Pembahasan kasus berikut ini adalah berdasarkan Surat Penegasan dari Dirjen Pajak atas pertanyaan Wajib Pajak (WP) mengenai perlakuan perpajakan atas pembebanan bunga pinjaman dalam masa konstruksi. Adapun Surat Dirjen Pajak dimaksud masing-masing Surat No. S-217/PJ.42/1994 tanggal 1 Desember 1994, Surat No. S-46/PJ.31/1995 tanggal 19 Mei 1995, Surat No. S-240/PJ.42/1995 tanggal 1 Desember 1995 serta Surat No. S-965/PJ.312/2002 tanggal 27 Desember 2002.
Sedangkan Peraturan Pelaksanaan atas Pembebanan Bunga Pinjaman Dalam Masa Konstruksi untuk Pengusaha Real Estate diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-20/PJ.42/1994 tanggal 1 Desember 1994.
Permasalahan : adanya perbedaan pengakuan biaya bunga selama masa konstruksi menurut laporan keuangan komersial dengan SPT WP atas beberapa WP yang bergerak dalam usaha property (real estate) yang mana biaya bunga pinjaman menurut laporan keuangan komersial dikapitalisir dalam nilai gedung atau proyek yang bersangkutan. Akan tetapi, dalam pengisian SPT-nya, beban bunga tersebut dibebankan sekaligus pada periode diakuinya beban bunga tersebut sehingga Penghasilan Kena Pajak akan lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan menurut laporan keuangan komersial.
Pada prinsipnya pembebanan bunga selama masa konstruksi tergantung kepada jenis aktiva yang dibangun tersebut :
1. Aktiva tetap yaitu gedung yang dibangun untuk dipakai sendiri oleh WP atau disewakan;
2. Inventory (Persediaan Barang Dagangan) yaitu gedung yang akan dijual oleh Wajib Pajak (misalnya untuk perusahaan real estate).
Pembebanan bunga pinjaman selama masa konstruksi dari aktiva tetap pada dasarnya telah diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PPh 1984, bahwa atas biaya untuk memperoleh harta berwujud perusahaan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. Dengan demikian seluruh beban bunga yang ditanggung oleh Wajib Pajak atas pinjaman untuk pembangunan gedung tersebut dikapitalisir dalam harga perolehan gedung tersebut yang akan disusutkan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 UU PPh tahun 1984. Jika setelah gedung itu selesai WP masih membayar bunga pinjaman tersebut, maka bunga setelah aktiva tersebut dipakai dapat dibebankan sebagai biaya pada tahun yang bersangkutan.
Pembebanan bunga pinjaman selama masa konstruksi dari gedung atau rumah sebagai barang dagangan (inventory) harus digabungkan dalam perhitungan harga pokok gedung tersebut yaitu sebagai komponen dari biaya langsung dalam menghitung laba bruto usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (1) huruf c UU PPh tahun 1984. Jika setelah gedung tersebut siap dipasarkan dimana harga pokoknya sudah jelas WP masih membayar bunga pinjaman tersebut, maka bunga pinjaman tersebut dapat dibebankan langsung pada tahun yang bersangkutan.
Jadi, perlakuan perpajakan atas bunga pinjaman selama masa konstruksi apakah dikapitalisir atau dibebankan ke dalam harga pokok aktiva adalah tergantung pada jenis aktiva yang dibangun sebagaimana dijelaskan di atas.
Kasus lainnya : sebuah perusahaan membeli tanah dengan dana yang berasal dari pinjaman pada tahun 1997 yang setelah dimatangkan hingga saat ini tanah tersebut dipergunakan untuk lahan parkir. Tanah tersebut adalah merupakan tanah jadi yang sudah tidak mengalami aktivitas untuk membangun/konstruksi atau memproduksi aktiva. Apakah bunga atas pinjaman yang diperoleh harus diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan tanah ?
Atas pertanyaan tersebut, Dirjen Pajak melalui Surat No. S-965/PJ.312/2002 memberikan penegasan sebagai berikut :
Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai pembelian tanah, yang terhutang atau dibayarkan hingga selesainya proses perolehan hak atas tanah, diperlakukan sebagai bagian dari harga perolehan tanah tersebut. Sedangkan biaya bunga yang terhutang atau dibayarkan setelah selesainya proses perolehan hak atas tanah, tidak dapat diakui sebagai biaya kecuali apabila tanah tersebut dipergunakan langsung sebagai alat usaha untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang tidak dikenakan PPh final.
Apabila tanah tersebut dipergunakan sebagai lahan perparkiran komersial resmi, maka biaya bunga tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jasa parkir (Hrd).
No comments:
Post a Comment