Akuntansi Penggabungan Usaha diatur terutama dalam PSAK No. 22 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1995 hingga sekarang. Adapun PSAK 22 ini adalah merupakan hasil adopsi dari International Accounting Standard (IAS) No. 22 tentang “Business Combinations” yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee. Kemudian, pada bulan Maret 2004 International Accounting Standards Board (IASB) mengeluarkan IFRS No. 3 sebagai pengganti IAS No. 22 yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2004. Selanjutnya, pada bulan Januari 2008, IASB menerbitkan revisi atas IFRS No. 3.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, PSAK No. 22 sampai dengan saat ini masih merupakan adopsian dari IAS No. 22, sehingga dengan sendirinya terdapat perbedaan perlakuan dengan IFRS No. 3.
Adapun beberapa perbedaan dalam ketentuan akuntansi penggabungan usaha yang ditetapkan dalam PSAK No. 22 dan IAS No. 22 dibandingkan dengan IFRS No. 3 diantaranya adalah :
1. IAS No. 22 dan PSAK No. 22 memberikan ijin atas penggunaan metode pembelian dan penyatuan kepemilikan serta menetapkan syarat-syarat penggunaan metode tersebut. Metode penyatuan kepemilikan digunakan apabila sulit sekali mengidentifikasi perusahaan pengakuisisi dan terjadi pembagian risiko serta manfaat secara seimbang antara pemegang saham perusahaan-perusahaan yang menggabungkan diri; sedangkan IFRS No. 3 tidak lagi mengijinkan penggunaan metode penyatuan kepemilikan dan mensyaratkan bahwa semua penggabungan usaha harus dicatat dengan menggunakan metode pembelian. Ketentuan dalam IFRS No. 3 tersebut ditetapkan karena walaupun terdapat kriteria yang ditetapkan oleh IAS No. 22 dalam menggunakan metode pembelian dan penyatuan kepemilikan, manajemen sering mencari celah agar dapat mengunakan salah satu dari dua metode pencatatan tersebut yang menguntungkan bagi mereka.
2. IAS No. 22 dan PSAK No. 22 mengharuskan amortisasi goodwill selama satu periode yang tidak kurang dari 20 tahun; sedangkan IFRS No. 3 tidak lagi memperkenankan amortisasi atas goodwill yang berasal dari transaksi penggabungan usaha. Goodwill dianggap habis dengan sendirinya seiring dengan terjadinya penurunan nilai aktiva yang dilakukan berdasarkan IAS No. 36 tentang “Impairment of Assets”.
3. Berdasarkan PSAK No. 22 paragraf 82, sisa goodwill negatif setelah dilakukan penurunan nilai aktiva non-moneter, harus diakui sebagai pendapatan ditangguhkan dan diakui sebagai pendapatan secara sistimatis tidak lebih dari 20 tahun; sedangkan IFRS No. 3 mengharuskan pengakuan laba atau rugi yang berasal dari sisa goodwill negatif.
(Sumber : Buku “Akuntansi Penggabungan Usaha” karangan Marisi P.Purba)
Berikut ini beberapa perubahan mendasar IFRS No. 3 (Revisi Januari 2008) dengan sebelumnya :
· The scope was broadened to cover business combinations involving only mutual entities and business combinations achieved by contract alone
· The definitions of a business and a business combination were amended and additional guidance was added for identifying when a group of assets constitutes a business
· For each business combination, the acquirer must measure any non-controlling interest in the acquiree either at fair value or as the non-controlling interest’s proportionate share of the acquiree’s net identifiable assets. Previously, only the latter was permitted
· The requirements for how the acquirer makes any classifications, designations or assessments for the identifiable assets acquired and liabilities assumed in a business combination were clarified
· The period during which changes to deferred tax benefits acquired in a business combination can be adjusted against goodwill has been limited to the measurement period (through a consequential amendment to IAS 12 (Income Taxes)
· An acquirer is no longer permitted to recognise contingencies acquired in a business combination that do not meet the definition of a liability
· Costs the acquirer incurs in connection with the business combination must be accounted for separately from the business combination, which usually means that they are recognised as expenses (rather than included in goodwill)
· Consideration transferred by the acquirer, including contingent consideration, must be measured and recognised at fair value at the acquisition date. Subsequent changes in the fair value of contingent consideration classified as liabilities are recognised in accordance with IAS 39, IAS 37 or other IFRSs, as appropriate (rather than by adjusting goodwill). The disclosures required to be made in relation to contingent consideration were enhanced
· Application guidance was added in relation to when the acquirer is obliged to replace the acquiree’s share-based payment awards; measuring indemnification assets; rights sold previously that are reacquired in a business combination; operating leases; and valuation allowances related to financial assets such as receivables and loans
· For business combinations achieved in stages, having the acquisition date as the single measurement date was extended to include the measurement of goodwill. An acquirer must remeasure any equity interest it hold in the acquiree immediately before achieving control at its acquisition-date fair value and recognise the resulting gain or loss, if any, in profit or loss.
(Source : IFRS Bound Volume 2008) (Hrd)
No comments:
Post a Comment