Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan perusahaan membukukan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterima dari kantor pajak atas hasil pemeriksaan pajak tahun-tahun sebelumnya sebagai koreksi atas saldo laba tahun-tahun lalu. Misalnya, pada bulan Maret 2007, perusahaan menerima SKP hasil pemeriksaan pajak dengan tanggal penerbitan SKP 15 Pebruari 2007 yang merupakan hasil pemeriksaan pajak badan tahun 2005. Karena menurut perusahaan, SKP yang diterima tersebut merupakan hasil pemeriksaan pajak tahun 2005, lalu dibukukan sebagai koreksi saldo laba.
Apakah perlakuan akuntansi seperti itu sudah benar ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengacu ke Standar Akuntansi Keuangan yang berkaitan dengan masalah perpajakan yaitu PSAK No. 46 mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan. Dalam paragraf 55 PSAK 46 diatur bahwa :
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan pembebanannya.
Dari paragraf di atas, jelas bahwa SKP hasil pemeriksaan pajak yang diterima harus dibukukan sesuai dengan periode penerbitan SKP dimaksud. Jadi, untuk contoh di atas, karena tanggal penerbitan SKP 15 Pebruari 2007 maka harus dibukukan sebagai biaya pada tahun 2007, bukan sebagai koreksi saldo laba. Kecuali, kalau perusahaan mengajukan keberatan atau banding, maka tagihan pajak berdasarkan SKP tersebut dibukukan sebagai beban ditangguhkan di Neraca.
Selanjutnya, berhubung pembebanan biaya SKP tersebut secara perpajakan tidak diakui sebagai biaya fiskal, maka dalam rekonsiliasi perpajakan dilakukan koreksi fiskal positif sebagai beda permanen (beda tetap) dan tidak mempengaruhi perhitungan Pajak Tangguhan (Hrd).
No comments:
Post a Comment