klien. Laporan tersebut harus memadai secara teknis dan mencakup keseluruhan ruang lingkup pemeriksaan dan sifat dari temuan audit.

Management Letter juga harus dipersiapkan bila ditemukan adanya kelemahan ataupun kekurangan selama melakukan prosedur pengujian ketaatan maupun substantif.

Akhirnya, Summary Review Memorandum harus dibuat oleh Auditor untuk merangkum seluruh informasi yang telah dikumpulkan, prosedur-prosedur yang dilaksanakan, serta membuat kesimpulan untuk penugasan audit tersebut (Hrd).

Technorati Tags:

Thursday, March 6, 2008

Mengenali The Framework of Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)

Technorati Tags: ,,

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan. Standar yang dihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis.

Perubahan pesat yang terjadi di lingkungan bisnis di awal dekade tahun sembilan puluhan kemudian menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan mutu jasa audit atas laporan keuangan historis, jasa atestasi, dan jasa akuntansi dan review. Di samping itu, tuntutan kebutuhan untuk menjadikan organisasi profesi akuntan publik lebih mandiri dalam mengelola mutu jasa yang dihasilkan bagi masyarakat juga terus meningkat. Respon profesi akuntan publik terhadap berbagai tuntutan tersebut diwujudkan dalam dua keputusan penting yang dibuat oleh IAI pada pertengahan tahun 1994 : (1) perubahan nama dari Komite Norma Pemeriksaan Akuntan ke Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan (2) perubahan nama standar yang dihasilkan dari Norma Pemeriksaan Akuntan ke Standar Profesional Akuntan Publik.

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam buku SPAP ini terdiri dari :

1. Pernyataan Standar Auditing

2. Pernyataan Standar Atestasi

3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review

4. Pernyataan Jasa Konsultansi

5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu

Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.

Standar Auditing

Standar auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian, PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Termasuk dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSA.

Standar Atestasi

Standar atestasi memberikan rerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan, dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi (PSAT). PSAT merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang terdapat dalam standar atestasi. Termasuk dalam PSAT adalah Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAT.

Standar Jasa Akuntansi dan Review

Standar jasa akuntansi dan review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review adalah Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAR.

Standar Jasa Konsultansi

Standar jasa konsultansi memberikan panduan bagi praktisi yang menyediakan jasa konsultansi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultansi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi (asserter). Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien.

Standar Pengendalian Mutu

Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam perikatan jasa profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan Publik. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, kantor akuntan publik wajib mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya; bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik dan bahwa staf kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistim pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesionalnya dengan berbagai standar dan aturan relevan yang berlaku.

Sumber : Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)

Saturday, March 1, 2008

DSPAP mengeluarkan 4 PS baru tanggal 20 Pebruari 2008

Technorati Tags: ,,

Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DPAP) – Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada tanggal 20 Pebruari 2008 telah mengeluarkan empat Pernyataan Standar baru yang terdiri dari :

1. Pernyataan Standar Auditing No. 75 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Auditing 2008 (PSA 75)

2. Pernyataan Standar Astetasi No. 10 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Atestasi 2008 (PSAT 10)

3. Pernyataan Standar Akuntansi dan Jasa Review No. 05 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Jasa Akuntansi dan Review 2008 (PSAR 05)

4. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu No. 04 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian Mutu 2008 (PSPM 04)

Seluruh Pernyataan Standar tersebut di atas mengatur tentang perubahan istilah yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sehubungan dengan berdirinya IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) tanggal 24 Mei 2007, yaitu istilah Ikatan Akuntan Indonesia dan Kompartemen Akuntan Publik diubah menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia, dan istilah Indonesian Institute of Accountans diubah menjadi Indonesian Institute of Certified Public Accountants.

Keempat Pernyataan Standar ini berlaku efektif sejak tanggal 15 Maret 2008, namun penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya keempat Pernyataan Standar ini diizinkan.

Contoh perubahan pada Laporan Audit Bentuk Baku sesuai PSA 75 sebagai berikut :

Paragraf ke-2

Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh ……………

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui, sebelumnya akuntan publik di Indonesia bernaung dalam Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Kemudian pada tanggal 24 Mei 2007 berdiri Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, Menteri Keuangan mewajibkan seluruh akuntan publik untuk menjadi anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) seiring perubahan asosiasi profesi akuntan public. Untuk asosiasi profesi akuntan publik, seluruh akuntan public yang sebelumnya diwajibkan menjadi anggota IAI dan IAI-KAP, kini diwajibkan menjadi anggota IAPI (Hrd).