Saturday, May 17, 2008

Penangguhan Beban Penyusutan, apakah diperbolehkan ?

Jika sekiranya terjadinya penurunan produksi ataupun bahkan penghentian produksi mesin pabrik untuk sementara sehingga aktiva mesin pabrik tersebut dengan sendirinya juga tidak dipergunakan, apakah diperbolehkan untuk menangguhkan pembebanan mesin pabrik untuk sementara ? Tentunya hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa telah terjadi penurunan ataupun penghentian penggunaan mesin pabrik tersebut.

Dari sudut akuntansi, PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap dalam paragraf 58 mengatur bahwa penyusutan aset dimulai pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Penyusutan dari suatu aset dihentikan lebih awal ketika :

1. aset tersebut diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual atau aset tersebut termasuk dalam kelompok aset yang tidak dipergunakan lagi dan diklasifikasikan sebagai aset dimiliki untuk dijual; dan

2. aset tersebut dihentikan pengakuannya seperti yang diatur dalam paragraf 69 (yaitu jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan atau tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya).

Oleh karena itu, penyusutan tidak berhenti pada saat aset tersebut tidak dipergunakan atau dihentikan penggunaannya kecuali apabila telah habis disusutkan. Namun, apabila metode penyusutan yang digunakan adalah usage method (seperti unit of production method) maka beban penyusutan menjadi nol bila tidak ada produksinya.

Jadi, kesimpulannya, secara akuntansi pada dasarnya tidak boleh menghentikan ataupun menangguhkan penyusutan sementara walaupun dengan alasan bahwa aktiva tetap seperti mesin pabrik misalnya tidak dipergunakan karena adanya penghentian produksi sementara, kecuali jika metode penyusutan yang dipergunakan adalah usage method yang dengan sendirinya beban penyusutan akan menjadi nol pada saat mesin tidak berproduksi.

Terus, kalau secara perpajakan apakah diperbolehkan ?

Untuk menjawab pertanyaan ini kita dapat mengacu ke Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-02/PJ.42/1999 tanggal 26 Januari 1999 perihal Penegasan tentang Penangguhan Penyusutan atas Harta Berwujud.

Melalui SE tersebut, Dirjen Pajak memberikan beberapa penegasan sebagai berikut :

1. Pada prinsipnya semua pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, apabila pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, maka pembebanan atas pengeluaran tersebut sebagai biaya harus dilakukan melalui penyusutan. Dengan demikian, penyusutan adalah merupakan suatu metode pembebanan biaya.

2. Metode penyusutan yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya penyusutan yang dapat dibebankan sebagai biaya sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas adalah Metode Garis Lurus, yaitu penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut, atau Metode Saldo Menurun, yaitu penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Dalam menghitung besarnya penyusutan atas harta berwujud, Wajib Pajak hanya diperbolehkan menggunakan salah satu dari kedua metode penyusutan tersebut untuk seluruh jenis harta berwujud dan penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara taat azas.

3. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut (UU Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 Pasal 11 ayat (3))

4. Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan, dengan syarat harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Direktur Jenderal Pajak. Pengertian mulai menghasilkan tersebut dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan (UU Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 Pasal 11 ayat (4))

5. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas, harus dilakukan setiap tahun selama masa manfaat harta berwujud yang bersangkutan. Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud tersebut akan diakhiri dengan penyusutan atau pembebanan sekaligus atas nilai sisa buku pada akhir masa manfaat harta berwujud yang bersangkutan, kecuali apabila sebelum akhir masa manfaat harta berwujud tersebut ditarik dari pemakaian atau dijual, maka penghitungan penyusutan yang terakhir atas harta berwujud tersebut adalah penyusutan untuk tahun terakhir sebelum tahun ditariknya harta berwujud tersebut dari pemakaian.

6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa penangguhan penyusutan atas harta berwujud yang telah disusutkan tidak diperkenankan, walaupun dalam tahun pajak tersebut terjadi penurunan atau penghentian produksi. Oleh karena itu, sepanjang harta berwujud tersebut tidak ditarik dari pemakaian atau tidak dijual, maka penyusutan atas harta berwujud tersebut tetap harus dilakukan setiap tahun selama masa manfaat harta berwujud yang bersangkutan.

Jadi, peraturan perpajakan juga tidak memperbolehkan adanya penangguhan penyusutan atas aktiva tetap yang sebelumnya telah disusutkan, kecuali jika aktiva tetap tersebut ditarik dari pemakaian ataupun dijual.

Catatan - perpajakan hanya mengakui metode penyusutan garis lurus dan saldo menurun (UU Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000 Pasal 11 ayat (1) dan (2)). Penyusutan secara usage method tidak diperkenankan dalam perpajakan (Hrd).

1 comment:

  1. Salam kenal.

    Mohon tanggapannya, di perusahaan swasta Bagaimana jika penangguhan atas Penyusutan Bangunan didasarkan kepada keputusan Pemegang Saham/ Komisaris? Apakah sah-sah saja?

    ReplyDelete