Secara umum akuntansi mengenal dua metode pencatatan penghapusan piutang ragu-ragu yaitu metode penghapusan langsung (direct write-off method) serta metode penghapusan tidak langsung (indirect write-off method).
Dengan metode penghapusan langsung, pembebanan piutang tak tertagih baru dilakukan apabila piutang benar-benar tidak dapat ditagih lagi. Sedangkan, metode penghapusan tidak langsung mengharuskan pembentukan cadangan estimasi piutang tak tertagih pada setiap periode pelaporan keuangan.
Sedangkan dari segi perpajakan hanya mengenal metode penghapusan langsung. Penggunaan metode tidak langsung tidak diperkenankan dalam peraturan perpajakan.
Selain itu, perpajakan dalam UU PPh mensyaratkan bahwa suatu piutang baru dapat diakui sebagai piutang tak tertagih dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika secara yuridis piutang benar-benar tidak dapat ditagih lagi.
Adapun persyaratan yuridis yang harus dipenuhi adalah sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh, sebagai berikut :
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4. wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Jika secara akuntansi perusahaan menerapkan metode penghapusan tidak langsung (melalui pembentukan cadangan piutang tak tertagih), maka dengan sendirinya akan timbul beda waktu antara pencatatan akuntansi dan perpajakan yang merupakan unsur pajak tangguhan menurut PSAK 46.
Namun, dalam kondisi tertentu bad debt expense bisa berpotensi menjadi beda tetap. Jika sekiranya wajib pajak tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh tersebut di atas maka bad debt expense secara perpajakan dengan sendirinya tidak dapat dibiayakan sehingga berubah menjadi beda tetap.
Berikut ini ilustrasi sederhana perhitungan pajak tangguhan atas beda waktu bad debt expense :
PT A membukukan cadangan estimasi piutang tak tertagih per 31/12/2007 sebesar Rp 40.000.000 dengan jurnal sebagai berikut :
Bad Debt Expense | 40.000.000 | |
Cadangan Bad Deb Exp | 40.000.000 |
Sedangkan jurnal pajak tangguhannya sebagai berikut :
Aktiva Pajak Tangguhan | 12.000.000 | |
Penghasilan Pjk Tangguhan | 12.000.000 |
(perhitungan pajak tangguhan : 30 % x Rp 40.000.000)
KESIMPULAN
Pada prinsipnya perbedaan yang disebabkan oleh adanya bad debt expense merupakan beda waktu (temporary difference), namun jika syarat penghapusan piutang tak tertagih yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh tidak terpenuhi, maka bad debt expense yang timbul akan menjadi beda tetap (permanent difference) (Hrd).
No comments:
Post a Comment