Sunday, April 27, 2008

Pelatihan dan Keahlian Auditor Independen

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 210 (PSA No. 04) menegaskan perlunya pendidikan dan pengalaman memadai dalam bidang auditing sebagai syarat utama untuk melakukan audit.

Sebagaimana dinyatakan dalam Standar Umum yang pertama bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

Dalam paragraf 3 SPAP SA Seksi 210 dinyatakan antara lain bahwa dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit.

Jadi, untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang auditor yang dapat melaksanakan pekerjaan audit dengan baik, tidak cukup hanya dengan bekal pendidikan formal semata tetapi juga harus ditunjang oleh pengalaman praktek di lapangan dengan jam kerja yang memadai. Berdasarkan pengalaman penulis sejauh ini, banyak ditemukan masalah dan kasus akuntansi dan auditing dalam suatu perusahaan yang tidak pernah didapat dari bangku perkuliahan sehingga untuk menyelesaikan masalah dan kasus tersebut benar-benar diperlukan keahlian dan pengalaman audit di lapangan.

Selanjutnya, dalam paragraf 3 juga ditegaskan bahwa asisten junior, yang baru masuk ke dalam karier auditing harus memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman.

Saya pernah punya pengalaman dengan seorang asisten junior yang baru diterima sebagai anggota tim audit. Beliau adalah tamatan salah satu universitas papan atas di Indonesia dan sama sekali belum mempunyai pengalaman kerja baik dari perusahaan ataupun dari KAP. Oleh karena belum berpengalaman, beliau ditempatkan sebagai asisten junior dan dalam pelaksanaan pekerjaan auditnya selalu disupervisi dan diawasi oleh staff senior (atasannya) yang sudah berpengalaman dalam praktek di lapangan. Mungkin karena merasa sudah ‘pintar’ dengan pekerjaan audit dan merasa sudah mendapat bekal yang cukup selama mengikuti bangku perkuliahan, beliau merasa keberatan untuk selalu disupervisi dan hanya ditempatkan sebagai asisten junior. Akhirnya, setelah sekitar 2 bulan bekerja, karena merasa ‘dikesampingkan’ dan kurang dihargai (pengalaman akademisnya) akhirnya beliau mengundurkan diri.

Memang, pendidikan formal (akademis) cukup menunjang dalam pekerjaan audit, namun menurut saya itu saja tidak cukup. Untuk menjadi seorang auditor yang baik dan benar kita harus mempunyai pengalaman praktek di lapangan dan jam kerja yang memadai, karena seperti yang saya sebutkan di atas, dalam pekerjaan di lapangan sering ditemukan permasalahan dan kasus yang tidak dipelajari di bangku perkuliahan sehingga dalam hal ini sangat diperlukan keahlian dan judgment profesional dari seorang auditor. Jika seorang yang baru tamat dari bangku perkuliahan dan sama sekali belum memiliki pengalaman praktek di lapangan yang memadai, kemudian langsung ditempatkan untuk mengaudit sebuah perusahaan tanpa disupervisi sebagaimana mestinya, menurut saya, akan sangat tinggi risiko audit yang akan timbul nantinya.

Paragraf 4 SPAP SA Seksi 210 menjelaskan bahwa pendidikan formal auditor independen dan pengalaman profesionalnya saling melengkapi satu sama lain. Setiap auditor independen yang menjadi penanggung jawab suatu perikatan harus menilai dengan baik kedua persyaratan profesional ini dalam menentukan luasnya supervisi dan review terhadap hasil kerja para asistennya. Perlu disadari bahwa yang dimaksudkan dengan pelatihan seorang profesional mencakup pula kesadarannya untuk secara terus-menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan profesinya. Ia harus mempelajari, memahami, dan menerapkan ketentuan-ketentuan baru dalam prinsip akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Paragraf ini menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang auditor yang baik, seorang auditor profesional juga dituntut untuk selalu meng-update dan mengikuti perkembangan bisnis/dunia usaha serta perkembangan ilmu akuntansi dan auditing global secara terus menerus.

Kesimpulannya, untuk menjadi seorang auditor profesional yang baik dan benar harus membekali diri dengan pendidikan formal dan pengalaman praktek di lapangan yang memadai. Selain itu, seorang auditor profesional juga harus selalu mengikuti perkembangan bisnis/dunia usaha serta perkembangan ilmu akuntansi dan auditing Internasional. Perkembangan teknologi dan internet yang begitu pesat sekarang ini, menurut saya, cukup mendukung bagi auditor untuk mendapatkan informasi-informasi terkini berkaitan dengan dunia bisnis, ilmu akuntansi dan auditing global. Jadi, kalau tidak mau ketinggalan, seorang auditor juga harus menjadi “Hi-tech Auditor”. Nggak jamannya lagi kalau masih ada auditor yang Gaptek.

No comments:

Post a Comment